Kamis, Mei 13, 2010

Jangan Percayai Politikus

BANTUL - Jangan pernah mempercayai politikus. Demikian pesan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), J Kristiadi. Pasalnya, seringkali politikus dalam mengambil keputusan bergantung dengan kondisi saat itu, yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat.
Kristiadi mengatakan bahwa yang harus lebih diperhatikan dari seorang politikus adalah tindakan dan perilakunya dalam memperjuangan aspirasi rakyat. ”Atau dalam kondisi tertentu, politikus selalu berasalan langkah yang ditempuh adalah bagian dari strategi,” ujarnya dalam Diskusi ”Kemana Arah Bantul 5 Tahun Kedepan” di Aula Bank Bantul, Sabtu (1/5).
”Pemimpin harus bisa membuat terobosan untuk hal-hal konkrit,” katanya. Bahkan, rakyat dapat langsung melakukan kontrol dan menggugat jika keputusan yang diambil tidak pro rakyat. Hal ini karena pemimpin adalah produk rakyat yang hasilnya harus dipertangggungjawabkan.
Dia menilai bahwa tidak ada pemimpin yang bisa menghambat kemajuan berdemokrasi rakyat. ”Di Bantul ini saya nilai sudah cukup baik, dan bupati kedepan memiliki beban untuk menyamai pemimpin saat ini,” jelas Kristiadi.
Tantangan yang terberat bagi kepala daerah adalah sinergitas pemerintah pusat dan daerah seringkali terganggu karena kondisi yang berbeda. Kristiadi menyatakan perbedaan visi misi, perbedaan kondisi koalisi adalah hambatan komunikasi untuk pembangunan.
Sosiolog dari Universitas Gajah Mada (UGM), Arie Sujito menyatakan biaya demokrasi sebenarnya tidak mahal. ”Yang mahal adalah biaya politik,” terangnya. Dalam setiap pemilukada, harusnya ada kesepakatan dan komitmen calon untuk tidak mengumbar uang demi kepentingan pragmatis. Jika sikap ini terus dipelihara, maka kandidat dan rakyat akan menderita kerugian.
Dalam pemilukada, yang harus diraih idealnya ada tiga kemenangan yang dicapai. Yakni kemenangan simbolik melalui pemasangan alat peraga, kemenangan moral lewat etika, dan kemenangan perolehan suara.
Dia menilai pelaksanaan pemilukada hanyalah penopang pemilukada. Namun dalam setiap pelaksanaannya, tidak pernah ada kemajuan kualitas. Ari menegaskan bahwa yang terpenting adalah bangunan struktur pemerintahan. Karena setiap gerakan politisasi yang tidak tepat dapat merusakan tatanan yang terlah terbangun.
Untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), dia berharap agar tidak hanya memberikan sosialisasi dan pendidikan pemilihan, namun juga musti memperhatikan pendidikan politik. ”Ini agar tidak ada pragmatisme dalam menentukan pemilihan,” ungkapnya.
Untuk peningkatan kesejahteraan, Dr Maryatmo dari Universitas Atmajaya menegaskan perlunya daerah mengembangkan kualitas sumber daya manusia, jejaring, dan kepastian hukum. ”Untuk Bantul, pengiriman guru untuk sekolah hingga S2 adalah langkah maju daerah,” ungkapnya. Dia juga menegaskan perlunya efisiensi untuk penyelenggaraan pemilukada. (Dian Ade Permana)

Hanya Pencitraan, Sosialisasi Spanduk Tak Lagi Efektif

Hanya Pencitraan, Sosialisasi Spanduk Tak Lagi Efektif

BANTUL - Dalam setiap pagelaran pemilukada, para kandidat yang bersaing tak bisa lepas dari spanduk. Media ini masih dipandang sebagai alat untuk memperkenalkan diri dan sosialisasi yang murah dan efisien. Namun seringkali, spanduk adalah sumber keributan, hal ini dapat terjadi ketika dipasang pada tempat yang tidak tepat, hilang, atau pun rusak. Akibatnya, kubu yang bersaing saling tuding.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia UI yang juga peneliti senior CSIS, J Kristiadi memandang spanduk dari pasangan calon yang terpampang, tak lebih sebagai upaya pencitraan. Ditemui usai diskusi ‘Mau Kemana Bantul 5 Tahun Kedepan’ di Aula Bank Bantul, (Sabtu 1/5), dia menegaskan bahwa fungsi spanduk tak lagi efektif.
“Adanya spanduk tak lebih dari upaya mengangkat citra calon,” tegas Kristiadi. Dia menyatakan bahwa spanduk pencitraan tersebut dibutuhan calon untuk mengenalkan profil dalam waktu singkat namun mengena.
Selain itu, kata filosofi berbau jargon yang biasa tertulis dalam spanduk, malah menjadikan beban berat pasangan calon. “Kata yang tertulis, jika tidak dilaksanakan dengan baik dan betul, bisa ditagih oleh rakyat,” terangnya. Langkah ini, malah menjadikan blunder untuk pasangan.
Kristiadi menegaskan jika antara kata dalam spanduk dan perbuatan serta kebijakan, jika pasangan calon terpilih, tidak sesuai maka akan tercipta distorsi. Hal ini karena kata dalam spanduk yang tertanam dalam benak rakyat tidak menyentuh subtansi persoalan yang dialami oleh rakyat. Maka yang terjadi hanyalah fatamorgana dan kehidupan rakyat tak akan berubah kea rah yang lebih baik.
“Kampanye yang baik adalah menjelaskan program secara gambling,” tegas Kristiadi. Program yang disusun disertai target pencapaian dan alokasi waktu kerja serta disampaikan dengan bahasa yang mudah, akan lebih mudah dicerna.
Terkait pilihan DPC PDIP Bantul yang mendaftarkan pasangan Drs Kardono Ibnu Kadarmanto Karib namun malah mendukung Hj Sri Suryawidati Drs Sumarno Prs Idaman, Kristiadi menegaskan bahwa PDIP harus menjelaskan kepada seluruh unsur partai agar tidak dituduh melakukan pembohongan.
“Mulai dari tingkat PAC, DPC, DPD, hingga DPP dan organisasi sayap harus dikasih tahu mengenai alasan dan jelaskan keputusan yang telah diambil,” terangnya. Kristiadi menilai jika mekanisme internal sudah menyetujui, maka langkah PDIP adalah sah secara politik.
Namun secara khusus Kristiadi meminta kepada Komisi Pemilihan Umum KPU untuk mengkaji kembali peraturan yang telah dibuatnya. “Kejadian di Bantul adalah pengalaman politik, kita semua perlu belajar dari sini,” pungkasnya. (Dian Ade Permana)

Lurah Ancam Usir Warga di Tanah Kas



JIKA TAK PILIH SUKADARMA
Lurah Ancam Usir Warga di Tanah Kas

BANTUL - Ratusan warga yang tinggal di tanah kas Desa Baturetno, Banguntapan resah. Pasalnya mereka diancam akan digusur oleh Kepala Desa Baturetno, Jumadi Ismintarjo jika tidak mendukung pasangan Sukardiyono-Darmawan (Sukadarma) dalam pemilukada Bantul 23 Mei 2010.
Menurut salah seorang warga, Zaenal Sastrowiyono (76) warga yang tinggal di tanah kas Desa Baturetno dikumpulkan pada Kamis (13/5). "Di balai desa, kami diminta menandatangani surat pernyataan untuk mendukung Sukadarma, jika tidak, kami akan digusur," ujarnya, kemarin. Dia mengakui bahwa status tanah yang sekarang ditempati adalah menyewa sebesar Rp 1500 permeter persegi untuk satu tahun.
Karena diancam gusur, warga pun ketakutan. Hal ini dikarenakan tidak memiliki tempat tinggal lain. Rata-rata, warga menyewa tanah kas desa sudah lebih dari 20 tahun. Zaenal menyatakan, ada sekitar 30 rumah di tanah kas desa yang terletak di RT 01 Pelem Lor, Baturetno. "Kami semua sudah memiliki KTP Bantul, dan yang memiliki hak pilih ada 65 orang," terangnya.
Mojo, warga lain, mengungkapkan pertemuan yang difasilitasi Kepala Desa Jumadi untuk mendukung Sukadarma sudah dilakukan dua kali. "Yang pertama dulu cuma tokoh masyarakat dan perangkat, tapi tadi (kemarin) seluruh warga yang tinggal di tanah kas," ungkapnya. Warga yang terancam diusir, kata Mojo, selain yang memiliki rumah juga penyewa tanah yang digunakan sebagai lahan pertanian dan perikanan.
"Kami menduga warga ditekan seperti ini karena 'sulit ditembus' oleh Sukadarma," duga Mojo. Dia menyatakan sebagai warga Bantul, akan menggunakan hak pilihnya sesui dengan hati nurani dan memilih pemimpin yang dapat meningkatkan kesejahteraan warga.
Dikonfirmasi, Kepala Desa Baturetno, Jumadi Ismintarjo mengaku meminta warga untuk menandatangani pernyataan untuk mendukung Sukadarma. "Mengelola tanah kas adalah kewenangan saya, sebagai kader Sukardiyono, saya menggunakan kemampuan untuk mendukung calon bupati pilihan saya," ungkapnya.
"Kalah menang kita belum tahu, namun saya menggunakan otoritas untuk mendukung Sukardiyono," tegasnya. Jumadi menyatakan tanah kas desa seluas 3 hektar dan ditinggali 80 KK. Tanah tersebut terletak di semua pedukuhan yang bejumlah 8, kecuali Pedukuhan Ngipik.
Jumadi mengaku siap dengan segala resiko atas pebuatannya. "Jika kepala desa lain menggunakan kekuatan uang, saya dengan otoritas demi kemenangan Sukadarma," pungkasnya. (Dian Ade Permana)