Jumat, Agustus 14, 2009

melukis..

....................a...d....e....

masa muda

suatu saat di Stadion Sultan Agung

Red Crizphy Band

*Red Crizphy
Kompromikan Ego Pendengar

MAGELANG (KR) - Tujuan utama bermusik adalah mendapatkan pendengar. Hal ini menjadi patokan ketika Red Crizphy (RC) pertama kali berdiri, Januari 2008. beragamnya permintaan pendengar menjadikan RC memilih aliran musik all around.
Band yang berpersonil Candra dan Reta (vocal), Odix dan Budi (gitar), Anton (bass), Antok (keyboard), dan Bofie (drum) ini setia untuk melayani permintaan lagu pendengarnya.
“Setiap request dari pendengar coba kami respon,” ujar Antok kepada KR, Rabu (5/8) di base camp RC, Jalan Sailendra Raya No.26 Borobudur, Magelang. Dia mengatakan tidak ada spesialisasi aliran musik yang dipilih menjadikan RC mudah diterima oleh kalangan luas.
RC, imbuh Antok, selalu menyambangi berbagai event dan festival musik di Karisidenan Kedu dan sekitarnya. “Beberapa waktu lalu kami mengikuti festival musik di Ambarawa dan mendapat juara II,” bangganya. Selain prestasi untuk band, Bovi juga memperoleh gelar sebagai best drummer.
Setelah cukup matang dan memiliki pengalaman di beberapa event local, RC mulai memberanikan diri menerima tawaran job yang datang. “Hampir semua event pentas seni pelajar dan kafe-kafe mulai mengundang Red Crizphy,” jelas Antok.
Prestasi terbaru yang ditorehkan oleh RC adalah menjadi wakil untuk regional Magelang dalam pagelaran LA Lights Lights Ups Your Soul. “Kami membawakan lagu ciptaan sendiri, Don’t Play With Love,” imbuh Odix.
“Untuk menyesuaikan karakter lagu yang dibawakan, tak jarang kami mengajak vokalis tambahan,” kata Odix. Meski menambah personel, tapi sejak berdiri hingga saat ini, player band tidak pernah berubah. Alasannnya, penyesuian karakter musti dijalani melalui proses dan tidak bisa dalam waktu singkat.
Seperti band lain yang ingin menembus dapur rekaman, RC juga tengah mempersiapkan hal tersebut. “Jalan kami masih panjang, selain mempersiapkan materi, kami juga berusaha agar lebih professional agar tidak bubar ditengah jalan,” pungkas Arot, manajer RC. (Dian Ade Permana)

Cahaya Band

‘Izinkanlah’ Cahaya Bernyanyi


MAGELANG (KR) - Nge-band tanpa arah tak akan menghasilkan apa-apa. Namun ketika mendirikan band sudah berkomitmen untuk menembus dapur rekaman, maka segala usaha akan dijalankan. Seperti Cahaya Band, dari Magelang ini.
Ketika pertama kali berkumpul pada Agustus 2007, tujuan bersama adalah rekaman agar lagu mereka didengar banyak orang. Bongkar pasang personel pun dilakukan, hingga akhirnya menemukan player yang satu komitmen.
Digawangi oleh Ferry (vocal), Tyo (gitar), Yudha (keyboard), Yon (bass), dan Danu (drum), jalan menapaki industri musik Indonesia mulai awal 2009. Bermula dari seorang kerabat yang bermukim di Jakarta dan mendengarkan Cahaya bermain, timbul rasa ketertarikan.
“Dia meminta agar kami membuat master album dan akan mencarikan perusahaan rekaman,” kata Ferry, kepada KR, Senin (10/8) di Boni & Band Studio. Enam lagu mewakili Cahaya untuk mencari peruntungannya di Jakarta.
Di salah satu perusahaan rekaman, lagu-lagu Cahaya diminati. “Kami diminta ke Jakarta dan proses terus berlangsung hingga saat ini,” jelas Ferry, tanpa menyebut perusahaan tersebut.
Setelah master lagu diterima, Cahaya diminta mempersiapkan full album. “Setelah ada perusahaan yang menerima lagu Cahaya, ego masing-masing personel harus dipinggirkan, karena kami sudah masuk ranah komersil,” tegas Danu
10 Lagu akan menjadi andalan Cahaya untuk bertarung mendapatkan pendengar. Suara Hati, Dinda, Tak Mungkin Bersatu, Dan Pergilah, Kisah Cintaku Yang Kedua, Rasaku, Tersenyumlah, Ijinkanlah, Hanya Dirimu, Salahku akan terangkum dalam album bertitel ‘Ijinkanlah.’ “Musik kami easy listening tapi tetap memperhatikan kualitas, pop komersil yang tidak sembarangan,” kata Danu.
“Saat menyanyikan lagu Ijinkanlah, kami dikira menyanyikan lagu Ungu,” tutur Danu. Pasalnya, karakter suara Ferry dan Pasha Ungu ada kesamaan. Meski begitu, dia menegaskan bahwa Cahaya memiliki karakter bermusik yang berbeda dengan band lainnya.
“Saat ini album Ijinkanlah sudah masuk daftar tunggu untuk dirilis, tahun ini akan keluar,” pungkas Danu (Dian Ade Permana)

Wali Konser di Magelang

Dik, Wali Cari Jodoh di Magelang

MAGELANG (KR) – Grup band Wali memuaskan dahaga penggemarnya di Stadion Abu Bakrin, Rabu (12/8). Membuka konser dengan lagu Sahabat Aku Cinta (SAC), sekitar 3000 penikmat musik langsung terhanyut dan mengikuti hentakan lagu.
Usai lagu pertama, band yang digawangi Faank (vocal), Apoy (gitar), Tomi (drum), Ovie (keyboard) ini menyapa penonton. “Sugeng ndalu Magelang, pripun kabar’e,” kata Faank. Setelah mendapat jawaban dari penonton, Tetap Bertahan pun dilantunkan. Faank yang terus berlari-lari di atas panggung, melanjutkan dengan Yang.
“Lagu berikut ini bercerita tentang seorang perempuan yang gue cintai, tapi malah maen dengan teman gue sendiri, salahkan jika gue pingin dia mati saja,” ujarnya disambut gemuruh penonton. Tembang Egokah Aku pun meluncur diiring tepuk tangan penonton.
Usai lagu melankolis itu, emosi penonton kembali dibangunkan dengan lagu bernada cepat, Jodi. Tak puas hanya diatas panggung, Faank pun berlari turun untuk menyapa langsung Parawali (penggemar Wali) yang sedari awal terus mengelu-elukan band yang berdiri 1999 ini.
Dengan dua album yang baru dikeluarkan, Orang Bilang dan Cari Jodoh, Wali mampu menghibur penonton. Orang Bilang menjadi sajian selanjutnya, diikuti Baik-Baik Sayang (BBS).
“Buat semua orang yang datang, yang sayang dengan pacar atau istrinya, Dik,” kata Faank sebelum menyanyikan lagu Dik. Tak ayal, koor dari penonton menyambut intro lagu ini. Dik, aku pinta kau akan slalu setia, Dik, aku mohon kau slalu menemani, Saat ku tengah terluka, Kala ku tengah gundah…
Setelah lagu yang mendayu-dayu yang membuat tangan semua penonton terangkat keatas itu, Wali meluapkan segala caci maki untuk para pengkhianat cinta di lagu Emang Dasar. Penampilan dipungkasi dengan lagu andalan, Cari Jodoh. “Terima kasih Magelang, izinkan Wali Cari Jodoh disini,” teriak Faank. (Dian Ade Permana)

Kelengkeng Ping-pong

Kelengkeng Ping-pong, Tebal dan Wangi

MAGELANG (KR) – Buah kelengkeng pingpong saat ini menjadi primadona karena buahnya yang besar, dagingnya tebal, wangi. Asrofi, pemilik Aneka Tani di Sumberan, Salaman, Kabupaten Magelang mengatakan bibit buah ini berasal dari Vietnam.
“Datang ke Indonesia sekitar tahun 1995, saya membudidayakan pada 1999,” kata Asrofi, kepada KR, Rabu (12/8). Menurut dia, kelengkeng pingpong sangat prospektifk karena bias ditanam di semua tempat, meski hasil paling bagus didapatkan jika pohon ditanam di dataran menengah.
Menurut Asrofi perawatan kelengkeng ping-pong tidak sulit. “Yang penting tanah harus lembab,” tegasnya. Untuk pupuk sendiri, yang paling baik dan cocok adalah pupuk kandang dari kotoran kambing. Selain itu, pohon juga mesti dipangkas pada usia tertentu agar cabang semakin banyak dan rimbun. Dengan demikian ketika berbuah, akan menghasilkan buah yang banyak.
“Ada dua jenis kelengkeng ping-pong, yakni yang daun lebar dan daun kecil,” kata Asrofi. Kelengkeng ping-pong daun kecil asli Vietnam, memiliki cirri buah besar, daging tebal dan wangi. Sementara yang daun besar, buah besar, daging lebih tipis, dan harumnya biasa. Satu kilo dijual Rp40 ribu.
Asrofi sendiri menjual bibit kelengkeng ping-pong tergantung ukuran. “Untuk yang bibit dari okulasi, harga jual mulai Rp20 ribu hingga Rp100ribu, tergantung ketinggian,” ujarnya. Bibit dari biji seharga Rp5ribu untuk ukuran ketinggian 15-20 centimeter.
Dari masa tanam hingga berbuah membutuhkan waktu minimal dua hingga tiga tahun. “Satu tahun mungkin sudah berbuah, tapi belum maksimal,” jelas Asrofi.
Kendala kelengkeng ping-pong adalah hama sejenis teter yang menembus batang dan membikin kering pada lubang binatang itu masuk. “Tapi tidak mematikan, cukup dipestisida dua minggu sekali sudah sehat,” jelasnya.
Selain kelengkeng ping-pong, Asrofi juga membudidayakan kelengkeng Diamond River, Christal, Aroma Durian, Itoh, dan Puang Ray.

Dusun Beji, Kedu, Kabupaten Temanggung

Dusun Beji, Ingin Damai Kembali


Dusun Beji, Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung adalah desa yang aman dan tentram. Hawa sejuk senantiasa mengunjugi desa ini. Ditambah kebun tembakau dan jagung yang menambah nuansa hijau.
Tapi, hanya gara-gara peristiwa Jumat (7/8) hingga Sabtu (8/8) ‘keamanan’ Dusun Beji menjadi terusik. Ini karena, gembong teroris Noordin M. Top, bersembunyi di rumah Muhzarin, salah seorang warga Dusun Beji. Tak ayal, ratusan anggota Densus 88, Brimbob, dan Samapta mengepung dusun ini.
Ketenangan di sore itu berubah menjadi keriuhan dan ketegangan. Pengepungan selama 17 jam itu pun menjadi tontonan warga. Tak hanya warga Temanggung yang berdatangan, tapi terdapat juga dari Yogyakarta dan Wonosobo.
Mawardi, dari Janti, Yogyakarta mengatakan dia melihat televise ada pengepungan sarang teroris. “Karena tidak terlalu jauh dari Yogya, saya datang untuk melihat langsung,” ungkap dia yang datang bersama seorang kerabatnya, Sabtu (8/8) pagi.
“Tidak takut, kan banyak juga yang melihat, hanya ingin tahu Noordin bukan atau tidak yang dikepung,” jelasnya. Dia mengaku penasaran dengan Noordin M. Top karena ulahnya yang meresahkan dengan melakukan pengeboman.
Sujati, warga Dusun Beji, mengatakan tidak pernah menyangka ada teroris yang bersembunyi di kampungnya. “Tadi sore (Jumat, 7/8) pas ada dua mobil yang melaju kencang dan berhenti di depan rumah Muhzarin, saya bertanya-tanya, siapa tamunya,” jelasnya.
Setelah ada ratusan polisi yang datang, tersiar kabar Noordin M . Top bersembunyi di rumah Muhzarin. “Sekarang Dusun Beji menjadi terkenal ya mas, tidak hanya di Indonesia tapi hingga dunia,” kata Sujati. Tapi sayang, imbuh Sujati, terkenal bukan karena menjadi juara sepakbola, tapi sebagai persembunyian teroris.
“Semoga tidak ada yang menganggap warga lain sebagai teroris, kami hanya petani,”tegas Sujati. Dia khawatir, semua orang di Dusun Beji dianggap menjadi komplotan Noordin M. Top.
Lurah Desa Kedu, Purnomo Hadi mengungkapkan kejadian ini pasti memiliki efek pada kehidupan warga. “Tapi semoga bukan efek yang buruk, semoga desa ini bersejarah karena bisa menghentikan sepak terjang Noordin,” harapnya.
Sepanjang yang dia tahu, tidak ada orang asing atau pendatang yang menginap di rumah warga hingga berhari-hari. “Kami tidak bisa memantau semua warga, tapi pendataan terhadap warga pendatang terus berjalan,” kata Purnomo. (Dian Ade Permana)

Perajin Bambu Desa Wanurejo

*Perajin Bambu Ukir
Berharap Perluas Pemasaran

MAGELANG (KR) – Perajin bambu ukir di Dusun Gedongan, Desa Wanurejo berharap pemasaran hasil kerajinannya lebih luas. Selama ini, bambu ukir hanya dipasarkan di komplek Candi Borobudur. Jika pun keluar daerah, hanya berlangsung sporadis dan tidak berkelanjutan.
Anto Zaenal Arifin, seorang perajin mengatakan bahwa selama berproduksi sekitar 10 tahun, hasil karyanya hanya dipasarkan di Candi Borobudur. “Mentok di candi, jika pun ada pesanan banyak, tidak pernah berkesinambungan,” ujar Anto kepada KR, Selasa (11/8).
Dia mengatakan pernah berusaha untuk menjual hingga keluar daerah, namun hasilnya tidak menggembirakan. “Di Kiai Langgeng juga tidak laku,” kata Anto. Dia menduga salah satu penyebab ukir bambu tidak diterima masyarakat luas karena motifnya yang monoton.
“Karena kami membuat di sekitar candi, maka motif candi menjadi acuan,” ungkapnya. Selain candi, bentuk wayang dan kaligrafi juga dibuat oleh para perajin. Anto mengharapkan ada pelatihan khusus yang bisa mengembangkan keterampilan dan menambah kreatifitas perajin.
Suradi, perajin lain mengungkapkan dirinya menjual ukir bambu maksimal hingga Yogyakarta. “Mau keluar daerah lagi berat di ongkos,” cetusnya. Pernah, imbuh Suradi, ukir bambu karyanya dijual hingga luar Jawa, namun setelah beberapa waktu, tidak ada kesinambungan.
Dia mengungkapkan selain pemasaran, bahan baku bambu juga mulai sulit dicari. “Mau tak mau, musti mendatangkan dari luar desa agar produksi tetap berjalan,” jelas Suradi. Jika memaksakan bambu yang belum kering, kualitas hasil ukiran menjadi jelek karena kandungan air dalam bambu masih banyak sehingga ketika kering, ukiran akan mengekerut.
Terpisah, Kepala Desa Wanurejo, Dra. Umi Aminah dan Kepala Dusun Gedongan, Soepardi mengatakan pemerintah berupaya melakukan promosi dengan mengikutkansertkan perajin dalam berbagai pameran.
“Kami juga bekerjasama dengan pengelola Candi Borobudur untuk memfasilitasi perajin agar karyanya lebih dikenal masyarakat luas,” pungkas Umi. (Dian Ade Permana)

Wisata Religi Desa Wanurejo

Desa Wanurejo, Garap Wisata Religi

MAGELANG (KR) - Pemerintah Desa Wanurejo Kecamatan Borobudur saat ini mengembangkan wisata religi untuk menarik wisatawan. Adi Winarto, dari Badan Pariwisata Desa Wanurejo mengungkapkan bahwa wisata religi dimulai dari makam pendiri desa, PBH. Tejokusumo, putra Sri Sultan Hamengku Buwono II.
Adi menuturkan bahwa wisata religi ini dikemas secara paket. “Mulai dari makam PBH. Tejokusumo, bisa dilanjutkan ke para pengikutnya, tergantung permintaan peserta ziarah,” kata Adi kepada KR, Jumat (14/8).
Dia mencontohkan untuk yang menginginkan peningkatan ekonomi, bisa meneruskan ke Eyang Beji. Sementara untuk yang ingin cakap berpolitik dapat mengunjungi makam Citro Lawang. “Semua pengikut PBH. Tejokusumo, 9 orang, makamnya ada di Wanurejo, jika keliling total membutuhklan waktu 1,5 jam,” jelas Adi.
“Jika menginginkan permintaan khusus, ada syarat yang harus dipenuhi sebagai sesaji,” jelas Adi. Sesaji tersebut adalah satu sisir buah raja dan tiga jenis buah, gurame bakar, serta ingkung bakar. Jika peziarah tidak bisa memenuhi, bisa meminta kepada juru kunci untuk menyediakan.
Untuk menyambut peziarah, seluruh juru kunci dan perangkat desa akan memakai busana Jawa. “Kami sangat total untuk wisata religi ini,” tegas Adi. Bahkan untuk ritual khusus, dipilih setiap Jumat Kliwon yang akan dimulai pada 4 September 2009. Meski begitu, juru kunci telah disiapkan jika peziarah datang sebelum ritual.
“Segi spiritual sangat kami jaga, oleh karena itu, peziarah wajib menuruti pesan dari juru kunci,” kata Adi. Fungsi dari juru kunci adalah mediator untuk menyampaikan keinginan peziarah agar terkabul. Jika diiringi niat tulus, peziarah akan mendapat ‘oleh-oleh’ sebagai ‘pegangan’.
Sementara itu, Agus Sumadiono mengungkapkan selain berziarah, ada juga bedug Pangeran Diponegoro yang ada di Masjid Baiturrahman. “Pangeran Diponegoro dan PBH. Tejokusumo masih berkerabat, dalam upaya mengusir penjajah, strategi yang digunakan juga sama,” ungkapnya.
“Wisata religi ini adalah upaya untuk ikut menyangga Candi Borobudur sebagai obyek wisata yang populer,” kata Sumadiono. Menurutnya, wisata religi juga diminati wisatawan mancanegara, terutama Belanda (Dian Ade Permana)