Senin, April 20, 2009

Berita : 20 April 2009

Perkara korupsi bergeser jadi soal administratif

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja


DEPOK : Perkara korupsi saat ini cenderung bergeser dari masalah pidana menjadi administratif semata. Menurut Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (PuKAT UGM) Zainal Arifin Mochtar, hal ini karena korupsi cenderung dilakukan oleh pejabat publik.
Menurut dia, persoalan korupsi di Indonesia tidak ubahnya seperti pemadam kebakaran yang memadamkan api. “Api yang membesarkan beramai-ramai, tanpa upaya solutif untuk menangkalnya,” ujar Zaenal dalam seminar Mendorong RUU Tipikor yang Ideal di Ruang Multimedia Fakultas Hukum UGM, kemarin.
Menurut Zaenal, kewenangan dari undang-undang dan penegak hukum saling tumpang tindih, sehingga tidak bisa bekerja secara maksimal. “Tidak rapinya aturan hukum menyertai keputusan hukum yang dikeluarkan, ini menjadi celah,” tandasnya. Selain itu, ketidakjelasan pengelolaan aset hasil korupsi juga menimbulkan masalah yang tidak tuntas. Jika ini terus berlanjut, maka akan tercipta kewenangan yang tidak baik.
“Di era Presiden SBY ini, ada satu capaian yang bagus dengan dikeluarkannya Inpres No.5 tahun 2004 tentang pemberantasan korupsi, namun hasilnya tidak maksimal, karena tidak ada pengawasan yang mumpuni,” papar Zaenal. Dia berharap, keseriusan pemberantasan korupsi dibarengi dengan kerja nyata dan pengawasan yang ketat, tidak asal mengeluarkan produk hukum.
Sementara menurut Tri Wahyu KH, Direktur Indonesian Court Monitoring mendesak untuk dilakukan perlindungan terhadap saksi dan korban korupsi. “Selama ini yang terjadi, perlindungan hanya diberikan di kota-kota besar, padahal korupsi udah menyebar di daerah, bahkan lebih parah,” tegasnya.
“Cabut UU Pemda pasal 36 UU 32/2004 karena melawan semangat pemberantasan korupsi,” ujar Tri Wahyu. Menurut dia, UU tersebut berpotensi menyebabkan politisasi penegakan hukum. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dioptimalkan dalam pemberantasan korupsi didaerah, karena kebutuhan penyidik anti korupsi didaerah sangat diperlukan.
Selain keduanya, pembicara lain adalah Marwan Mas, Dosen Fakultas Hukum Universitas 45 Makasar dan Syahlan Said yang mencermati kelemahan UU Tipikor.