Kamis, April 30, 2009

Berita : 30 April 2009

*M. Socheh, Kajati DIY yang baru
Prioritaskan kasus korupsi

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

UMBULHARJO : Mohammad Socheh resmi menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kajati DIY) menggantikan Ibnu Haryadi, kemarin. Meski upacara protokoler telah dilakukan pekan lalu di Jakarta, namun serah terima jabatan dilaksanakan di Kantor Kejaksaan Tinggi DIY, Kamis (30/4).
Mantan Wakil Kajati Jawa Barat ini memprioritaskan kasus korupsi sebagai persoalan yang harus ditangani dengan serius. “Korupsi tetap memperoleh perhatian, itu akan kita cermati,” ujarnya. Socheh mengatakan, meski belum mengetahui persis kondisi permasalahan yang saat ini ditangani oleh Kejati, namun dia menyatakan akan adaptasi dan melakukan orientasi secepatnya.
“Saya akan pelajari dulu peta DIY, untuk kasus Bupati Sleman sudah P21, kita proses itu,” terangnya. Disinggung mengenai adanya menumpuknya kasus korupsi yang ditangani jajaran kejaksaan, Socheh mengatakan belum mengetahui persis.
Tapi bagi Socheh, jika memang unsur-unsur hukum telah terpenuhi, tidak ada alasan untuk menunda penyelesaian kasus korupsi. “Selama unsur hukum terpenuhi, maka kasus korupsi harus diselesaikan,” tandas Socheh.
“Kita seleksi dulu kasus itu, ada alat bukti dan unsurnya gak, ada mekanismenya, setelah terbukti ada indikasinya, kita tingkatkan ke penyelidikan,” papar Socheh. Dia menekankan, bahwa pencegahan korupsi itu lebih baik dilakukan dari pada memproses diperadilan.
Terpisah, Koordinator Forum Rakyat Jogja Anti Korupsi, Unang Shio Peking menanggap pernyataan dari Mohammad Socheh yang akan memperioritaskan penanganan korupsi sebagai retorikas belaka. “Itu statemen standar yang selalu keluar setiap ada rolling pejabat,” tegas Unang.
Menurutnya, selama tidak ada kerja nyata dari kejaksaan untuk memberantas korupsi, maka tidak ada yang perlu diapresiasi. “Buktikan bahwa kejaksaan bekerja dalam menangani korupsi,” tandasnya. Bagi Unang, karena masih banyak tunggakan kasus korupsi di kejaksaan, maka Kajati baru musti memperbaiki kinerja penyidik.
“Perbaiki kinerja penyidik dalam mengungkap kasus, itu yang harus dievaluasi terlebih dahulu,” pungkasnya.

Berita : 30 April 2009

*Kasus dugaan korupsi UPN Veteran
Hari ini Rektor UPN diperiksa

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

UMBULHARJO : Setelah dugaan korupsi yang dilakukan oleh Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN), Didit Welly Udjianto dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY), sebanyak lima orang telah dimintai keterangan.
Menurut Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati DIY, Fora Noenoehitu, Jumat (1/5) ini, Rektor UPN Didit Welly Udjianto dijadwalkan untuk dimintai keterangan mengenai kasus yang diduga merugikan yayasan sebesar Rp2,4 miliar tersebut.
“Sudah ada lima orang yang dimintai keterangan terkait kasus ini, jika besok [hari ini] Rektor UPN jadi datang, maka total enam orang yang telah datang ke Kejati,” ujar Fora diruang kerjanya, kemarin. Dia mengatakan, tidak ada alasan bagi Kejati untuk menunda maupun menghambat penyelesaian kasus korupsi yang telah didaftarkan sejak Maret 2009 ini.
Lebih lanjut dikatakan, sebenarnya ada tujuh orang yang dipanggil, namun baru ada lima orang yang memenuhi panggilan dari Kejati. “Dua orang yang tidak datang, namun alasan mereka dapat diterima,” jelas Fora tanpa merinci lebih lanjut alasan dan identitas yang telah dipanggil oleh Kejati untuk dimintai keterangan. Menurutnya, kendala dalam mengurai kasus ini adalah tidak datangnya saksi yang dimintai keterangan untuk informasi awal.
Fora menjelaskan, dalam Undang-undang Korupsi, subyek hukum adalah orang sebagai individu dan badan hukum. “UPN kan memiliki badan hukum, jadi kita tetap menindaklanjuti kasus ini,” tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Jogja Corruption Watch (JCW), Yusuf Effendi mengatakan bahwa dirinya sampai saat ini masih percaya kepada Kejati untuk menangani kasus ini. “Saya percaya Kejati mampu menyelesaikan kasus ini,” jelasnya.
Mengenai tidak hadirnya beberapa orang yang dimintai keterangan, menurut Yusuf hal tersebut harus dihormati. Bagi dia, yang terpenting adalah hasil akhir dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejati. “Kami tidak ingin berspekulasi dalam kasus korupsi Rektor UPN ini, namun saya harap Kejati dapat bersikap objektif dalam menangani kasus korupsi,” pungkasnya.

Rabu, April 29, 2009

Berita : 29 April 2009

3 Bulan, Direskrim tangani 97 kasus

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

DEPOK : Selama tiga bulan diawal 2009, Januari hingga Maret, jajaran Direktorat Reserse dan Kriminal (Direskrim) Polda Daerah Istimewa Yogyakarta yang berjumlah 201 personel menangani 97 kasus. Kasus tersebut terbagi dalam tiga unit, yakni unit I (pidana umum) sebanyak 52 kasus, unit II (pidana tertentu) 20 kasus dan unit III (tindak pidana korupsi) ada enam kasus.
Direskrim Polda DIY, AKBP. Napoleon Bonaparte mengatakan, sebanyak 19 kasus lainnya ditangani oleh reskrim disatuan wilayah yang ada di Polda DIY. “Ada beberapa kasus yang menonjol dan memperoleh perhatian dari masyarakat,” ujarnya, dalam acara pengarahan anggota reskrim oleh Kapolda, di Mapolda DIY, kemarin.
Dia mencontohkan kasus yang memperoleh perhatian di unit I adalah terbunuhnya Brigardir Apries, perusakan kantor Komisi Pemilihan Umum DIY, dan kepemilikan senjata ilegal. “Kasus itu saat ini masih dalam penyelidikan, untuk kasus Apries belum ada tersangka,” terang Napoleon.
“Sementara untuk unit II, ada kasus ancaman teror melalui SMS,” kata Napoleon. Untuk unit III, yang dicermati oleh masyarakat adalah kasus korupsi Bupati Sleman, Ibnu Subiyanto dalam pengadaan buku ajar. Kasus korupsi ini telah dinyatakan P21 alias lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan.
Napoleon mengatakan, bahwa pihak pelapor kasus berhak untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan kasus yang sedang dalam proses dikepolisian. “Kasus yang telah diinformasikan kepada pelapor ada 95 kasus, untuk dua kasus lain sedang dalam proses pemeriksaan,” terangnya.
Mendapat laporan tersebut, Kapolda DIY, Brigjen Pol. Sunaryono mengharapkan agar anggota reskrim menerapkan quick respon dalam menangani kasus. “Lakukan penyidikan dengan intensif dan cepat, ciptakan rasa aman dimasyarakat,” pesannya.
“Anggota reskim juga harus terus meingkatkan kemampuan untuk menyelesaikan sebuah kasus, dengan demikian harapannya kasus cepat terungkap,” papar Sunaryono. Dia juga berharap agar anggota bertindak tegas kepada setiap pelanggar hukum dan tidak diskriminatif.

Selasa, April 28, 2009

Berita : 28 April 2009

*LBH desak Kejati tuntaskan kasus
Rektor UPN dilaporkan ke Kejati

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

JOGJA : Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Didit Willy Ujianto diadukan Koko Sujatmiko ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan Jogja Corruption Watch (JPW) karena diduga mengkorupsi uang yayasan sebesar Rp2,4 miliar.
Koko yang menjabat sebagai Sekretaris Badang Pengurus Harian Yayasan Panglima Besar Jenderal Sudirman tersebut mengatakan, temuan terjadinya dugaan korupsi di tubuh UPN Veteran Yogyakarta ini berdasarkan adanya temuan Surat Keputusan Nomor: SKEP/165/IX/2006.
“Modusnya menyalahgunakan kewenangan untuk memungut uang dari para calon mahasiswa yang kemudian dibagi-bagikan kepada dosen dan karyawan,” ujarnya dikantor LBH kemarin. Kejadian ini terjadi pada 2006 dan 2007.
Isi Skep itu sendiri berisi mengenai pemberian donasi kesejahteraan untuk karyawan dan dosen UPN Veteran dengan memanfaatkan dana pendaftaran, sumbangan khusus dan penarikan DPP mahasiswa baru.
Koko mengatakan untuk 2006, besaran uang Rp1,253 miliar. “Untuk 2007, ada Rp1,676 miliar,” jelasnya. Sebelum mengadukan kasus ini ke LBH dan JCW, Koko telah melaporkan kepada Yayasan UPN Veteran di Jakarta.
Hasilnya, Rektor UPN Veteran Yogyakarta mendapatkan teguran. “Untuk ranah hukumnya, kita juga sudah laporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY dan saat ini tengah di proses. Kita harapkan prosesnya bisa secepatnya,” akunya.
Dalam kesempatan tersebut Direktur LBH Yogyakarta Irsyad Thamrin mengaku, mengingat kasus ini saat ini tengah ditangani Kejati DIY, pihaknya hanya mendorong Kajati untuk secepatnya menyelesaikan dugaan korupsi ini. “Kita masih percaya dengan Kejati, tapi jika tidak jalan, kita akan coba laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, mengingat besaran kerugian negaranya cukup besar,” terang dia.
Terpisah, Asisten Intelijen (Assintel) Kejati DIY Erbagtyo Rohan membenarkan adanya laporan kasus dugaan korupsi di tubuh UPN Veteran yang dilakukan Didit Willy Ujianto selaku rektor. “Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan dan masih kita dalami. Kita harapkan secepatnya bisa selesai dan kita tidak akan tutup-tutupi,” akunya.
Kejati sendiri telah meminta keterangan dari para saksi yang diduga tahu mengenai aliran dana sebesar Rp2,4 miliar yang disoal. “Sebagian besar berasal dari kalangan akademisi dan pengelola UPN Veteran Yogyakarta. Namun mereka masih sebatas kita mintai keterangan saja. Bahkan kemarin terlapor (rektor) juga kita panggil tapi belum hadir,” imbuhnya.
Sementara itu saat dihubung, Didit Willy Ujianto membantah seluruh aduan Koko Sujatmiko terkait dugaan korupsi yang dilakukannya. Dia mengaku, seluruh dana yang dikeluarkan guna operasional universitas selalu melalui mekanisme rapat senat yayasan. “Itu jelas tidak benar dan fitnah,” tegasnya.

Senin, April 27, 2009

Berita : 27 April 2009

*Kasus perusakan kantor LOS
Berkas belum lengkap

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

JOGJA : Berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus perusakan kantor Lembaga Ombusdman Swasta (LOS) dinyatakan belum lengkap oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta dan dikembalikan lagi ke Poltabes Yogyakarta.
Kasat Reskrim Poltabes Yogyakarta, Kompol. Syaiful Anwar mengatakan bahwa berkas dikembalikan pekan lalu. “Berkas dikembalikan lagi karena masih ada kekurangan,” ujar Syaiful, diruang kerjanya, kemarin.
Dia mengungkapkan, berdasar petunjuk dari kejaksaan ada dua hal yang perlu dilengkapi oleh penyidik Poltabes. Petunjuk pertama yang harus dipenuhi adalah surat izin pemeriksaan dari presiden untuk memanggil Bupati Bantul, Idham Samawi, selaku saksi bagi ketiga tersangka, Sukardiyono (Assek I Pemkab Bantul), Kandiawan (Komandan Sat Pol PP Pemkab Bantul) dan Sulistyo (Ketua Paguyuban Dukuh Kabupaten Bantul).
“Meski beberapa waktu lalu Bupati Bantul telah mendatangi Poltabes, namun itu tidak ada izin dari presiden,” terang Syaiful. Sementara petunjuk yang kedua adalah meminta pendapat dari saksi ahli namun yang bukan berasal dari Universitas Gajah Mada (UGM).
Berdasar pada petunjuk kejaksaan tersebut, Poltabes Yogyakarta menyatakan akan menindaklanjuti dengan segera. “Kita akan meresponnya, ini agar BAP dapat dinyatakan lengkap,” jelas Syaiful.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta (Makaryo), Tri Wahyu KH mengatakan bahwa izin presiden merupakan syarat mutlak untuk memeriksa kepala daerah. “Hukum formal memang mengatur itu, untuk memeriksa kepala daerah memang harus ada surat presiden,” terang Tri Wahyu.
“Surat permohonan izin itu dulu sudah diajukan, sekarang sudah di Mabes Polri, tinggal didorong agar segera di Sekretaris Negara dan izin cepat turun,” harap Tri Wahyu.
Untuk petunjuk kedua yang meminta saksi ahli selain dari UGM menurut Tri Wahyu adalah sebuah permintaan yang 'aneh' dan tidak objektif dari kejaksaan. “Ada apa dengan UGM, ini indikasi kejaksaan menunda penyelesaian kasus LOS karena permintaan yang aneh,” tandasnya.
Tri Wahyu menegaskan bahwa Makaryo akan bertanya kepada kejaksaan mengenai proses penyelesaian kasus ini. “Kami akan melaporkan ke Komisi Kejaksaan, ini adalah langkah agar kasus tetap terkatung-katung, ada masalah di kejaksaan,” pungkas Tri Wahyu.

Sabtu, April 25, 2009

Berita : 26 April 2009

ORI cermati kasus perusakan LOS


Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

JOGJA : Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyatakan akan mencermati Kejaksaan Negeri Yogyakarta pasca pengembalian berkas pemeriksaan kasus perusakan kantor Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) ke Poltabes Yogyakarta.
Asisten ORI Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta, Muhajirin mengatakan, pencermatan akan difokuskan pada keterangan dari kejaksaan seputar alasan pengembalian berkas. “Kita akan menanyakan kepada kejaksaaan, apa saja yang belum dipenuhi oleh kepolisian,” ujar Muhajirin, kemarin.
Dia mengatakan, jangan sampai ada anggapan dari masyarakat bahwa kasus perusakan kantor LOS terhambat di kejaksaan, karena kepolisian sudah mengirimkan berkas. “Pengembalian berkas ini disertai alasan wajar atau tidak, kita akan menanyakan,” jelas Muhajirin. Namun dia belum bisa memperkirakan waktu untuk mencari kejelasan mengenai kekuranglengkapan berkas ini.
“Petunjuk-petunjuk apa yang masih kurang lengkap dan kelengkapan formil atau material yang harus dipenuhi,” ungkap Muhajirin soal materi pertanyaan yang akan diajukan ke kejaksaan. Menurut dia, harus ada transparansi yang nyata dari kepolisian dan kejaksaan serta upaya serius untuk menyelesaikan kasus ini.
Muhajirin menegaskan, harus ada koordinasi dari penegak hukum agar kasus dengan tiga orang tersangka, Sukardiyono(Assek I Pemda Kabupaten BAntul), Kandiawan (Komandan Sat Pol PP Kabupaten BAntul), dan Sulistyo (Ketua Paguyuban Dukuh Kabupaten Bantul) ini segera tuntas. “Komitmennya harus sama,” tandasnya.
Terpisah, Koordinator Makaryo, Tri Wahyu KH mengatakan pengembalian berkas ini jangan sampai dijadikan alasan untuk menunda keberlanjutan proses hukum yang telah berlangsung. “Mengembalikan berkas adalah hal yang wajar, namun harus disertai keseriusan untuk menuntaskan kasus,” harapnya.
“Apa subtansinya hingga berkas harus dikembalikan,” tanya Tri Wahyu. Dia memastikan, dalam waktu dekat akan meminta audensi dengan Kejaksaan Negeri Yogyakarta untuk mempertanyakan masalah pengembalian berkas ini.
Dia berharap, dengan adanya pengembalian berkas ini kepolisian dapat bekerja lebih optimal untuk melengkapi kekurangan berkas. “Semoga tidak ada celah yang menyebabkan berkas dapat dimentahkan, kejaksaan dan kepolisian harus maksimal,” pungkas Tri Wahyu.

Kamis, April 23, 2009

Berita : 23 April 2009


38 Truk terjebak di Kali Gendol

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja


CANGKRINGAN : 38 Truk pengangkut pasir terjebak di Kali Gendol, kemarin. Truk-truk terbagi dalam tiga kelompok, delapan buah di Jambu, 21 truk di Kepuhharjo, dan 10 truk di Glagahrejo. Tiwul, salah seorang warga mengatakan, tertutupnya jalan keluar dimulai sekitar pukul 11.00 WIB ketika hujan deras turun.
“Hujan sudah turun berhari-hari, jadi aliran air mulai muncul,” ujarnya. Sebelum truk terjebak, imbuh Tiwul, dia mengaku sudah memperingatkan beberapa truk yang akan masuk ke Sungai Gendol, namun para supir tetap nekat, meski cuaca buruk membayangi.
Tiwul mengungkapkan, pagi hari sebelum jalan tertutup, hujan turun dengan deras. “Akibatnya, ada dua truk yang bak bagian belakangnya terbenam air,” jelas Tiwul. Ratusan penambang pasir yang ada di Kali Gendol terjebak dan mengeluarkan pasir yang telah diangkut untuk meringkan beban truk.
Walidi, warga lain menjelaskan sebenarnya kejadian ini tidak terlalu besar, karena aliran sungai tidak terlalu lebar. “Tidak besar, biasa saja, namun memang kebetulan truk yang terjebak cukup banyak dan terbagi dibeberapa titik,” jelasnya.
Menurut Walidi, kejadian ini terjadi mendadak. “Tidak terdengar suara sirene, tahu-tahu dikabari adanya truk terjebak,” terangnya. Dia menambahkan, dari faktor kebiasaan, melihat kecenderungan hujan yang turun, akan reda dalam waktu dekat dan truk segera bisa dievakuasi.
Sementara itu, Kapolsek Cangkringan, AKP. Sumantoro yang meninjau langsung terjebaknya 38 truk mengatakan, hujan turun sekitar satu jam. “Tidak ada korban jiwa, hanya truk yang terjebak di Kali Gendol dan tidak bisa keluar,” tandasnya.
“Untuk evakuasi sendiri masih menunggu cuaca mereda dan aliran air tidak ada lagi, hujan menyebabkan jalan tergerus,” ungkap Sumantoro. Dia berharap agar penambang pasir waspada di lokasi yang rawan serta memperhatikan keselamatan jiwa.

Selasa, April 21, 2009

Berita : 21 April 2009

*Kasus korupsi buku ajar Kabupaten Sleman
Kejaksaan ekspose rendak Ibnu Subiyanto


Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

UMBULHARJO : Tim gabungan kejaksaan yang terdiri dari Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Sleman melakukan ekspose terhadap kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bupati Sleman, Ibnu Subiyanto, kemarin.
Kasi Penyidikan Pidana Khusus Kejati DIY, Dadang Darussalam mengatakan, ekspose yang digelar di Kejaksaan Sleman materinya adalah pendalaman terhadap rencana dakwaan yang disusun oleh tim gabungan.
“Tadi [kemarin] hanyalah pendalam materi, kita perlu memantapkan lagi,” ujar Dadang diruang kerjanya, kemarin. Dia mengatakan ada petunjuk-petunjuk teknis mengenai surat dakwaan untuk perkara tersangka Ibnu Subiyanto.
Meski demikian, Dadang enggan mengungkapkan petunjuk teknis yang tersebut. “Masih ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perbaikan dalam berkas rendak tersangka tersebut,” ungkapnya. Tapi dia menyakini, perbaikan tersebut tidak akan berpengaruh pada rencana awal pelimpahan berkas BAP tersangka yang rencananya akan dilakukan akhir April ini
Menurut Dadang, kejaksaan akan bergerak cepat untuk segera merampungkan kasus korupsi buku ajar yang telah berlangsung sekitar empat tahun dan merugikan negara sebesar Rp12 miliar ini. “Kami ingin segera menyelesaikan semua perkara korupsi, jadi surat dakwaan juga kita garap serius,” terangnya.
Lebih lanjut, jika memang ditemukan adanya kekurangan dalam rencana dakawaan yang disusun, kejaksaan akan segera memperbaiki. “Ini kita gelar pemantapan, untuk mencari kekurangan dan segera memperbaikinya,” tandas Dadang.
“Jaksa harus cermat sebelum kasus ini dilimpahkan ke pengadilan,” kata Dadang. Menurut dia, jika berkas perkara sudah dipastikan sempurna, kasus akan secepatnya dikirim ke pengadilan.
Terpisah, Unang Shio Peking, Koordinator Forum Rakyat Jogja Anti Korupsi mendukung langkah kejaksaan yang cepat menggelar ekspose kasus korupsi Ibnu Subiyanto. “Kepercayaan sudah mulai tumbuh kepada kejaksaan, namun ini harus dibarengi dengan penahanan Ibnu,” tandas Unang.
Menurut dia, Ibnu Subiyanto tidak berbeda dengan Bupati Purworejo, Kelik Sumrahadi yang telah ditahan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. “Ekspose harus dilakukan demi menguatkan dugaan korupsi yang telah dilakukan,” pungkas Unang.

Senin, April 20, 2009

Berita : 20 April 2009

Perkara korupsi bergeser jadi soal administratif

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja


DEPOK : Perkara korupsi saat ini cenderung bergeser dari masalah pidana menjadi administratif semata. Menurut Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (PuKAT UGM) Zainal Arifin Mochtar, hal ini karena korupsi cenderung dilakukan oleh pejabat publik.
Menurut dia, persoalan korupsi di Indonesia tidak ubahnya seperti pemadam kebakaran yang memadamkan api. “Api yang membesarkan beramai-ramai, tanpa upaya solutif untuk menangkalnya,” ujar Zaenal dalam seminar Mendorong RUU Tipikor yang Ideal di Ruang Multimedia Fakultas Hukum UGM, kemarin.
Menurut Zaenal, kewenangan dari undang-undang dan penegak hukum saling tumpang tindih, sehingga tidak bisa bekerja secara maksimal. “Tidak rapinya aturan hukum menyertai keputusan hukum yang dikeluarkan, ini menjadi celah,” tandasnya. Selain itu, ketidakjelasan pengelolaan aset hasil korupsi juga menimbulkan masalah yang tidak tuntas. Jika ini terus berlanjut, maka akan tercipta kewenangan yang tidak baik.
“Di era Presiden SBY ini, ada satu capaian yang bagus dengan dikeluarkannya Inpres No.5 tahun 2004 tentang pemberantasan korupsi, namun hasilnya tidak maksimal, karena tidak ada pengawasan yang mumpuni,” papar Zaenal. Dia berharap, keseriusan pemberantasan korupsi dibarengi dengan kerja nyata dan pengawasan yang ketat, tidak asal mengeluarkan produk hukum.
Sementara menurut Tri Wahyu KH, Direktur Indonesian Court Monitoring mendesak untuk dilakukan perlindungan terhadap saksi dan korban korupsi. “Selama ini yang terjadi, perlindungan hanya diberikan di kota-kota besar, padahal korupsi udah menyebar di daerah, bahkan lebih parah,” tegasnya.
“Cabut UU Pemda pasal 36 UU 32/2004 karena melawan semangat pemberantasan korupsi,” ujar Tri Wahyu. Menurut dia, UU tersebut berpotensi menyebabkan politisasi penegakan hukum. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dioptimalkan dalam pemberantasan korupsi didaerah, karena kebutuhan penyidik anti korupsi didaerah sangat diperlukan.
Selain keduanya, pembicara lain adalah Marwan Mas, Dosen Fakultas Hukum Universitas 45 Makasar dan Syahlan Said yang mencermati kelemahan UU Tipikor.

Jumat, April 17, 2009

Pemimpin menggandeng pendamping

Hasil pemilu legislatif telah terbaca dengan menempatkan Partai Demokrat sebagai partai politik yang terbanyak dipilih oleh rakyat Indonesia. Namun, masih ada agenda besar lain yang harus dihadapi; pemilihan presiden 8 Juli 2009. Menilik hasil perolehan suara dipemilu legislatif, partai politik dan semua yang berhasrat menjadi RI 1 nampaknya mulai berhitung ulang dan bersikap realistis...
SBY dengan Partai Demokrat adalah satu-satunya yang bisa tersenyum lega. Dengan suara 20%, mereka dipastikan akan melenggang sukses. Masalah kemudian, siapa yang terpilih menjadi pendampingnya...
Melihat peta, dia akan memilih pendamping dari partai yang saat ini telah menjadi bagian dari pemerintahannya. Tujuannya jelas demi kesinambungan program yang telah dilakoninya. Kader PKS adalah yang sangat mungkin menjadi RI 2, mendampingi SBY.
Pertimbangannya, melihat gaya kepimimpinan SBY yang mengutamakan kestabilan, PKS adalah partai yang paling tidak terdengar gejolak internalnya. Kombinasi Demokrat-PKS, SBY-Hidayat Nur Wahid, adalah tokoh yang elektabilitasnya cukup mumpuni. Kedua partai juga memiliki komitmen seimbang dalam memberantas korupsi...
Bagaimana dengan Jusuf Kalla sebagai incumbent RI 2? Pasca desakan dari para petinggi Golkar yang mendesak agar partai pohon beringin ini mengirim wakil untuk bertarung dalam pilpres, adalah pertimbangan tersendiri bagi SBY untuk tetap menggandeng JK.. hasrat sebagai penguasa masih tertanam di benak elite Golkar. Saling klaim keberhasilan pembangunan di momen kampanye adalah pembelajaran untuk menggandengnya kembali..
Pun ketika Golkar memilih untuk kembali mengincar kedudukan Wapres dengan mengirim lima nama, Surya Paloh, Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan Agung Laksono adalah sebuah pragmatisme untuk tetap berada dijalur kekuasaan. Meski mencoba berpikir riil, namun sikap reaktif Golkar adalah langkah mundur bagi partai penguasa orde baru ini.
Akbar pernah terjerat Buloggate, yang bisa jadi mencederai semangat memberantas korupsi SBY, Sultan bersikeras bertarung untuk RI 1, tentu SBY tidak mau orang kedua menjadi 'musuh dalam selimutnya', Surya Paloh dan Agung namanya belum membumi. Terlalu riskan jika memaksakan tetap bersama Golkar...
Diseberang, Megawati Sukarnoputri sedang usreg dengan persoalan pemilu dan terus menggalang kekuatan dengan partai senasib. Ada energi terbuang, karena menerima kekalahan dan menyusun strategi nyata dan berhitung dengan partai lain harus segera dilakukan...
Dengan dua jenderal, Prabowo dan Wiranto yang mendekat kepadanya, harus ada kompromi politik yang nyata dan jelas. Mega dikelilingi orang yang “sederajat” dengannya.. memimpin partai yang kalah namun berhasrat menjadi RI 1.. jika tidak ada kejelasan pembagian porsi memimpin, maka bergerak dengan gaya sendiri adalah kejadian yang terlihat didepan pemerintahan [jika menang] dan menjadi duet...terlalu bahaya untuk sebuah investasi politik.
Dari partai lain, tampaknya hanya akan menjadi pelengkap cerita di pagelaran 2009. jika memang tidak ada langkah ekstrem dan mencerdaskan dari partai, maka orang yang 'itu-itu saja' yang akan kembali berada di pucuk kepemimpinan RI. Berhitung untuk menciptakan duet tak terduga nampaknya perlu dicoba...

Rabu, April 15, 2009

Setarakan

Rayakan semua situasi dengan sama.
Jangan arogan atau pilih kasih terhadap situasi yang berbeda.
Perlakukan semua dengan sama.
Nilai keadaan yang terjadi adalah setara.
Tidak ada yang lebih. Satu terjadi, sama dengan dua yang terjadi
Meski juga berlangsung bertubi-tubi, itu sama...

jika memang dibutuhkan menangis, menangislah..
kalau memang ingin tertawa, tertawalah..

ada batas yang tidak bisa dilawan...
pemberontakan tidak harus berhasil..

Kalla Demokrat tinggalkan Mega

Pagelaran Pemilu legislatif telah usai. Partai Demokrat menunjukkan tajinya dengan memperoleh suara dikisaran 20%. Meski diwarnai dengan berbagai kegagapan dari penyelenggara Pemilu, namun itulah hasil terbaik yang bisa dicapai dari pagelaran lima tahunan ini.
Kemenangan Demokrat menunjukkan para pemilih mulai menempatkan rasionalitas diatas fanatisme. Dua partai yang lebih senior dan memiliki basis massa yang terikat secara emosional, Partai Golkar (PG) dan PDIP, hanya mampu meraih suara diangka 14%.
Keberhasilan Demokrat dikarenakan “kerja nyata,” sesuatu yang hampir tidak pernah dilakukan oleh PG dan PDIP kala berkuasa. Dari PDIP yang menyebut dirinya sebagai partai wong cilik, perhatian kepada rakyat tidak pernah didaratkan dalam bentuk nyata dan riil.
Demokrat dengan SBY-nya menyambut tantangan ini dengan menggelontorkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sesuatu yang dikritik Megawati. Namun ini adalah sebuah langkah blunder, apalagi dimasa jelang 9 April 2009, PDIP menyatakan akan mengawal pembagian BLT. Tindakan yang terlambat, karena rakyat sudah memiliki pikiran, Rp300 ribu adalah jumlah uang yang cukup besar untuk kebutuhan sehari-hari dan jumlah yang sangat kecil bagi Mega...
Dari PG yang dipenuhi basis pengusaha, Demokrat menciptakan langkah kenyamanan bagi para pengusaha dengan ketegasan memberantas korupsi. Meski kasus korupsi tidak sepenuhnya tuntas, namun, keberanian memeriksa Aulia Pohan, sang besan, menunjukkan bahwa SBY tidak segan lagi menunjukkan tidak ada kekebalan hukum.
Sekarang, Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono adalah magnet untuk pemilihan presiden. Jusuf Kalla dan Golkar kebingungan menentukan arah. Selain ada desakan evaluasi untuk Ketua Umum karena hasil yang jeblok, Akbar Tanjung dan Sri Sultan Hamengku Buwono X, masih mengintip peluang melalui penjaringan...
Megawati dan partai medioker lainnya kalang kabut. Kala Jusuf Kalla mengunjungi SBY, Mega menggalang pertemuan dengan 10 tokoh untuk menggugat pelaksanaan pemilu. Tidak ada arah pasti yang akan dituju. Dia seolah ditinggal oleh JK yang telah lebih dahulu menentukan piagam bersama sebelum pemilu legislatif lalu, yang tampak seperti koalisi prematur.
Ada situasi panik. Mega mulai menggaet petinggi partai lain untuk menghadang SBY. Upayanya untuk mecegah kongsi SBY-JK nampaknya tidak berjalan mulus. Yang ditempuhnya, mendekat pada “kader” PG yang tidak searah dengan JK; Sultan, Wiranto, dan Prabowo
Memang diakui, KPU terlihat sangat tidak siap dengan even besar menjadi tanggung jawabnya. Mulai dari masalah DPT hingga kertas suara dan pembagian logistik. Tapi, rakyat butuh tindakan dari para pemimpin yang mampu mengayomi. Dan ini yang dengan cerdas dilakukan oleh SBY. Nada bicara yang tenang, santun, dan wibawa serta kharismanya, mampu membius masyarakat hingga mendongkrak suara Partai Demokrat hingga 300%.
Sekarang, intropeksi dan bersiap untuk pemilihan presiden adalah langkah bijak. Otak-atik demi mencari pasangan terbaik boleh dilakukan demi sebuah perhitungan matang. Lakukan semuanya untuk Indonesia...

Berita : 15 April 2009

*Kasus korupsi buku ajar Kabupaten Sleman
PuKAT nilai Kejati tidak serius

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

DEPOK : Pusat Kajian Anti Korupsi (PuKat) Universitas Gajah Mada (UGM) menilai Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) tidak serius dalam menangani kasus korupsi buku ajar dengan tersangka Ibnu Subiyanto, Bupati Sleman.
Pasalnya, Ibnu tidak ditahan oleh kejaksaan. Menurut Direktur PuKAT, Zainal Arifin Mochtar, alasan ketiadaan surat izin dari presiden untuk melakukan penahanan adalah mengada-ada. “Itu langkah yang tidak masuk akal dan aneh,” ujar Zaenal, kemarin.
Dia mengatakan, izin presiden untuk pemeriksaan dan penahanan itu satu paket. “Dalam artian, jika sudah ada izin pemeriksaan, maka dapat pula digunakan untuk melakukan penahanan,” terang Zaenal. Menurutnya, dengan sudah adanya surat izin, maka bisa ditentunkan statusnya, hanya sebagai saksi atau tersangka.
“Jika memang tidak ditahan, nonaktifkan Ibnu Subiyanti sebagai Bupati,” desak Zainal. Bagi dia, dengan semakin melajunya kasus korupsi buku ajar ini, Ibnu harus menanggung konsekuensi moral sebagai seorang pemimpin.
Zainal menilai, pemimpin daerah musti menegakkan keadilan dan mencontohkan kebaikan, bukan malah menjadi tersangka kasus korupsi yang merugikan rakyat. Bagi dia, masyarakat sudah kehilangan kepercayaan kepada Ibnu meski kasus belum diputuskan.
“Bagaimana dia akan memimpin rakyatnya, terus kita sebagai rakyat tentu tidak akan mau dipimpin seorang tersangka korupsi,” tegasnya. Dia membandingkan penanganan kasus Sleman dengan Temanggung dan Kabupaten Semarang. Dimana Bupati Kabupaten Semarang, Bambang Guritno dan Bupati Temanggung, Totok Ari Wibowo, yang langsung ditahan.
Terpisah, nada kekecewaan juga diungkapkan Syarifudin M. Kasim, Kabid Investigasi Jogja Corruption Watch (JCW). “Keputusan tersebut jelas memperlihatkan sikap Kejati DIY yang kurang serius dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan pejabat di DIY,” tegasnya.
“Kejaksaan memberlakukan sistem tebang pilih dalam menangani kasus korupsi, Ibnu harus ditahan paksa,” desak Syarifudin. Menurut dia, kejaksaan hanya berani menahan dan mengungkap kasus-kasus dengan tersangka yang tak berpengaruh.
Menurut Syarifudin, kejaksaan sangat lunak dalam menangani kasus Ibnu Subiyanto. “Ketika berhadapan dengan pejabat, kejaksaan tidak tegas,” pungkasnya.

Selasa, April 14, 2009

malas..

lama tak mengudara..karena ada kemalasan yang masuk kategori akut..
sekian..

Berita : 14 April 2009


*Kasus korupsi buku ajar Kabupaten Sleman
Ibnu dilimpahkan ke kejaksaan

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja


SLEMAN : Bupati Sleman, Ibnu Subiyanto yang menjadi tersangka kasus korupsi buku ajar telah dilimpahkan dari Polda DIY ke Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY), kemarin. Meski begitu, dia tidak ditahan karena surat izin penahanan dari presiden belum turun hingga saat ini.
Yusrin Nicoriawan, Asisten Pidana Khusus Kejati DIY mengatakan, Ibnu tidak ditahan karena surat penahanan belum dipegang oleh Kejati DIY. “Kita tetap menunggu surat izin tersebut,” jelas Yusrin di Kejaksaan Negeri Sleman, usai menyerahkan berkas Ibnu Subiyanto.
Dia menegaskan, selain Ibnu, penyidik Polda DIY juga menyertakan barang bukti yang akan dibawa dalam persidangan. “Tersangka dan barang bukti sudah diserahkan oleh Polda DIY, ini sebagai respon atas BAP yang telah dinyatakan lengkap atau P21,” kata Yusrin. Barang bukti yang diserahkan antara lain rekening tabungan Bank Mandiri, kuitansi, dan beberapa surat.
“Langkah kami selanjutnya adalah menyusun rencana dakwaan, jika selesai cepat, maka dalam waktu tiga minggu kedepan sudah selesai,” janji Yusrin. Setelah rencana dakwaan selesai, maka persidangan perdana akan digelar.
Kepala Kejaksaan Tinggi DIY, Ibnu Haryadi menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi buku ajar ini memperoleh perhatian khusus. “Kami memiliki komitmen untuk menyelesaikan kasus ini, ini sangat kami seriusi,” papar Ibnu, diruang kerjanya.
Disinggung soal penahanan Ibnu Subiyanto yang terhambat surat izin dari Presiden, Kajati mengatakan tidak akan mengirim surat permohonan lagi. “Polda kan sudah mengajukan surat permohonan itu, meski saat ini belum juga turun,” jelasnya.
Kejaksaan sendiri khawatir jika mengirim surat permohonan malah akan memperlambat proses hukum yang sudah berlangsung. “Nanti malah lambat, karena yang dari Polda saja belum turun,” tandasnya.
Ibnu Subiyanto datang ke Kejaksaan Tinggi DIY dengan didampingi oleh penasehat hukumnya, Setyoharjo. Dia lewat pintu samping hingga mengecoh wartawan yang sudah menunggu di pintu utama. Selain itu, dia menggunakan mobil Toyota Starlet warna merah dengan plat nomor B 660 XR, tidak menggunakan Toyota Fortuner yang biasa dia gunakan. Menggunakan baju batik warna coklat, Ibnu terus berjalan dan tidak menghiraukan wartawan yang meminta komentarnya.
Terpisah, Andi Rais, penasehat hukum Ibnu Subiyanto menyampaikan proses pelimpahan berkas P21 dari penyidik ke penuntut umum berjalan lancar sesuai dengan KUHAP. Dan dalam rangka menghadapi proses lebih lanjut dimuka persidangan, tim penasehat hukum Ibnu Subiyanto akan mempersiapkan pembelaan.
“Nanti kita sama-sama buktikan dimuka pengadilan, apakah Bupati bersalah atau tidak,” ujarnya. Dia memiliki keyakinan, dalam proses pengadaan buku, proses penunjukan langsung bukanlah perbuatan melawan hukum.
Andi Rais mengatakan, kliennya sangat kooperatif selama proses penyidikan dan penuntutan. “Kami menjamin beliau [Ibnu Subiyanto] akan hadir setiap saat dalam proses penyelesaian kasus ini,” pungkasnya.

Kamis, April 02, 2009

Berita : 2 April 2009

*Kasus korupsi buku ajar Kabupaten Sleman
BAP Ibnu lengkap


Oleh Dian Ade Permana
HARIAN JOGJA


UMBULHARJO : Setelah diteliti selama 14 hari oleh tim Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY), Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka kasus korupsi buku ajar yang juga Bupati Sleman, Ibnu Subiyanto, dinyatakan P21 alias lengkap.
Yusrin Nicoriawan, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIY, mengatakan bahwa hasil penelitian, BAP yang menyatakan sudah lengkap, telah diteken oleh Ibnu Haryadi, Kepala Kejaksaan Tinggi DIY. “Sudah ditandangani pada 30 Maret 2009,” ujarnya didampingi Kasi Penyidikan Pidana Khusus, Dadang Darussalam, dan Jaksa Andri Kurniawan, diruang kerjanya, kemarin.
“Semua permintaan dari Kejati sudah dipenuhi oleh penyidik Polda DIY,” kata Yusrin. Dengan demikian, imbuh Yusrin, berkas tidak perlu lagi dikembalikan ke Polda DIY untuk keperluan melengkapi kekurang berkas dan bukti.
Dia mengatakan, berkas BAP langsung ditindaklanjuti oleh penyidik Polda DIY, yang dipimpin langsung oleh AKBP. Supono, Kasat III Tipikor Direskrim Polda DIY. “Tadi [kemarin] sudah kesini, Polda jemput bola dan mengatakan akan segera merespon [setelah BAP dinyatakan lengkap]” terang Yusrin.
Disinggung mengenai penyerahan tersangka dan barang bukti, Yusrin menyerahkan sepenuhnya kepada Polda DIY. “Kejati selalu siap menerima tersangka dan barang bukti, besok jika sudah lengkap juga tidak masalah,” tegas Yusrin.
Yusrin menjelaskan, bahwa Kejati selanjutnya akan menyusun dan melengkapi rencana dakwaan (rendak). Meski tidak ada batas waktu dalam menyusun rendak, namun dia berjanji akan menyelesaikan dalam waktu yang singkat.
“Rendak disusun, lalu masuk wilayah penuntutan, dan selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri,” kata Yusrin menyebut tahapan selanjutnya dalam kasus ini. Setelah hakim ditetapkan, maka pelaksanaan sidang perdana tinggal menunggu waktu.
Ibnu Subiyanto sendiri tidak dicekal oleh Kejaksaan Tinggi karena saat ini masih menjabat sebagai Bupati Kabupaten Sleman. “Tidak dicekal, tersangka kan masih memimpin wilayah,” ungkap Yusrin.
Sementara Dadang Darussalam mengatakan, bahwa sesuai dengan penyidikan, tersangka dijerat dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Ancamannya seumur hidup,” pungkasnya.