Jumat, Desember 10, 2010

Bencana VS Demokrat

Bencana VS Demokrat


Rentetan bencana menerjang republik tercinta ini. Mulai dari banjir Wasior, tsunami Mentawai, dan erupsi Gunung Merapi. Kesamaan dari semua bencana tersebut adalah adanya korban. Baik jiwa, materiil, sosial, dan psikologi. Lalu, bagaimana respon dari lembaga pemerintahan ini dalam menyikapi persoalan dalam Negara yang dikategorikan dalam rawan bencana ini.
Saat ini, lembaga Negara yang bersinggungan dengan rakyat, dikuasai oleh Partai Demokrat selaku pemenang pemilu 2009. Partai yang mengkedepankan citra dalam merebut simpati rakyat ini dipercaya untuk menjalankan roda pemerintahan hingga 2014, meski harus tetap melakukan kompromi dengan partai lain. Lalu, bagaimana respon pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga menjabat Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, dalam menghadapi guncangan bencana?
Diawali banjir Wasior pada 4 Oktober 2010, dengan korban meninggal diperkirakan lebih dari 100 orang dan 450 orang hilang, ditambah kerugian material. Presiden beserta rombongan meninjau daerah tersebut ditemani ibu Negara, Any Yudhoyono. Dan tanggapan terhadap bencana Wasior adalah ; penilaian pada keindahan batu-batu yang terbawa banjir.
Detiknews Kamis (14/10) pada pukul 09.52 melaporkan : Mata Ibu Ani tertuju pada bebatuan yang banyak terdapat di sekitar kampung Sanduay tersebut. "Ini paling tidak granit, bisa untuk ubin dan keramik. Seperti sisik ikan semuanya mengkilat, kita harus teliti mungkin ini nikel atau perak," ujar ibu Ani kepada para ajudannya di kampung Sanduay, Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Dan SBY pun mengatakan akan membawa batu-batu tersebut ke Jakarta dengan harapan dapat diolah menjadi komoditi yang menghasilkan.
Berlanjut ke tsunami Mentawai (26/11), Posko Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat pada 3 November melansir data jumlah korban 428 orang meninggal dan 74 orang hilang. Komentar mengenai kejadian ini datang dari Marzuki Alie, yang Ketua DPR RI sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
”Mentawai itu, kan pulau. Jauh itu. Pulau kesapu dengan tsunami, ombak besar, konsekuensi kita tinggal di pulaulah,” kata Marzuki (Kompas.com, 27/10/2010). ”Kalau tinggal di pulau itu sudah tahu berisiko, pindah sajalah. Namanya kita negara di jalur gempa dan tsunami luar biasa. Kalau tinggal di pulau seperti itu, peringatan satu hari juga tidak bisa apa-apa.”
Bencana kembali terjadi, kali ini erupsi Gunung Merapi yang dimulai (26/11) dengan korban lebih dari 185 orang meninggal, dan sekitar 200 ribu lainnya mengungsi, baik penduduk Sleman, Magelang, Klaten, maupun Boyolali. SBY dua kali mengunjungi DIY dalam kerangka menemui pengungsi. Pertama, Rabu (3/11) di barak pengungsian Purwobinangun. Disini, Presiden sempat mencicipi nasi bungkus pengungsi. Ironisnya, meski hanya makan satu suap, SBY minta porsi nasi bungkus ditambah. “Sampun eco, koreksi saya nasinya minta ditambah sedikit lagi ya," kata SBY kala itu.
Kunjungan kedua, saat Presiden memutuskan untuk 'berkantor' di DIY pada Sabtu (6/11). Kembali lagi keironisan melanda. 'Berkantor' disini ternyata tak lebih dari kunjungan biasa. Meski sempat menginap di Gedung Agung, agaknya SBY lupa, bahwa Barack Obama akan melakukan kunjungan pada Selasa (9/11), sehingga untuk menyambut Presiden AS tersebut, Presiden kembali ke Jakarta tanpa menghasilkan apa pun selama DIY selain kerepotan untuk masyarakat dan aparat yang menyiapkan segala sesuatunya.
Terakhir, "Menurut saya penting memberikan kegiatan positif bagi pengungsi. Saya lihat mereka itu sudah cukup sebenarnya, makan sudah disiapkan dan MCK sudah ada. Mereka ini tinggal menunggu bunyi klenteng-klenteng lalu sarapan, klenteng-klenteng lalu makan siang dan klenteng-klenteng lalu makan malam," kata Andi Mallarangeng yang juga sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) di Gedung Agung, Jl Malioboro, Yogyakarta, Minggu (7/11). Seperti diberitakan Detiknews, Minggu (7/11) pada pukul 17.00.
Dari gambaran tersebut diatas, satu pertanyaan mengemuka. Adakah kepantasan dari sikap petinggi Partai Demokrat tersebut yang juga menjadi simbol negara?. Tentu, menangani persoalan bencana tak semudah yang dikira. Namun satu, tak ada keteladanan dari perilaku pemimpin tersebut.
Subtansi penyelesaian persoalan bencana memang tidak mudah. Ada sisi sosial, psikologi, budaya, yang terkoyak karena kehebatan bencana tersebut. Tapi lihatlah, sikap pembiaran dan arogan dari pemimpin-pemimpin negara ini, yang kebetulan berasal dari Partai Demokrat, dalam menyikapi berbagai bencana. Ada semacam kegagapan, atau mungkin keterhenyakan, karena ketidakmampuan menyelesaikan efek-efek bencana. Yang nampak, adalah ketidakcerdasan dalam menguasai permasalahan. Andi Malarangeng yang berkata ‘Menurut saya penting memberikan kegiatan positif bagi pengungsi,’ memberikan bantuan 40 paket alat olah raga berisi bola, papan catur dan juga alat permainan seperti halma dan ular tangga untuk pengungsi Merapi!!!!.
Soal ternak, telah diterapkan standar harga anak sapi (pedhet) dengan harga Rp 5 juta, sapi jantan potong dibeli berdasarkan berat badan seharga Rp 22 ribu per kilogram, sapi betina yang tidak laktasi (tidak menghasilkan susu) dibeli Rp 20 ribu per kilogram. Sapi yang sedang memproduksi laktasi (menghasilkan susu) dibeli Rp 10 juta per ekor, sapi dara yang bunting dihargai Rp 9 juta, dan sapi dara tindak bunting Rp 7 juta. Sementara untuk harga hewan ternak lain, tidak pernah terpublikasi.
Pengungsi Merapi terus bertambah seiring zona aman yang mencapai 20 KM. Masalah terus bertambah kompleks. Mereka tidak hanya sekedar butuh makan, tidur, atau bermain ular tangga. Ada yang terenggut selama pengungsi tinggal di barak. Kebiasaan bekerja yang mulai tertinggal, tidak lagi ngarit, memerah susu, atau menambang pasir. Di pengungsian, kejenuhan dan stress mulai muncul. Tidur bersama orang lain yang tak saling mengenal dalam suasana terbuka. Rawan penyakit, tidak nyaman, dan tidak bisa bercinta.
Pemerintah tak memberi contoh yang baik dalam menyikapi bencana, seperti yang dipertontonkan pemimpin-pemimpin tersebut. Ada kesenjangan harapan, antara pola pemerintah dengan keinginan rakyat. Tidak ada kekuatan yang nampak dari lembaga pemerintah untuk mengelola keadaan. Rakyat disini mengambil peranan dengan caranya sendiri. Mungkin, karena ada ketidak percayaan.
Bencana ini, memanggil solidaritas bangsa. Disemua lini, masyarakat menggalang bantuan, ribuan relawan berdatangan, posko-posko berdiri. Dengan atau tanpa restu pemerintah. Tapi lihatlah kecongkakan dan ‘perlawanan’ petinggi Demokrat terhadap derita rakyat. Mereka mengabaikan perasaan dan menyederhanakan persoalan. Pengungsi, tentu tidak hanya sekedar butuh nasi yang ditambah atau bermain ular tangga!! Pengungsi berpikir tentang rumah yang rusak, tentang ternak yang mati, sekolah dan masa depan anak, kehilangan komunitas masyarakat dan budaya yang terengut wedhus gembel.
Pertarungan pencitraan dalam wahana bencana sangat kental terasa. Dalam dunia citra, kita bisa menundukkan muka tanda berduka namun menebar optimisme untuk merebut simpati. Dalam dunia politik, silahkan memakai topeng karena rakyat juga sudah terbiasa. Dalam dunia bencana, mari bersama meringankan luka. Bisakah simpati didapat jika perilaku elite partai seperti itu?.
Atau mungkin, petinggi Partai Demokrat lupa pentingnya marketing politik?. SBY yang selalu mengajak pelaku politik untuk beretika, ternyata tak mempelopori penggunaan etika untuk anakbuahnya, dalam menyikapi persoalan bencana. Semua sah dalam politik. Termasuk penggunaan bencana sebagai ajang kampanye. Seperti misalnya bertaburannya, bendera berbagai organisasi yang berkibar dan menunjukkan ‘kehadiran’ meski masih ‘seolah-olah’ karena kontribusi yang bisa dipertanyakan dalam mengurangi beban bencana. Arena pengungsian seperti pasar malam. Ribuan pengungsi terjepit dan tidur dibawah kibaran bendera partai yang gagah meski tertutup abu vulkanik. Akar kemanusiaan sebagai langkah pertama penanganan bencana semakin ditepikan.
Adakah ketidaksadaran dari Marzuki Alie, Ani Yudhoyono, SBY, atau Andi, bahwa jejak langkah mereka terekam oleh media padahal media ‘berhasil’ dimanfaatkan oleh Demokrat untuk membangun citra, seperti saat kampanye kemarin. Pernyataan-pernyataan yang kontras dengan solidaritas bangsa, ini telah menjatuhkan citra Demokrat, meski belum telak, namun sudah terakumulasi.
Pernyataan yang terlontar, tidak mententramkan perasaan yang dipenuhi kegundahan. Rakyat semakin kalang kabut dalam ketidakpastian. Acchh,,bencana memang tidak pernah indah. Tapi melihat bangsa ini bersatu untuk bangkit dalam bencana, adalah keindahan. Dan keindahan itu, harusnya tak dirusak oleh penguasa. Rakyat ‘tampaknya’ akan mampu bangkit sendiri, tanpa meminggirkan bantuan dari pihak lain.
Milan Kundera pernah berkata, perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa, dan kami, tampaknya tidak akan lupa terhadap hal-hal yang menyakitkan seperti ini. Dan senjakala Partai Demokrat adalah keniscayaan jika mereka masih abai pada problema mendasar kebutuhan

Jumat, November 05, 2010

terima kasih telah mengerti jalan sepi yang kutempuh..semangati aku..tanggung jawab ini bukan serta merta, ini adalah kepercayaan,,dan seperti yang sudah-sudah, aku pantas dipercaya..
lelah adalah bagian dari manusia..namun mencintaimu adalah kewajiban dan hak yang harus dipenuhi..dan untuk itu,.aku tidak akan pernah lelah, istriku

Senin, November 01, 2010

Dunia Abu Kekuasaan

Dunia Abu Kekuasaan

Hidup itu tidak pernah aman
karena ada bahaya disini
tak perlu percaya pada budak yang memimpin
memberontakinya adalah jalan yang terpilih

derita dan duka adalah kawan abadi kekuasaan
cintalah pertahanan terakhir,.atas nama apapun
jalan ini kadang terpencil,.terjal,.dan menciut
jangan bermimpi menjangkau bintang

ada kakek berkisah tentang hidupnya..
tak indah memang, namun harus tetap kudengarkan
panennya tak lagi utuh, ternak tak terurus.,
tercuri renternir berseragam
mencoba tulus tapi tetap tak rela
wajah memelas berteman rokok tak terbakar

nyanyian nina bobo nan melenakan
dunia ini dipenuhi abu

(2/11) merapi

Senin, Oktober 11, 2010

Cacing Adalah Harapan Kehidupan




Cacing Adalah Harapan Kehidupan

Bagi sebagian orang, cacing adalah binatang menjijikan yang harus dihindari. Binatang yang hidup dalam tanah ini, pun menjadi makhluk yang dihindari. Namun saat ini, bagi Kelompok Peternak Brajagama, Dusun Brajan, Tamantirto, Kasihan, cacing adalah harapan kehidupan. Cacing menjadi sandaran kehidupan setelah mereka menyadari, profesi lama sebagai perajin batu bata telah merusak alam dan tak lagi bisa menjamin nafkah keluarga karena kualitas tanah yang terus merosot.
Seorang peternak, Irnadianto mengatakan dari sekitar 400 KK Dusun Brajan, 80 persen diantaranya adalah perajin batu bata. “Ternak hanya menjadi sambilan, namun sekarang mereka harus berpikir ulang karena tanah tidak lagi bisa digali,” ujarnya kepada KR, Sabtu (9/10). Menurutnya, warga saat ini musti berlomba melakukan penghijauan karena lahan semakin kritis dan mulai tergerak untuk ber-integrated farming. Caranya, dengan mengkombinasikan kambing dengan budidaya cacing.
Awal 2008, kisah Irnadianto, hanya ada 2 kambing yang diternak oleh kelompok ini. Sekarang, jumlahnya mencapai 90 ekor. “Daripada kotorannnya terbuang percuma, kami pun berkonsultasi dengan UGM agar bisa dimanfaatkan,” ujarnya. Kelompok ini pun mulai mengembangkan cacing dan belut, dengan kotoran kambing sebagai pakannya.
Irna, panggilan akrabnya, mengungkapkan bahwa caing dipilih karena tidak memakan banyak tempat, perawatan mudah, serta yang terpenting, keuntungan yang lumayan. Modal awal, ungkapnya, hanya membeli bibit cacing seharga Rp 80 ribu per kilonya ditambah media hidup yang terbuat dari owol atau ampas aren seharga Rp 10 ribu. “Untuk rak dari bambu, saya buat sendiri,” ujar pemuda tamatan SMP ini.
Untuk perawatan, Irna hanya memberi makan dari kotoran kambing yang telah dicampur air selama semalam untuk selanjutnya ditiriskan dan dijemur. “Satu minggu dua kali,” terangnya. Agar cacing betah dan hidup, dia mengandalkan lampu kecil. Harapannya, cacing bersembunyi dalam owol dan berkembang biak. Kendala terbesar adalah gangguan tikus, serangga, dan ayam yang memang secara alamiah memangsanya.
Usia pengembangbiakan cacing hanya sekitar 3 bulan. Induknya, dapat terus beranak hingga tiga kali. Sementara anakan dipisah, cacing pun terus bekembang dan dipanen. Sekilonya, cacing siap panen dijual dalam kisaran Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu. “Saya berupaya agar budidaya ini berhasil dan semua warga meninggalkan penggalian tanah,” tegasnya. Nantinya, cacing ini dimanfaatkan untuk pengobatan segala penyakit pencernaan seperti tipus dan maag.
Indar Julianto, selaku Tim Pembina dari Universitas Gajah Mada (UGM) mengungkapkan bahwa pihaknya hanya berupaya mencarikan solusi agar kerusakan tanah tidak meluas. Dengan memelihara kambing, maka yang dibutuhkan adalah tanaman pakan. “Kami memotivasi warga agar lahan ini dapat diselamatkan karena kerusakannya sudah termasuk parah,” pungkasnya. (Dian Ade PErmana)

Rabu, September 15, 2010

mereka punya hak hidup....


Mereka Punya Hak Hidup

Deru suara knalpot kendaraan bermotor yang lalu lalang di ring road selatan beradu dengan tangisan puluhan balita. Mereka berebut mainan, berguling, dan sebagian minum susu. Pengasuh pun kewalahan mengikuti polah anak-anak yang ada di Panti Asuhan Gotong Royong di Tegalkrapyak, Bangunharjo, Sewon. Panti ini, khusus menampung anak balita yang tak 'diinginkan' oleh orang tuanya.
Menurut pendiri panti, Supriyati, saat ini ada 19 anak yang dirawat. Mulai dari usia satu bulan hingga 5,5 tahun. "Ada yang dititipkan oleh orang tuanya, ada juga yang kami temukan," ujarnya ketika ditanya mengenai asal usul anak asuh di Panti Gotong Royong. Mereka kebanyakan berasal dari keluarga tidak mampu.
Supriyati sendiri mendirikan panti ini sejak 2004, meski baru memiliki anak asuh pada 2005. Total, ada 39 anak yang pernah menghuni Panti Gotong Royong. "Alasan ekonomi serta ketidak siapan mental orangtua menjadi faktor pendorong untuk menitipkan anak anak mereka dipanti asuhan," ujarnya. Dia mengaku merawat anak-anak tersebut dengan 'naluri keibuan murni' karena tidak mengeyam pendidikan babby sister, termasuk 10 pengasuh lainnya. Prinsipnya, merawat seolah anak sendiri karena pengasuh berpandangan bahwa manusia memiliki hak untuk hidup.
"Selalu ada donatur yang mencukupi kebutuhan anak-anak," kata Supriyati. Kebutuhan tersebut antara lain susu, makanan bayi, dan pakaian. Tapi yang menyedihkan, panti ini masih menempati rumah kontrakan dan hampir setiap tahun berpindah tempat. Beruntung, Dinas Sosial Bantul bersedia mengganti uang sewa rumah, sehingga beban yang ditanggung pengurus panti pun sedikit berkurang.
Kepala Dinas Sosial Bantul, Mahmudi mengatakan bahwa bantuan yang diberikan adalah uang makan untuk anak-anak yang diberikan setiap bulan. "Kami berharap ada uluran tangan dari para dermawan untuk turut serta menafkahi anak anak panti asuhan," pungkasnya. (Dian Ade Permana)

Kamis, Agustus 26, 2010

SATU BULAN JADI BUPATI

SATU BULAN JADI BUPATI

Berharap PNS Lebih Giat Berzakat


Hari ini, Jumat (27/8), Hj Sri Suryawidati genap satu bulan menjadi Bupati Bantul. Dia merasa, masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk dapat menggapai cita-cita tercipta emphatic goverment yang masuk dalam program 100 hari kepemimpinannya. Diantaranya adalah tingkat kedisiplinan PNS dan kepedulian kepada sesama.
Bupati yang akrab dipanggil Ida ini mengemukakan bahwa dirinya berharap agar kedisiplinan PNS terus ditingkatkan. Saat awal menjabat, pukul 07.30 sampai kantor, dia mengaku suasana masih sepi. "Mobil-mobil belum banyak yang datang," terangnya. Selan dua minggu, ritme kerja pagi, mulai bisa diadaptasi dan saat ini, sudah terasa ramai.
"Dengan disiplin, maka pelayanan dapat optimal," tegasnya. Ida sendiri menyatakan akan terus melakukan sidak-sidak ke kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melihat langsung kinerja PNS. Menurutnya, pola kerja yang diterapkan sudah mulai bisa diadaptasi dan mulai berjalan baik. Soal polemik 5 hari kerja, menurut Ida tetap akan diujicobakan hingga Desember mendatang. Setelah ada evaluasi, baru akan dimabil keputusan.
Untuk kepedulian kepada sesama, Ida meminta agar PNS rela membayar zakat. "Semua yang kita terima, sisihkan untuk anak yatim," pinta istri Drs HM Idham Samawi ini. Menurutnya, menyisihkan harta tidak akan mengurangi, namun malah menambah karena Allah akan memberikan jalan yang lebih baik.
Saat ini, imbuh Ida, ada investor yang akan menanamkan modalnya di Bantul. Untuk yang pabrik konveksi, akan merekrut 1500 tenaga kerja. "Itu lebih bersifat perluasan, nanti total pekerja ada 300 orang," terangnya. Investor lain adalah pabrik rokok.
Hal menarik lain adalah dinding-dinding di lantai 2 Gedung Induk Parasamya, tempat kerja Bupati Bantul, dipasang puluhan lukisan karya pelukis Bantul, termasuk karya Basuki Abdullah. "Itu koleksi pribadi, biar lebih cantik dan tidak gersang," ucap Ida. Bahkan dalam waktu dekat, ia mengaku akan segera merubah ruang kerja sekaligus menghiasi dengan tanaman. (Dian Ade Permana)

Rabu, Agustus 25, 2010

Ucup Membaca Indonesia


Ucup Membaca Indonesia


Menyimak kiprah Muhammad Yusuf alias Ucup dalam dunia seni rupa, tentu tak bisa dilepaskan dari Taring Padi (TP), komunitas yang digelutinya. Ucup dan TP, seolah saling mempengaruhi dalam penciptaan karya. Melihat pameran tunggal yang bertajuk 'Aku dan You' di Tembi Contemporeri, yang dihelat mulai 24 Agustus hingga 14 September ini, keterkaitannya sangat kentara.
Kritik sosial, masalah lingkungan, dan problematika keluarga, coba ditampilkan Ucup yang mengaku sangat cinta Indonesia ini. "Aku" kata Ucup, ada bentuk pengalaman personalnya dalam menjalani kehidupan. Berdasar pengetahuannya, dia mencoba mengarungi Indonesia yang kaya namun tak ramah ini. Sementara 'You' adalah kekuatan luar yang menghubungkannya dengan dunia hingga mampu bertahan.
Ucup menyatakan bahwa dirinya telah berdamai dengan keadaan Indonesia yang masih jauh dari idealisasinya, juga idealisme TP. "Meski begitu, kami tetap akan berjuang dan kritis," tegasnya.
Dalam karya Kamar 3 X 3, Ucup menggambarkan kondisi keluarga Indonesia yang jauh dari sempurna. Sebuah keluarga yang memiliki 4 anak, namun berumah sempit. Tak ayal, kondisi ini memaksa sang ayah tidur dilantai. Merelakan 'nafsu-nya' yang terenggut keadaan. Sembari memegang kepala, yang bertanda kefrustasian, tapi tak bisa berbuat apa pun. Kepala keluarga itu hanya menyerah tanpa perlawanan. Karena keadaan ekonomi yang tak memungkinkan.
Sementara di Antara Aku, Pabrik-pabrik, dan Sawah Terakhir, Ucup melukiskan kondisi penyusutan lahan pertanian yang tergusur pabrik penghasil produk instan yang merusak alam. "Petani hanya mampu membawa cangkul, namun lahan mereka terus terenggut," cetusnya. Dia menilai, kondisi ini sangat ironis ditengah kekayaan alam Indonesia. (*-7)

KR-DIAN ADE PERMANA

Lukisan Ucup berjudul Kamar 3 X 3

Sabtu, Agustus 14, 2010

Jam Bancet, Penunjuk Waktu Sholat Nan Akurat


Jam Bancet, Penunjuk Waktu Sholat Nan Akurat

Jauh sebelum jam digital digunakan sebagai penunjuk waktu, jam bancet, atau jam yang menggunakan matahari sebagai patokan, telah digunakan untuk menandai waktu sholat. Salah satu masjid yang tetap menggunakan teknologi kuno itu adalah Masjid Mirojul Muttaqinalloh di Jejeran, Kecamatan Pleret.
Menurut Takmir Masjid Mirojul Muttaqinalloh, Aslam Ridhlo, masjid yang didirikan pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono III ini termasuk dalam Masjid Kagungan Dalem. “Jam bancet itu sudah ada sejak masjid berdiri,” terangnya.
Dia mengatakan bahwa jam tersebut menunjukkan waktu untuk sholat Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. “Orang yang bisa membaca jam bancet hanya mereka yang memiliki Ilmu Falaq,’ ungkapnya. Dia meyakini bahwa jam yang menggunakan tenaga matahari ini sangat akurat, karena bersinggungan langsung dengan alam. Sementara jam digital, imbuhnya, sangat bergantung kepada ‘setelan’ dari manusia, dan dimungkinkan terjadi kesalahan.
Saat masuk waktu sholat, adzan akan dikumandangkan oleh 5 orang dan dilakukan 2 kali untuk setiap akan sholat. Aslam menyatakan bahwa adzan yang dikumandangan oleh 5 orang bertujuan untuk memperkuat ‘seruan’ agar umat Muslim segera melakukan sholat. Sementara adzan, dilakukan ketika sudah memasuki waktu sholat dan usai khatib berkhotbah.
Mimbar dimasjid ini juga unik. Dibuat tahun 1331 Hijriyah, tahun ini genap satu abad, mimbar dibuat bertingkat. ”Dengan bertingkat, maka pengkhotbah bisa melihat jamaah hingga yang paling belakang,” kata Aslam. Pengakuan atas sejarah masjid ini dibuktikan dengan dimasukkannya menjadi salah satu benda cagar budaya (BCB).
”Semua benda yang ada didalam masjid, masih seperti pertama ketika dibangun,” jelasnya. Meski saat ini masih dalam tahap renovasi, namun arsitektur pertama masjid tetap dipertahankan. Aslam mengatakan, renovasi diperlukan karena saat gempa bumi melanda Bantul 27 Mei 2006, masjid ini rusak dibeberapa bagian. (Dian Ade Permana)

Kamis, Agustus 05, 2010

Bioetanol, Solusi Ditengah Ledakan Gas



Bioetanol, Solusi Ditengah Ledakan Gas

Ditengah bayang-bayang ledakan tabung gas yang banyak terjadi akhir-akhir ini, siswa SMK Muhammadiyah I Bambanglipuro menciptakan kompor bioetanol yang aman, minim resiko, dan murah. Penemuan ini telah mendapat penghargaan sebagai juara dalam Kompetisi Inovasi Ide Kreatif Anak Negeri 'Science Tech Idol' dari Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Siswa yang mewakili sekolah adalah Nevia Subekti, Triono, dan Ahmad.
Pembimbing siswa, Drs Mardianto dan Plt Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah I Bambanglipuro, Drs Maryoto mengatakan total biaya produksi kompor hanya Rp 35.000. "Sementara untuk destilator yang berfungsi membuat bioetanol hanya senilai Rp 150 ribu," terangnya kepada KR, Kamis (5/8). Murahnya biaya ini dikarenakan bahan baku berasal dari kaleng bekas. Dengan alat ini mampu menghasilkan bioetanol sekitar 7 liter perhari.
Mardianto mengatakan, bioetanol yang berasal dari umbi-umbian ini mampu menghasilkan kalori panas hingga 92 persen. "Produksi bioetenaol di SMK mencapai 100 liter perhari," jelasnya.
"Dengan teknologi ini, penggunaan akan semakin hemat karena satu liter dapat menghidup api hingga 6 jam," terangnya. Sementara kebutuhan, minyak tanah untuk rumah tangga, 2 liter perhari. Menurutnya, karena tanpa tekanan, menggunakan mekanisme infus, dan tanpa sumbu, pengeluaran bahan bakar dapat dikontrol.
Proses pembuatan bioetanol sendiri dimulai dari umbi yang telah diparut dan selanjutnya dijadikan bubur. "Kemudian dipanaskan hingga terpisah antara karbohidrat dan gula," jelas Mardianto. Setelah difermentasi selama 3 hari, selnjutnya disuling dan menjadi bioetanol.
Sementara Maryoto menjelaskan bahwa sekolah berencana membangun pabrik bioetanol yang dapat memproduksi hingga 300 liter perhari. "Awal tahun 2011 rencana tersebut akan direalisasikan," terangnya. Sementara Pemkab Bantul, mendukung dengan memberikan bibit umbi sebagai bahan dasar bioetanol. (Dian Ade Permana)

Sabtu, Juni 12, 2010

Merti Dusun Krebet, Pajangan, Bantul





Merti Dusun Untuk Desa Wisata Krebet



BANTUL - Ditengah guyuran hujan, ratusan warga Dusun Krebet, Desa Sendangsari, Pajangan yang berkumpul di Pendopo Sarosan berebut gunungan hasil bumi setinggi 1,5 meter. Gunungan tersebut adalah hasil bumi yang dirangkai oleh warga untuk perayaan merti dusun. Kurang lebih ada 200 tumpeng yang dibawa warga.

Seolah tak mempedulikan tubuh yang basah, warga dengan khusyuk mengikuti prosesi yang bertujuan untuk mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta. Gunungan yang berbuat dari buah dan hasil bumi Krebet ini terdiri dari padi, lombok, bawang merah, bawang putih, tomat, kacang panjang, wortel, pisang, jeruk, apel, semangka, anggur. Sebelum diperebutkan, gunungan hasil bumi diarak melewati desa dari kantor dusun ke Pendopo Sarosan dikawal Bergodo Mas Karebet yang menggunakan pakaian Jawa lengkap.

Kepala Desa Sendangsari, Sapto Sarosa mengatakan selain sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT, acara ini sekaligus pencanangan Desa Wisata dengan ikon batik kayu. Dia mengungkapkan simbol dari merti dusun adalah Tumpeng Langgeng dan Panjang Ilang.

Tumpeng Langgeng merupakan persembahan untuk Pencipta agar seluruh keluarga besar Dusun Krebet dilindungi dalan setiap langkahnya. ”Langgeng dalam pekerjaan serta tercipta kerukunan antar saudara,” jelasnya. Sementara Panjang Ilang adalah gambaran dari sejarah terbentuknya pedusunan hingga tercipta komunitas masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera.



Sementara itu, GBPH Joyokusumo yang menjadi bapak asuh Desa Wisata Sendangsari mengatakan sangat mendukung kegiatan ini. Menurutnya jika dilaksanakan dengan konsisten dan kreatifitas, maka akan mendatangkan wisatawan.(Dian Ade Permana)

Senin, Juni 07, 2010

Penambang Berharap Fasilitas Pariwisata

ALIH PROFESI PENAMBANG PASIR


Penambang Berharap Fasilitas Pariwisata

SRANDAKAN - Kegiatan penambangan pasir di Dusun Bendo, Trimurti, Srandakan semakin mengkhawatirkan. Meski sudah ada peraturan yang melarang penambangan, warga tetap mengambil pasir dan batu dari Sungai Progo. Hal ini karena tidak ada pekerjaan lain yang dapat menghidupi keluarga.

Menurut Kepala Dusun Bendo, Partono, hampir 80 persen dari sekitar 600 warga, menggantungkan hidupnya dari material Sungai Progo. ”Warga dan pamong menyadari kegiatan tersebut merusak lingkungan,” ujarnya kepada KR, Rabu (2/6). Bahkan dibeberapa titik, lubang galian terus membesar, sempat longsor ketika hujan, dan terparah terjadi abrasi dengan panjang sekitar satu kilometer.

Partono mengungkapkan telah ada upaya agar penambang beralih profesi dari penambang pasir. Selain program transmigrasi dari pemerintah kabupaten, ada bantuan kambing. ”Tapi itu belum maksimal karena tidak sesuai dengan aspirasi penambang,” ungkapnya. Penambang menginginkan usaha perikanan dan pariwisata air di Bendung Sapon.

Untuk perikanan, diharapkan ada sudetan dari Sungai Progo ke arah lubang-lubang bekas penambangan. Sementara pariwisata, mengandalkan perahu dan pemancingan. Jika pembangunan berjalan, warga menginginkan ada panggung khusus untuk menggelar pertunjukan.

”Kami terkendala dana, meski pernah menghadap Dinas Pariwisata namun tidak mendapat respon,” kata Partono. Dia menyatakan bahwa pengunjung Bendung Sapon pada hari Minggu dan sore hari cenderung ramai, berkisar antara 200 orang. Tapi karena tidak ada fasilitas penunjang, pengunjung pun berkurang. Bahkan, imbuhnya, beralih ke taman wisata yang masuk dalam wilayah Kulonprogo.

Koordinator penambang pasir Bendung Sapon, Sutamtomo mengaku setuju jika penambang pasir berkerja dibidang perikanan atau pariwisata. ”Terus terang, sebagai penambang banyak resikonya,” ungkapnya. Selain itu, penambang juga merasa was-was karena bekerja melanggar peraturan dan seringkali dirazia oleh Sat Pol PP.

Sekretaris Komisi B DPRD Bantul, Ahmad Badawi mengungkapkan penambang memang seharusnya berpikir untuk beralih profesi yang tidak melanggar peraturan dan tidak merusak lingkungan. Namun untuk sektor pariwisata, selain faktor penunjang juga harus dipersiapkan mental yang baik. (Dian Ade Permana)

Pemkab Bantul Desak Dokumen Sebagai Dasar

SENGKETA BLOK SANTAN

Pemkab Bantul Desak Dokumen Sebagai Dasar



BANTUL - Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Sekretaris Daerah Drs Gendut Sudarto Kd BSc MMA meminta pemerintah pusat menggunakan dasar-dasar dokumen sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam sengketa blok Santan. Jika hanya berdasar keterangan warga dan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka keputusan tidak akan fair.

Gendut menyatakan, sengketa lahan tersebut mulanya diserahkan kepada propinsi, namun karena rumit dinaikkan ke Menteri Dalam Negeri. Setelah tim dari pusat datang, mereka menginventaris data dengan melakukan tanya jawab dengan warga dan BPN. Jika menurut warga, tentu akan memilih Sleman karena selama ini warga berhubungan dengan Pemerintah Kabupaten Sleman.

”Sementara untuk BPN, mereka seharusnya hanya mencatat kepemilikan sertifikat, bukan mengenai wilayah,” tegas Gendut kepada KR, Kamis (4/6). Dengan demikian, BPN dapat melampaui kewenangannya dalam menjalankan tugas. Dia meminta dasar dari BPN dianulir karena tidak relevan.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi A DPRD Bantul, Agus Effendi menyatakan bahwa budaya dan kebiasaan masyarakat tidak bisa dijadikan dasar untuk penentuan wilayah. ”Tentu bisa saja berbeda, karena itu hanya soal kebiasaan,” ungkapnya. Dia menilai persoalan kultur tidak dapat mempengaruhi administrasi. Dari dokumen lama, Blok Santan berada di wilayah Bantul,.

Gus Eff, panggilan Agus Effendi, mengungkapkan bahwa jika persoalan sengketa Blok Santan ini tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, maka Pemkab Bantul harus menempuh jalur hukum. Dia mengaku kecewa karena persoalan tapal batas ini telah berlarut-larut dan tidak diuji dengan menggunakan dokumen, hanya berdasar dasar di lapangan.

”Saat ini data dokumen masih ada, kenapa itu diabaikan,” tegasnya. Meski meminta Pemkab Bantul untuk menyiapkan langkah hukum, namun Gus Eff mengharapkan untuk menanti keputusan final dari Menteri Dalam Negeri sebelum bertindak lebih lanjut. (Dian Ade Permana)

Cita-cita Proklamasi Semakin Menjau

Cita-cita Proklamasi Semakin Menjauh


BANTUL - Bupati Bantul yang juga Ketua DPD PDIP DIY, Drs HM Idham Samawi menyatakan bahwa cita-cita proklamasi semakin jauh dari tujuan bangsa. Pasalnya, kondisi riil saat ini sangat berbeda dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Jika tidak ada perubahan kongkrit dan bersifat revolusioner, maka Bangsa Indonesia akan semakin terpuruk.
Idham mengungkapkan bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah melindungi rakyat dan segenap tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan berbangsa, dan turut menciptakan kemerdekaan dunia. “Namun yang terjadi, banyak pemimpin yang tidak peduli dengan nasib rakyatnya,” tegasnya dalam acara Transfer Ideologi Pancasila di Jomegatan, Nitiprayan, Sabtu (5/6).
Sebagai contoh, lanjutnya, rakyat tidak bisa meminjam uang di bank jika tidak memiliki jaminan. “Berapa banyak rakyat yang memiliki aset, jika terus begini, maka perekonomian rakyat tidak akan membaik karena tidak memiliki modal,” kata Idham. Kebijakan lain, adanya ketentuan pengelolaan dan penyewaan tanah hingga 90 tahun. Dia menilai bahwa pola ini akan semakin menyengsarakan rakyat.
Idham menegaskan bahwa untuk keluar dari belenggu tersebut, maka perlu diupayakan kedaulatan dan kebebasan dalam menentukan pilihan politik, berdikari secara ekonomi, dan berkebudayaan. “Kita harus kembali bekerja keras untuk membela rakyat dan mengangkat Negara,” pinta Idham. Khusus untuk jajaran PDIP, harus kembali merapatkan barisan dan melakukan konsolidasi.
“Saat ini PDIP sedang menginventaris peraturan yang tidak berpihak pada rakyat,” buka Idham. Sebagai bentuk evaluasi, akan melibatkan tiga pilar yang terdiri dari pengurus struktural partai, anggota legislatif di DPR, dan eksekutif sebagai kepala daerah. Dia mengungkapkan, dengan sinergi yang kuat, maka akan melahirkan kepemimpinan dan pemerintahan yang berdaulat. Sebagai wujud keberhasilan tersebut, PDIP mampu memenangkan hampir 70 persen dari pemilukada yang diikuti.(Dian Ade Permana)

SEKOLAH SWASTA TERANCAM KEKURANGAN SISWA

SEKOLAH SWASTA TERANCAM KEKURANGAN SISWA

BMPS Minta Solusi DPRD


BANTUL - Sekolah swasta terancam kekurangan murid jika sekolah negeri berencana untuk menambah kelas. Pasalnya, orang tua cenderung memasukkan anak ke sekolah negeri. Jika penambahan kelas di sekolah negeri jadi diwujudkan, maka akan mengancam keberlangsungan sekolah swasta. Menurut Koordinator Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Agus Rahayudi, selain persoalan kuota siswa, waktu pendaftaran juga harus diperhatikan dengan seksama.

Agus menyatakan waktu pendaftaran yang dialokasikan saat ini, hanya berjarak satu hari dari pendaftaran di sekolah negeri, menjadikan penerimaan siswa tidak maksimal. “Waktunya sudah sangat mepet sehingga sekolah swasta kesulitan mendapatkan siswa baru,” terang Agus di Gedung DPRD Bantul, Senin (7/6).

Selain persoalan siswa baru, BMPS juga mengutarakan persoalan mengenai guru wiyata bhakti yang telah diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Agus mengatakan bahwa setelah jadi PNS, harusnya guru tersebut dikembalikan kepada sekolah asal, bukan diminta mengajar di sekolah negeri. “Penempatan harus diatur, ini demi keberlangsungan pendidikan di sekolah swasta,” tegas Agus. Selain itu, untuk honor GTT/PTT juga harus mendapat perhatian karena menyangkut kesejahteraan pegawai.

Menanggapi BMPS, Ketua Komisi D DPRD Bantul, Fachrudin mengatakan akan segera memfasilitasi pertemuan antara BMPS dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Bantul, baik Dasar maupun Menengah dan Non Formal. “Tujuan pertemuan untuk membahas petunjuk teknis pendaftaran yang akan dimulai pada 30 Juni mendatang,” terangnya. Dengan adanya peraturan yang berdasar kesepakataan tersebut maka diharapkan akan tercipta out put yang akomodatif.

Untuk honor GTT/PTT, pola pemberian intensif tetap menggunakan cara lama. ”Sementara untuk yang 2011, akan ada perubahan, namun saat ini masih dalam pembahasan,” terang Fachrudin. Namun yang pasti, imbuhnya, DPRD bersama Dinas Pendidikan sepakat untuk mengawal Peraturan Gubernur DIY agar tidak ada keputusan yang merugikan sekolah di Bantul. (Dian Ade Permana)

Kamis, Mei 13, 2010

Jangan Percayai Politikus

BANTUL - Jangan pernah mempercayai politikus. Demikian pesan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), J Kristiadi. Pasalnya, seringkali politikus dalam mengambil keputusan bergantung dengan kondisi saat itu, yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat.
Kristiadi mengatakan bahwa yang harus lebih diperhatikan dari seorang politikus adalah tindakan dan perilakunya dalam memperjuangan aspirasi rakyat. ”Atau dalam kondisi tertentu, politikus selalu berasalan langkah yang ditempuh adalah bagian dari strategi,” ujarnya dalam Diskusi ”Kemana Arah Bantul 5 Tahun Kedepan” di Aula Bank Bantul, Sabtu (1/5).
”Pemimpin harus bisa membuat terobosan untuk hal-hal konkrit,” katanya. Bahkan, rakyat dapat langsung melakukan kontrol dan menggugat jika keputusan yang diambil tidak pro rakyat. Hal ini karena pemimpin adalah produk rakyat yang hasilnya harus dipertangggungjawabkan.
Dia menilai bahwa tidak ada pemimpin yang bisa menghambat kemajuan berdemokrasi rakyat. ”Di Bantul ini saya nilai sudah cukup baik, dan bupati kedepan memiliki beban untuk menyamai pemimpin saat ini,” jelas Kristiadi.
Tantangan yang terberat bagi kepala daerah adalah sinergitas pemerintah pusat dan daerah seringkali terganggu karena kondisi yang berbeda. Kristiadi menyatakan perbedaan visi misi, perbedaan kondisi koalisi adalah hambatan komunikasi untuk pembangunan.
Sosiolog dari Universitas Gajah Mada (UGM), Arie Sujito menyatakan biaya demokrasi sebenarnya tidak mahal. ”Yang mahal adalah biaya politik,” terangnya. Dalam setiap pemilukada, harusnya ada kesepakatan dan komitmen calon untuk tidak mengumbar uang demi kepentingan pragmatis. Jika sikap ini terus dipelihara, maka kandidat dan rakyat akan menderita kerugian.
Dalam pemilukada, yang harus diraih idealnya ada tiga kemenangan yang dicapai. Yakni kemenangan simbolik melalui pemasangan alat peraga, kemenangan moral lewat etika, dan kemenangan perolehan suara.
Dia menilai pelaksanaan pemilukada hanyalah penopang pemilukada. Namun dalam setiap pelaksanaannya, tidak pernah ada kemajuan kualitas. Ari menegaskan bahwa yang terpenting adalah bangunan struktur pemerintahan. Karena setiap gerakan politisasi yang tidak tepat dapat merusakan tatanan yang terlah terbangun.
Untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), dia berharap agar tidak hanya memberikan sosialisasi dan pendidikan pemilihan, namun juga musti memperhatikan pendidikan politik. ”Ini agar tidak ada pragmatisme dalam menentukan pemilihan,” ungkapnya.
Untuk peningkatan kesejahteraan, Dr Maryatmo dari Universitas Atmajaya menegaskan perlunya daerah mengembangkan kualitas sumber daya manusia, jejaring, dan kepastian hukum. ”Untuk Bantul, pengiriman guru untuk sekolah hingga S2 adalah langkah maju daerah,” ungkapnya. Dia juga menegaskan perlunya efisiensi untuk penyelenggaraan pemilukada. (Dian Ade Permana)

Hanya Pencitraan, Sosialisasi Spanduk Tak Lagi Efektif

Hanya Pencitraan, Sosialisasi Spanduk Tak Lagi Efektif

BANTUL - Dalam setiap pagelaran pemilukada, para kandidat yang bersaing tak bisa lepas dari spanduk. Media ini masih dipandang sebagai alat untuk memperkenalkan diri dan sosialisasi yang murah dan efisien. Namun seringkali, spanduk adalah sumber keributan, hal ini dapat terjadi ketika dipasang pada tempat yang tidak tepat, hilang, atau pun rusak. Akibatnya, kubu yang bersaing saling tuding.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia UI yang juga peneliti senior CSIS, J Kristiadi memandang spanduk dari pasangan calon yang terpampang, tak lebih sebagai upaya pencitraan. Ditemui usai diskusi ‘Mau Kemana Bantul 5 Tahun Kedepan’ di Aula Bank Bantul, (Sabtu 1/5), dia menegaskan bahwa fungsi spanduk tak lagi efektif.
“Adanya spanduk tak lebih dari upaya mengangkat citra calon,” tegas Kristiadi. Dia menyatakan bahwa spanduk pencitraan tersebut dibutuhan calon untuk mengenalkan profil dalam waktu singkat namun mengena.
Selain itu, kata filosofi berbau jargon yang biasa tertulis dalam spanduk, malah menjadikan beban berat pasangan calon. “Kata yang tertulis, jika tidak dilaksanakan dengan baik dan betul, bisa ditagih oleh rakyat,” terangnya. Langkah ini, malah menjadikan blunder untuk pasangan.
Kristiadi menegaskan jika antara kata dalam spanduk dan perbuatan serta kebijakan, jika pasangan calon terpilih, tidak sesuai maka akan tercipta distorsi. Hal ini karena kata dalam spanduk yang tertanam dalam benak rakyat tidak menyentuh subtansi persoalan yang dialami oleh rakyat. Maka yang terjadi hanyalah fatamorgana dan kehidupan rakyat tak akan berubah kea rah yang lebih baik.
“Kampanye yang baik adalah menjelaskan program secara gambling,” tegas Kristiadi. Program yang disusun disertai target pencapaian dan alokasi waktu kerja serta disampaikan dengan bahasa yang mudah, akan lebih mudah dicerna.
Terkait pilihan DPC PDIP Bantul yang mendaftarkan pasangan Drs Kardono Ibnu Kadarmanto Karib namun malah mendukung Hj Sri Suryawidati Drs Sumarno Prs Idaman, Kristiadi menegaskan bahwa PDIP harus menjelaskan kepada seluruh unsur partai agar tidak dituduh melakukan pembohongan.
“Mulai dari tingkat PAC, DPC, DPD, hingga DPP dan organisasi sayap harus dikasih tahu mengenai alasan dan jelaskan keputusan yang telah diambil,” terangnya. Kristiadi menilai jika mekanisme internal sudah menyetujui, maka langkah PDIP adalah sah secara politik.
Namun secara khusus Kristiadi meminta kepada Komisi Pemilihan Umum KPU untuk mengkaji kembali peraturan yang telah dibuatnya. “Kejadian di Bantul adalah pengalaman politik, kita semua perlu belajar dari sini,” pungkasnya. (Dian Ade Permana)

Lurah Ancam Usir Warga di Tanah Kas



JIKA TAK PILIH SUKADARMA
Lurah Ancam Usir Warga di Tanah Kas

BANTUL - Ratusan warga yang tinggal di tanah kas Desa Baturetno, Banguntapan resah. Pasalnya mereka diancam akan digusur oleh Kepala Desa Baturetno, Jumadi Ismintarjo jika tidak mendukung pasangan Sukardiyono-Darmawan (Sukadarma) dalam pemilukada Bantul 23 Mei 2010.
Menurut salah seorang warga, Zaenal Sastrowiyono (76) warga yang tinggal di tanah kas Desa Baturetno dikumpulkan pada Kamis (13/5). "Di balai desa, kami diminta menandatangani surat pernyataan untuk mendukung Sukadarma, jika tidak, kami akan digusur," ujarnya, kemarin. Dia mengakui bahwa status tanah yang sekarang ditempati adalah menyewa sebesar Rp 1500 permeter persegi untuk satu tahun.
Karena diancam gusur, warga pun ketakutan. Hal ini dikarenakan tidak memiliki tempat tinggal lain. Rata-rata, warga menyewa tanah kas desa sudah lebih dari 20 tahun. Zaenal menyatakan, ada sekitar 30 rumah di tanah kas desa yang terletak di RT 01 Pelem Lor, Baturetno. "Kami semua sudah memiliki KTP Bantul, dan yang memiliki hak pilih ada 65 orang," terangnya.
Mojo, warga lain, mengungkapkan pertemuan yang difasilitasi Kepala Desa Jumadi untuk mendukung Sukadarma sudah dilakukan dua kali. "Yang pertama dulu cuma tokoh masyarakat dan perangkat, tapi tadi (kemarin) seluruh warga yang tinggal di tanah kas," ungkapnya. Warga yang terancam diusir, kata Mojo, selain yang memiliki rumah juga penyewa tanah yang digunakan sebagai lahan pertanian dan perikanan.
"Kami menduga warga ditekan seperti ini karena 'sulit ditembus' oleh Sukadarma," duga Mojo. Dia menyatakan sebagai warga Bantul, akan menggunakan hak pilihnya sesui dengan hati nurani dan memilih pemimpin yang dapat meningkatkan kesejahteraan warga.
Dikonfirmasi, Kepala Desa Baturetno, Jumadi Ismintarjo mengaku meminta warga untuk menandatangani pernyataan untuk mendukung Sukadarma. "Mengelola tanah kas adalah kewenangan saya, sebagai kader Sukardiyono, saya menggunakan kemampuan untuk mendukung calon bupati pilihan saya," ungkapnya.
"Kalah menang kita belum tahu, namun saya menggunakan otoritas untuk mendukung Sukardiyono," tegasnya. Jumadi menyatakan tanah kas desa seluas 3 hektar dan ditinggali 80 KK. Tanah tersebut terletak di semua pedukuhan yang bejumlah 8, kecuali Pedukuhan Ngipik.
Jumadi mengaku siap dengan segala resiko atas pebuatannya. "Jika kepala desa lain menggunakan kekuatan uang, saya dengan otoritas demi kemenangan Sukadarma," pungkasnya. (Dian Ade Permana)

Senin, April 12, 2010

Pembajakan Buku Capai 80 Persen

KRONIS, TERJADI DI YOGYA
Pembajakan Buku Capai 80 Persen

YOGYA - Kasus pembajakan buku di Yogya makin memprihatinkan. Tak kurang dari 80 persen buku yang beredar di pasar merupakan buku bajakan, Menurut Ketua Tim Penanggulangan Masalah Pembajakan Buku (PMPB) Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Pusat, HR Harry, peredaran buku bajakan di Yogya sudah masuk dalam kategori kronis. Padahal, pembajakan buku termasuk pelanggaran Undang-undang Hak Cipta No 19 tahun 2002.
Harry menuturkan peredaran buku bajakan di Yogya didominasi di Shopping Center dan wilayah Terban. "Untuk yang Shopping Center, disana sudah termasuk mafia," jelasnya kepada KR, Senin (12/4), ketika melakukan operasi di beberapa toko buku di Terban. Modusnya, pedagang menampung pembeli menggunakan jasa kurir. Selanjutnya, kurir ini yang akan melakukan negosiasi terkait harga buku dan tata cara pembelian.
Dari hasil penelusuran Ikapi, imbuh Harry, terdapat beberapa instansi pemerintah yang menggunakan jasa kurir ini. "Padahal sudah jelas buku bajakan lebih murah dari pada yang asli," katanya. Dia menengarai ada upaya manipulasi keuangan dengan membelanjakan kebutuhan buku di Shopping Center, sementara oknum tersebut mengakukan dengan harga buku yang asli.
"Untuk ratusan buku yang kami sita, akan dijadikan barang bukti," tegas Harry. Dengan melakukan pendekatan persuasif, diharapkan pedagang yang juga mitra penerbit, tidak lagi menjual buku bajakan. Jika tetap membandel, Ikapi akan melaporkan dengan ancaman pidana. Menurut Harry, pedagang yang telah memamerkan dan menjual buku bajakan, bisa terkena pasal pidana karena turut berperan dalam menyebarluaskan barang bajakan.
Harry menegaskan, buku abal-abal atau bajakan berharga lebih murah dari buku asli karena kualitas yang seadanya. Ini dikarenakan isi yang tidak jelas dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, cetakan buruk, dan jilidan yang rapuh.
"Untuk membongkar sindikat buku bajakan tidak mudah," aku Harry. Hal ini disebabkan ada keterkaitan antara percetakan, pedagang, dan pembeli yang mengincar harga murah. Dia mengatakan, kota-kota yang beriklim dinamis untuk pendidikan, cenderung menjadi incaran para pembajak buku.
Kepala Cabang Penerbit Erlangga Wilayah DIY, Ugartua Rumahorbo, mengungkapkan pembajak termasuk jeli dalam melihat peluang. "Pembajak bekerja cepat, ada buku Erlangga yang baru keluar satu minggu, sudah dibajak," ujarnya sambil menunjukkan buku berjudul Bisnis terbitan Erlangga yang telah dibajak.
"Pembajakan ini sangat merugikan penerbit dan penulis," terang Ugartua. Dia menyatakan pembelian buku asli terbitan Erlangga mengalami penurunan drastis dengan beredarnya buku bajakan. Sementara untuk penulis, dirugikan dalam hal penerimaan royalti. (Dian Ade Permana)

Kamis, April 08, 2010

PERAJIN MINYAK KELAPA TRADISIONAL


PERAJIN MINYAK KELAPA TRADISIONAL

Tetap Bertahan Meski Digempur Pabrikan

BANTUL - Perajin minyak kelapa yang dibuat secara tradisional di Mangiran, Srandakan tetap bertahan meski minyak goreng yang dibuat dari pabrik membajiri pasaran. Hal ini dikarenakan perajin tidak mau mengecewakan pelanggan yang sudah membeli sejak 30 tahun lampau.
Menurut Sulastri (54), perajin minyak kelapa yang tersisa, dalam sehari dia bisa membuat 36 liter minyak yang berasal dari 400 butir kelapa. “Dulu bisa mencapai 1500 butir, tapi sekarang mulai sepi,” ujarnya kepada KR, Kamis (8/4). Dia mengungkapkan, peminat minyak kelapa tradisional kebanyakan adalah keluarga yang tinggal di pedesaan.
Dia mengatakan bahwa proses pembuatan minyak kelapa dengan cara tradisional membutuhkan waktu dan tenaga lebih. Proses dimulai dengan menggergaji bathok kelapa dan selanjutnya kelapa direndam minimal satu malam. “Agar nanti ketika diparut hasilnya lebih baik,” jelas Sulastri. Usai diparut dan diperas, dengan cara diinjak-injak, keluar santan yang selanjutnya diendapkan. Bagian yang bening dari pengendapan, dibuang.
“Yang kental, disebut kanil, direbus minimal 3 jam,” terangnya. Setelah itu, disaring dan diambil minyaknya. Sulastri mengungkapkan bahwa minyak kelapa produksinya dijual dengan harga Rp 7500 per liter dan diambil oleh pedagang yang ada di Kabupaten Bantul.
Sulastri mengatakan seluruh limbah dari kelapa yang dibuat minyak dijualnya lagi. Untuk bathok, dijual kepada perajin dengan harga Rp 200 hingga Rp 1000, tergantung potongan. “Air kelapa dijual Rp 4000 untuk 30 liter,” jelasnya. Sementara kethak (makanan), satu kilogram seharga Rp 20 ribu.
“Untuk harga minyak, saya mengikuti harga minyak pabrik, jika naik ya ikut naik,” ungkap Sulastri. Dia mengaku tetap bertahan dengan usaha ini karena tidak memiliki keahlian lain dan memiliki karyawan yang berjumlah 5 orang dengan tanggung jawab menghidupi keluarga. (Dian Ade Permana)

Minggu, Maret 21, 2010


Bermain-main Dengan Main Kayu

BANTUL (KR)

- Main kayu identik dengan kekerasan. Dalam frame berpikir masyarakat, main kayu tidak pernah positif karena dibalut dengan kekerasan. Namun, jika hanya kayu, maka sangat bermanfaat dengan manusia. Bahkan penggunaan kayu seiring dengan perkembangan zaman. Termasuk penggunaannya.
Ditangan Anton Subiyanto, yang menggelar pameran Room Shit Home 'Main Kayu' di Survive Garage! mulai 14 hingga 28 Maret, main kayu diejawantahkan dengan benar-benar bermain kayu. Medianya dalam berkreasi adalah kayu.
Anton menggambarkan dan membuat karya yang menggelitik manusia untuk kembali kepada kodrat kayu yang berasal dari pohon. Dia merasa miris dengan pembalakan liar dan illegal logging yang hanya menguntungkan pengusaha namun menyebabkan bencana alam. Rakyat menjadi korban.
Beberapa potongan kayu digeletakkan begitu saja diatas lantai. Potongan tersebut dilukis dengan berbagai alat yang biasa digunakan untuk menebang pohon. Ada gambar gergaji, gambar palu, ada gambar melingkar, dan kayu polos. Seolah, Anton membukakan mata manusia, bahwa aat-alat tersebut sangat tak ramah dengan kayu. Bertentangan dengan alam jika digunakan dengan penuh arogansi.
Anton seperti memiliki pengalaman 'lain' dengan kayu. Dia berharap memberi perlawanan pada dunia dengan 'memegang' kayu.(Dian Ade Permana)

Tempurung Kelapa


Tempurung Kelapa Ukir Penghias Rumah

TEMPURUNG seringkali langsung dibuang usai kelapa diambil untuk diperas santannya. Namun ditangan Eko Sapto, warga Kanoman , Kelurahan Pleret, Kecamatan Pleret, tempurung diolah hingga menjadi kerajinan yang bernilai jual. Meski masih menggunakan alat-alat manual, Eko mulai ramai mendapat pesanan.
Eko mengungkapkan, awalnya dia tertarik membuat kerajinan karena merasa sayang banyak tempurung yang terbuang tanpa dimanfaatkan. ”Saya lalu iseng-iseng mengukir nama dan ditambahi lampu hingga menyala,” ujarnya kepada KR, Rabu (17/3). Ketika sudah jadi, tempurung tersebut dipajang diatas meja ruang tamu.
Hidupnya mulai berubah ketika ada seorang teman yang memesan tempurung ukir tersebut. ”Dia tertarik dan mulai memesan,” ungkap Eko. Dari promosi mulut ke mulut tersebut, Eko mulai kebanjiran pesanan, meski baru dalam lingkup DIY.
Proses pembuatan tempurung ukir tersebut meski terlihat sederhana namun membutuhkan keterampilan khusus. Mulanya, tempurung kelapa dibersihkan serabutnya. Usai itu, dibuatkan pola berdasar keinginan pemesan. Menurut pola tersebut, Eko kemudian menggergaji sesuai bentuk yang diinginkan. Gergaji yang digunakan, adalah gergaji buatan sendiri yang berasal dari jeruji sepeda motor. ”Alasannya, jeruji lebih kuat dan tidak mudah patah,” jelas Eko. Selain itu, bisa fleksibel mengikuti bentuk tempurung yang bulat.
”Setelah diukir, kemudian dihaluskan dan diberi pewarna agar lebih mempercantik penampilan,” buka Eko. Untuk satu buah tempurung ukir, dalam pengerjaannya membutuhkan waktu antara 3 hingga 4 hari, tergantung kerumitannya. Hal ini dikarenakan Eko mengerjakan tempurung ukir paruh waktu. Dia adalah staf di Kantor Kelurahan Pleret.
Eko mengakui, untuk pengerjaan pesanan kaligrafi, tidak semua diterimanya. ”Takut ada kesalahan, nanti artinya berubah,” terangnya. Selain itu, dengan alat yang masih manual, membuat dirinya tidak mau berspekulasi dengan menerima banyak pesanan. Dalam setiap pengerjaan, dia dibantu oleh rekannya untuk bagian pewarnaan. Setelah jadi hiasan, tempurung ukir tersebut dijualnya dengan harga antara Rp 50 ribu hingga Rp 85 ribu. (Dian Ade Permana)

adopt!adapt!


YOGYA (KR)

- Hukum seharusnya berlaku tegas. Hukum bukanlah permainan yang bisa dipermainkan dan dinegosiasikan. Segala tafsir atas hukum, semestinya bermuara untuk keadilan. Namun di Negara ini, hukum adalah alat untuk menyenangkan dan memuaskan kepentingan segelintir pihak.
Menurut perupa Sinik, dalam karyanya Negosiasu yang dipamerkan di Tujuh Bintang Art Space dalam pagelaran adopt!adapt! mulai 17 hingga 27 Maret 2010, ada keprihatinan atas penegakan hukum di Indonesia.
Sinik melukiskan, ada seorang pria dalam kondisi terbogol sembari memegang telepon genggam. Anehnya, borgol yang seharusnya kuat dan paten, malah menjadi lentur karena tersambung dengan kabel telepon. Pria itu juga memegan cangkir layaknya tempat minum orang kaya. Tak nampak kemurungan dalam kondisi terpenjara. Malah tersungging senyum, seperti mengejek keadaan.
”Dalam penjara tapi tak terpenjara,” kata Sinik. Meski tubuh terkurung, seorang mafia masih bisa mengendalikan bisnisnya, baik haram maupun halal, dengan bantuan sarana telekomunikasi. Negosiasi dan suap, juga dimulai dari percakapan melalui telepon. Ada yang salah dengan telepon jika berada ditangan yang salah. Disini, hukum tidak mampu menyelesaikan persoalan.
Kurator pameran, Kuss Indarto mengatakan yang menarik dari pameran ini adalah upaya seniman untuk memaknai proses mengadaptasi gejala kemajuan teknologi dan gejala visual yang melampaui problem lokalitas. Ikon visual yang berangkat dari kebudayaan lokal bisa lebih jauh digali dan dikembangkan untuk kemudian dirangkai sebagai lintas lokal, lintas geografis, dan lintas etnik. (*-7)

Antar PNS, Antara Harapan dan Bukti

PEMILUKADA BANTUL 23 MEI 2010

Antar PNS, Antara Harapan dan Bukti

BANTUL (KR)

- Pemilukada sebagai pengejawantahan demokrasi akan digelar pada 23 Mei 2010 mendatang. Di Kabupaten Bantul ada 3 pasangan calon, Drs Kardono-Ibnu Kadarmanto (Karib), Hj Sri Suryawidati-Drs Sumarno Prs (Darmawan), dan H Sukardiyono SH-Darmawan Manaf SH (Sukadarma) yang akan bersaing merebut posisi kepala daerah. Karib diusung PDIP, Idaman oleh PAN, Golkar, dan PKPB, sementara Sukadarma oleh PKS, Partai Demokrat, PPP, PKB, Gerindra.
Dinamika politik jelang pemilukada di bumi projotamansari ini berlangsung menarik. Mulai dari ’permintaan’ rakyat kepada Bupati Bantul, Drs HM Idham Samawi untuk merelakan istrinya maju dalam pemilukada. Alasannya, pembangunan di Bantul begitu maju ketika Idham memegang tampuk kekuasaan. Karena Idham sudah menjabat selama dua periode dan tidak lagi bisa berkompetisi, rakyat pun nggondheli dengan cara meminta Hj Sri Suryawidati menjadi calon bupati.
Ketika desakan begitu kuat dan datang bergelombang, Idham pun mengizinkan istrinya, Hj Sri Suryawidati (Ida Idham Samawi) untuk berkompetisi berpasangan dengan Drs Sumarno Prs yang juga wakil bupati incumbent. Pasangan Hj Sri Suryawidati-Drs Sumarno Prs (Idaman) pun dideklarisakan. Setelah melalui berbagai tahapan seleksi dari partai politik, Idaman didukung oleh PDIP, PAN, Golkar, dan PKPB.
Partai Demokrat dan PKS bergabung dalam Koalisi Rakyat Bantul Bersatu. Mereka membawa nama Sukardiyono. Sementara Karib, mencoba melalui jalur perseorangan. PPP dan PKB menggalang Koalisi Rakyat Sejahtera. Gerindra yang ngotot mengusung Ahmad Subagyo, berjalan sendiri.
Ketika hanya nama Idaman yang mengemuka, berhembus isu penundaan pemilukada karena hanya ada calon tunggal. Hingga 1 Maret 2010, sebagai batas akhir pendaftaran bakal calon di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantul, belum ada pasangan lain.
Didetik terakhir pendaftaran calon, untuk menghindari penundaan pemilukada, Karib yang gagal melalui jalur perseorangan, diusung oleh PDIP. Idaman diusung Golkar, PAN, PKB. Sementara PKS, Partai Demokrat, PPP, PKB membawa Sukardiyono dan Darmawan Manaf. Nama terakhir ini muncul dengan penuh kejutan karena tidak pernah disebut sebelumnya, dan baru disetujui oleh partai pengusung beberapa saat sebelum batas akhir pendaftaran. Darmawan menyingkirkan nama-nama yang ikut fit and propers test dipartai-partai tersebut seperti Agus Wiyarto, dr Roshadi, Sutiyono, dan Slamet Bagyo.
Menilik pertarungan yang akan terjadi, dari 6 nama yang beredar sebagai bakal calon, ada 4 pegawai negeri sipil yang pernah mengabdi di lingkungan Pemkab Bantul. Drs Sumarno Prs terakhir menjabat sebagai Assek I, Drs Kardono pernah menjabat Kepala Dinas Perhubungan, sementara Sukardiyono masih aktif sebagai Assek I dan Darmawan sebagai Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) sebelum mengundurkan diri untuk kepentingan pemilukada 2010. Tentu, masing-masing calon akan berebut suara dari PNS di Kabupaten Bantul yang berjumlah 12.644 orang untuk lumbung suara melalui jalur birokrasi yang pernah digelutinya. Meski tidak memiliki jumlah yang signifikan, namun PNS adalah salah satu kunci kemenangan.
Pasangan Idaman, yang boleh dikatakan sebagai incumbent, akan menawarkan bukti-bukti keberhasilan pembangunan yang telah dirangkai Drs HM Idham Samawi dan Drs Sumarno Prs untuk mendapatkan dukungan suara. Dalam posisi ini, harus diakui, Idaman mendapat keuntungan. Mulai dari akses maupun jaringan menembus lapisan masyarakat.
Untuk Sukadarma, yang mengusung isu perubahan dan reformasi birokrasi, bertumpu pada kader partai pengusung serta unsur pamong desa yang tergabung dalam Forum Notoprojo Bangun Deso. Sementara Karib, untuk mendongkrak elektabilitas dan pamornya, mengandalkan kedekatan emosional dari suara yang pernah dikumpulkan ketika digunakan sebagai syarat dukungan calon perseorangan.
Keunikan pemilukada Bantul, meski mengusung Karib, namun DPC PDIP Bantul dan seluruh jajaran bertekad untuk memenangkan Idaman. ”Tujuan mengusung Karib hanya untuk menyelamatkan pemilukada agar tidak diundur, dengan demikian tidak ada calon tunggal,” tegas Aryunadi, Ketua DPC PDIP Bantul. Suara PDIP, imbuhnya, bulat diarahkan untuk Idaman. Dia menyatakan, Idaman tetap didukung oleh PDIP, Golkar, PAN, PKB yang tergabung dalam Koalisi Idaman Projotamansari.
Dengan demikian, Idaman yang didukung oleh PDIP (saat pemilu legislatif mendapat 112.662 suara), PAN (67.118), Golkar (38.629), dan PKPB (16.852), Sukadarma didukung oleh PKS (39.573), PKB (23.941), PPP (25.420), Demokrat (60.278), Gerindra (15.246). Sementara Karib, berada dalam posisi susah, meski diusung PDIP, pasangan ini harus bergerak sendiri karena mesin politik PDIP berada dibelakang Idaman.
Politik bukan matematika. Dalam pemilukada, figur adalah sosok penting yang harus dicermati. Partai politik pengusung serupa tiket untuk mendapatkan tempat duduk dan pengawal kebijakan di parlemen. Keputusan ada ditangan rakyat yang akan berkunjung di bilik suara di TPS. Apapun hasilnya, hormati pilihan rakyat, pilihan untuk melanjutkan bukti-bukti pembangunan yang sudah terjadi atau harapan yang belum tentu terbukti. Tunggu jawabannya di 23 Mei 2010. (Dian Ade Permana)

Perolehan Suara Parpol Yang Mempunyai Kursi Di DPRD Saat Pemilu Legislatif

PDIP : 112.662
PAN : 67.118
Golkar : 38.629
PKPB : 16.852

PKS : 39.523
PKB : 23.941
PPP : 25.420
Demokrat : 60.278
Gerindra : 15.246

Selasa, Maret 02, 2010

Mimpi di Shuttlecock Nusantara


Mimpi di Shuttlecock Nusantara

INDONESIA pernah memiliki segudang prestasi dari cabang olahraga bulutangkis. Mulai dari era Rudi Hartono, Lim Swie King, hingga saat ini Taufik Hidayat. Salah satu elemen penting dari olahraga ini adalah shuttlecock. Tanpa benda yang berasal dari bulu unggas ini, permainan tidak akan pernah berlangsung.
Di Manggung, Timbulharjo, Sewon, sejak tiga tahun lalu ada perajin shuttlecock yang pangsa pasarnya telah mencakup wilayah DIY. Sodik, pemilik usaha shuttlecock Nusantara kepada KR, Selasa (2/3) mengungkapkan membuka usaha ini karena ingin perkembangan prestasi bulutangkis kembali mengharumkan nama Indonesia.
"Namun cock yang saya buat ini lebih cocok untuk kelas pemula dan pelajar," ungkapnya. Dia mengakui, tanpa adanya alat pabrikan akan sulit bersaing dengan para pengusaha besar, termasuk shuttlecock yang berbahan bulu angsa.
Shuttlecock Nusantara berbahan bulu ayam broiler. "Kami mendapat kiriman bulu dari Muntilan," jelasnya. Untuk kualitas bagus, 1000 helai dihargai Rp 45 ribu, sementara yang kualitas biasa seharga Rp 7000. Bulu selanjutnya dibersihkan dan dipilah untuk selanjutnya disesuaikan dengan ukuran dan kualitas bulu.
"Untuk kepala shuttlecock, biasa disebut dop, didatangkan dari Solo, perlusin seharga Rp 3500," ungkapnya. Bulu yang telah siap, kemudian dimasukkan dalam dop. Sodik menegaskan bahwa bulu yang dimasukkan dalam dop harus searah dan telah mengembang. Untuk mengembangkan bulu, terlebih dahulu dipanaskan diatas api dalam lentera.
Usai memasukkan bulu, shuttlecock dijahit dan ditimbang. "Penimbangan diperlukan untuk mengetahui lajunya," ungkap Sodik. Jika terlalu ringan, didalam dop diberi benda hingga beratnya sesuai dengan standar. Proses terakhir adalah pengepakan dan shuttlecock siap untuk dipasarkan.
Sodik mengatakan dalam setiap slop ada 12 shuttlecock yang dijual tergantung kualitas. Mulai dari Rp 35 ribu, Rp 29 ribu, dan Rp 16 ribu. "Dalam sehari bisa membuat 25 slop," terangnya. Sodik memiliki mimpi kelak shuttlecock Nusantara digunakan olet atlet yang berlaga di Piala Uber dan Thomas, atau setidaknya, bisa mengantarkan atlet lokal yang berlatih dengan shuttlecock buatannya menjadi pebulutangkis kelas dunia. (Dian Ade Permana)

Kamis, Februari 04, 2010

panwas dan pejabat

Pejabat Klarifikasi, Panwas Sulit Menjerat

BANTUL(KR) - Panitia Pengawas Pemilukada (panwaslu) Kabupaten Bantul telah

mengklarifikasi Wakil Bupati Bantul, Drs Sumarno Prs, Kepala Inspektorat Subandrio, dan

Assek Bejo Utomo pada Kamis (4/2). Menurut Ketua Panwaslu, Harlina SH, kesimpulan Berita

Acara Klarifikasi akan diketahui pada Senin (8/2) mendatang.
Seperti diketahui, ketiga pejabat tersebut dimintai keterangan seputar penggunaan entri data

dukungan untuk pasangan Drs Kardono dan Ibnu Kadarmanto. Dari hasil klarifikasi, imbuh

Harlina, ketiganya datang dengan kepentingan yang berbeda. Untuk Subandrio, dia mengaku

datang karena sebagai tuan rumah, ingin memantau pekerjaan tersebut berakhir dengan rapi

karena akan digunakan untuk bekerja pada pagi harinya.
"Sementara Bejo Utomo datang atas undangan Subandrio, untuk makan bakmi bersama," jelas

Harlina kepada KR, Kamis (4/2) di Kantor Panwaslu Bantul. Sumarno sendiri juga datang dengan

alasan makan bersama.
Dari keterangan sementara tersebut, kedatangan tiga pejabat tidak terkait dengan entri data

dukungan calon independen. "Pertanyaan panwas seputar kapasitas kedatangan, entri data buat

siapa, dan kronologis," ungkap Harlina.
Harlina mengungkapkan dalam peraturan pemilukada terdapat tiga kategori pelanggaran, yakni

sengketa, administrasi, dan pidana pemilu. Dia menyatakan indikasi pelanggaran adalah

penggunaan fasilitas negara dan keterlibatan pejabat negara. "Namun sulit untuk menjerat,

karena dalam peraturan, itu hanya berlaku pada saat kampanye," tegasnya.
"Karena belum masuk dalam masa kampanye, namun pengkategorian pelanggaran tersebut sangat

sulit," ungkap Harlina. Meski begitu, panwaslu menyatakan akan tetap bekerja dengan maksimal

karena ada laporan dari masyarakat mengenai dugaan pelanggaran. Dalam melangkah, panwaslu

berpegang pada UU no 32 tahun 2004, UU 12 tahun 2008, dan PP no 5 tahun 2005. (Dian Ade Permana)

Kamis, Januari 14, 2010

10 Dusun di Desa Selopamioro Rawan Longsor

IMOGIRI(KR) - Hujan yang turun belakangan ini menimbulkan kerawanan di Desa Selopamioro, Imogiri. Pasalnya, sebanyak 10 dusun terancam terkena bencana tanah longsor. Menurut Kepala Desa Selopamioro, Sukro Nur Harjono, di 10 dusun tersebut terdapat sekitar 3000 kepala keluarga.
Ditemui KR Kamis (14/1), Sukro mengatakan dusun yang rawan dengan bencana longsor adalah Jetis, Lemahrubuh, Nogosari, Kedungjati, Lanteng 1, Plemantung, Putat Kalidadap 1 dan 2, Srunggo 1 dan 2. “Tapi yang benar-benar rawan terkena longsor sekitar 100 KK,” ujar dia di ruang kerjanya.
”Sebenarnya ancaman longsor ini adalah bahaya laten setiap musim hujan, terutama batu-batu yang mau jatuh,” buka Sukro. Menurutnya, setiap tahun pihak desa telah mengajak warga yang berada di daerah rawan bencana untuk mengikuti program transmigrasi. Namun, dengan berbagai alasan, warga menolak.
Menurut dia, alasan penolakan yang utama adalah warga sudah merasa nyaman dengan tempat tinggal yang sekarang ditempati. ”Tapi dengan terus meningkatnya kesadaran warga akan bahaya longsor dan untuk menambah kesejahteraan, sedikitnya setiap tahun Desa Selopamioro mengirimkan lima orang untuk bertransmigrasi,” tutur Sukro.
Sukro menuturkan sebagai langkah antisipasi terhadap bencana longsor yang tidak bisa diduga datangnya, pihak Desa Selopamioro telah membentuk tim SAR untuk tingkat desa dengan koordinator kepala desa. ”Anggota tim SAR terdiri dari polmas, BPD, LPMD, karang taruna, dan semua kepala dukuh,” jelasnya. Bahkan telah tersedia juga mobil ambulans desa. (Dian Ade Permana)