Kamis, Februari 26, 2009

Berita : 26 Februari 2009

*Polemik Kemas Yahya dan M. Salim di Tim Supervisi kasus korupsi

Jaksa Agung minta keadilan


Oleh Dian Ade Permana

Harian Jogja


JOGJA : Pemberitaan dicopotnya Kemas Yahya Rahman, mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus dan M. Salim, Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus, dari jabatan di Tim Supervisi dan Bimbingan Teknis Penuntutan Tindak Pidana Korupsi, dibantah oleh Hendarman Supandji, Jaksa Agung.

Dikatakannya, tidak ada pembatalan atas jabatan baru yang disandang oleh keduanya. “Mereka sudah bekerja, dan ada hasilnya, jadi tidak perlu dicopot,” ujar Hendarman, disela-sela meresmikan Gedung Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, kemarin.

Menurutnya, Kemas dan Salim memiliki keahlian dibidang penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan dalam kasus korupsi. “Jika sekarang mereka saya minta memberi pelatihan pada jaksa-jaksa muda, apakah salah, saya minta keadilannya,” papar Hendarman. Menurutnya, orang yang di dalam penjara pun bisa memberi pengajaran kepada orang lain.

Adanya kecaman berbagai pihak terkait pengangkatan kedua jaksa yang diduga terkait skandal penyuapan jaksa Urip Tri Gunawan oleh pengusaha Arthalyta Suryani itu, Jaksa Agung menilai hal tersebut hanyalah perbedaan persepsi terkait etika penempatan seorang pejabat yang sempat terkait sebuah kasus.

“Jika persoalannya adalah etika, apa tolak ukurnya, apakah yang menentukan ICW (Indonesian Corruption Watch), kan bukan,” tegasnya. Jaksa Agung menandaskan, selama ini pihaknya tidak pernah melakukan penonaktifan dan mengaktifkan kemabali Kemas Yahya Rahman dari jajaran jaksa di Kejaksaan Agung.

Ditambahkannya, Kemas Yahya adalah staf ahli yang tidak memiliki pekerjaan. “Sudah 10 bulan jadi staf ahli, jika tidak saya beri pekerjaan, maka saya melanggar HAM,” kata Hendarman. Memberi pekerjaan, imbuhnya, jangan disamakan dengan memberi jabatan, karena hal ini diatur dalam UUD.

Meski mengatakan tidak akan mencopot keduanya, namun SK pengangkatan sebagai koordinator Tim Supervisi akan ditinjau oleh Jaksa Agung. “Saya minta untuk slow down dahulu, nanti kita revisi, ini adalah urusan internal Kejaksaan,” jelas Hendarman. Menurutnya, sebuah SK tidak bisa dicabut begitu saja atas desakan dari masyarakat.

Namun demikian, Hendarman Supandji menganggap semua yang berkembang saat ini adalah kritikan kepada lembaga Kejaksaan. “Saya tidak alergi terhadap kritik, ini semua ada hikmahnya,” pungkasnya.