Sabtu, Juli 25, 2009

Ada cerita tentang kemarin.....

Ruangan itu tidak terlalu besar. Bahkan termasuk sumpek sebagai tempat berkarya bagi 40 orang. Tapi inilah ruangan tempat berkarya selama 15 bulan, Mei 2008 hingga Juli 2009. Deretan komputer yang tersusun rapi. Lembaran kertas yang tergeletak. Tak terurus meski tiap hari dibersihkan.
Meski tanpa sekat, tapi penguasaan atas komputer itu sangat jelas. Diluar, lobby, sarana penggemar rokok untuk menghembuskan asap. Tak jarang beralih fungsi untuk menghempaskan kegalauan dan saling meracau tentang perkembangan hari ini.
Padatnya aktifitas dimulai sedari sore, 15.00 WIB hingga dini hari menjelang. Didepan komputer dan terus berkonsentrasi. Dering telepon terus mengusik ketenangan. Teriakan untuk melengkapi kekurangan pekerjaan musti diselesaikan dalam waktu singkat. Waktu adalah musuh yang tak bisa dikompromi.
15 Bulan memang waktu yang sebentar. Tidak lama. Tapi cukup untuk “membantu membentuk karakter” dan mengenali dunia yang aku impikan. Dunia yang sekiranya dalam angan-angan, teraih dalam ketidaksengajaan. Ceritanya, pada satu kesempatan bertandang ke tempat tersohor di Salatiga, aku tertarik membaca koran yang dilanggani tersohor itu.
Diantara kolom-kolom beritanya, terselip info dunia yang kuimpikan membutuhkan tenaga-tenaga muda untuk mengkaryainya. Tanpa pikir panjang, segera kususun segala syarat untuk memenuhi klasifikasi. Setelah beberapa proses terlalui, aku menjadi bagian dari dunia ini. Karena keawaman pada dunia ini, 20 orang muda dikumpulkan di villa yang ada di Kaliurang. Pengetahuan dan pemantapan.
Tak butuh waktu lama, bergelut dan turun langsung merasakan langsung mimpi-mimpi sebuah idealisme. 20 Mei 2008, institusi tempat berkarya menyapa penduduk DIY pada edisi perdananya. Karena kebaruan itu, gejolak dinamika mememenuhi individu. Kegagapan, nampak disetiap wajah. Tapi tetap harus bertahan.
Kegelisahan memuncak. Kawan-kawan menghilang. Satu persatu. Generasi Kaliurang terus menepis. Perbedaan visi-misi, mungkin. Tak mampu menahan amarah, bisa jadi. Tak kuat dengan kerja beginiian, ada juga.
Aku, meski merasa kehilangan, mencoba mengamini keadaan. Mencoba merubah dan berubah. Bertahan dengan segala daya upaya. Tak lagi berpikir egoisme. Menepikan kegalauan. Pada titik ini, tetap merasa bisa lebih baik. Pergulatan terus memaksa untuk berseberangan. Meski tak tersampaikan, terbaca. Meski bungkam, terlihat. Pergeseran demi pergeseran membuka cakrawala dunia baru. Pengetahuan dan ilmu baru.
Terkadang ada kejenuhan melanda. Pada sebuah kewajiban memenuhi tanggung jawab sebagai laki-laki, membuang segala jenuh dan bosan. Apa daya, rutinitas di tanggal 28 setiap bulan adalah hari yang paling dinanti.
Tiba pada suatu hari, sisi emosional memenuhi ruang hati dan pikiran. Meski telah memperhitungkan segalanya, tetap harus menempuh resiko. Spekulasi akan sebuah masa depan. Semoga kita bertemu pada sebuah keadaan yang lebih baik...terima kasih untuk semua yang telah memperkaya diri ini hingga mampu menjadi seperi saat ini...
perpisahan adalah keniscayaan tanpa perubahan. pembicaraan untuk sebuah solusi hanya akan tercapai pada saat berdiri pada posisi yang sama. ada sakit dan bulir luka yang akan membekas, tapi akan tersembuhkan....