Jumat, Mei 29, 2009

Berita : 29 Mei 2009

*Gelar Operasi Simpatik
Anggota Satlantas bagikan bunga

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

SLEMAN : Ratusan bunga dan mug dibagikan kepada pengendara sepeda motor oleh anggota Satlantas Polres Sleman, kemarin. Kasat Lantas Polres Sleman, AKP Bambang SW mengatakan pemberian setangkai bunga kepada pengendara merupakan bentuk kepedulian terhadap pengendara.
“Kami mengkedepakan pendekatan persuasif untuk meningkatkan kesadaran berlalu lintas,” ujar Bambang, disela-sela acara pembagian bunga, di Perempatan Monjali. Dia mengatakan upaya simpatik dirasa lebih mengena kepada masyarakat dalam upaya menekan pelanggaran lalu lintas.
Menurut Bambang, bunga merupakan lambang persahabatan, kasih sayang, serta kesejukan. “Dan pembagian bunga yang kami lakukan ini juga sesuai dengan nama gelar operasinya, Operasi Simpatik,” tandas dia.
Mantan Kasat Lantas Polres Bantul ini mengungkapkan kecelakaan lalu lintas banyak terjadi karena dimulai dengan adanya pelanggaran. “Tujuan operasi ini yakni memberikan informasi kepada masyarakat tentang tata tertib berlalu lintas dengan baik dan benar,” kata Bambang.
Selain itu, dengan digelarnya operasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan lebih kepada masyarakat untuk patuh kepada aturan dan mentaatinya.“Kita berusaha untuk tidak memberikan blanko tilang kepada para pengendara yang melakukan pelanggaran ringan. Namun jika pelanggarannya berat maka harus ditilang dalam Operasi Simpatik ini,” ungkap Bambang.
“Petugas dalam menangani kasus dijalan disarankan untuk tidak menunjukan arogansinya,” harap Bambang. Namun justru sebaliknya petugas diharapkan dapat membaur dengan masyarakat menjadi satu, sehingga semuanya akan berjalan lancar dan aman.
Disinggung mengenai makna Operasi Simpatik bagi penegakan hukum di jalan raya, Bambang mengatakan, “Perilaku simpatik yang dimaksudkan adalah dengan mematuhi dan melengkapi semua kelengkapan berkendara yang di wajibkan.”
“Operasi simpaitik dilaksanakan agar masyarakat bersimpatik kepada peraturan yang berlaku. Sehingga mereka mematuhi dan menjalankannya,” papar Bambang seraya mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam berkendara di jalan raya.
Deni, salah seorang yang terjaring Operasi Simpatik ini berharap agar petugas tidak hanya 'baik' saat Operasi Simpatik digelar. “Jika memang salah yang diberi sanksi,” pungkasnya.

Selasa, Mei 26, 2009

Berita : 25 Mei 2009

3 Napi positif HIV


Oleh Dian Ade Permana

Harian Jogja



PAKEM : Tiga orang warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Narkotika positif mengidap HIV/AIDS. Menurut Kalapas Narkotika, Bambang Haryono, virus yang diderita oleh narapidana tersebut berasal dari luar LP. Yakni ketika narapidana masih aktif menggunakan narkoba jenis putaw dengan jarum suntik.

“Ada tiga orang yang terkena, mereka saat ini terus menkonsumsi ARV (Anti Retrovial) untuk menekan pertumbuhan virus HIV,” jelas Bambang usai peresmian gereja dilingkungan LP. Narkotika, kemarin. Bambang mengatakan ARV (Anti Retrovial) berfungsi untuk menjaga kekebalan tubuh bagi penderita HIV/AIDS.

Bagi Bambang, mereka yang terkena HIV mengkonsumsi ARV dengan gratis karena langkah ini merupakan upaya preventif untuk menumbuhkan semangat hidup narapidana. “Tidak ada masalah untuk pengadaan ARV, karena ini adalah subsidi dari pemerintah,” kata Bambang.

Mengenai proses sosialiasi narapidana, imbuh Bambang, tidak ada masalah berarti yang tercipta antara napi yang mengidap HIV dan yang sehat. “Pengetahuan mereka cukup bagus, bahwa HIV itu hanya bisa menular lewat hubungan seks dan darah melalui jarum suntik,” ungkap Bambang. Dengan demikian tidak ada kekhawatiran akan terjadi penularan ketika terjadi persinggungan.

“Namun untuk proses pembinaan memang ada pembedaan, mengingat kondisi fisik dan mental penderita telah mengalami penurunan,” kata Bambang. Pendekatan yang digunakan LP. Narkotika adalah penekanan pada aspek mental guna memotivasi napi.

Disinggung mengenai kendala dalam mengetahui narapidana yang menderita HIV, menurut Bambang adanya kode etik di kedokteran yang merahasiakan identitas pengidap. “Namun tetap harus ada pemberitahuaan, karena ini berkaitan dengan proses pembinaan selama berada di dalam LP,” jelas dia.

“Untuk mencegah penularan HIV dan identifikasi penderita HIV sedini mungkin, petugas dari LP melakukan cek kesehatan narapidana secara rutin,” tandas Bambang Haryono.

Terpisah, Bambang Rantam, Kakanwil Depkuham DIY mengatakan perlunya LP khusus untuk pecandu narkoba karena sistem pembinaan yang berbeda dengan napi kriminalitas biasa. “Apalagi jumlah narapidana narkoba itu paling banyak dibanding yang lainnya,” jelas Bambang.

Jumat, Mei 22, 2009

Berita : 22 Mei 2009

*Kasus sengketa tanah

Warga Gampingan geruduk PN Jogja

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja


UMBULHARJO : Sekitar 50 orang yang tergabung dalam Paguyuban Warga Gampingan (PWG) mendatangi Pengadilan Negeri Yogyakarta, kemarin. Mereka berharap hakim yang menangani kasus sengketa tanah mengkedepankan nurani dalam membuat keputusan.
Koordinator PWG, Bejo Wiyatno mengatakan tanah yang dimiliki oleh 10 KK telah diklaim secara sepihak oleh Pardinem, Poniyem, dan Ngatini menjadi milik mereka dengan dasar sertifikat tanah yang diterbitkan 1992 lalu.
“Padahal kami tinggal di Gampingan sudah 70 tahun,” ujar Bejo. Dan selama itu, warga selalu membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Menurut Bejo, hanya pemilik tanah yang membayar PBB.
Dia mengaku sudah menelusuri asal-usul kepemilikan sertifikat tanah yang dipegang oleh ketiga penggugat. “Kami juga sudah mencoba di Badan Pertanahan Nasional, namun selalu birokratis dan berbelit, kami kesulitan memperoleh data,” tandas Bejo. Tanah yang diakui milik Pardinem, Poniyem, dan Ngatini seluas 1227 meter persegi.
Bejo menegaskan bahwa dalam UU Pokok Agraria dikatakan apabila selama 25 tahun telah menempati suatu bidang tanah dan tanpa ada komplain, maka tanah menjadi hak warga. “Kami sudah puluhan tahun dan tidak ada masalah,” kata dia. Disinggung mengenai dasar kepemilikan tanah milik warga, Bejo mengaku hanya berpegang pada data penempatan yang ada dikelurahan.
Seorang warga lain, Winarti menganggap penggugat adalah perampok tanah yang disilaukan dengan harta. “Saya yakin mereka memiliki sertifikat tanah dengan cara yang kotor dan menyogok,” ungkap Winarti dengan berurai air mata.
Sementara itu, Komari, Ketua PN Yogyakarta, menyesalkan warga yang berunjuk rasa di pengadilan. “Mereka harusnya bicara baik-baik, kita siap berdialog dan menampung aspirasi warga,” jelas Komari. Menurutnya, pesan yang disampaikan warga akan lebih efektif jika disampaikan secara elegan.
Terpisah, Irene Wid Arisanti, kuasa hukum penggugat, mengatakan bahwa sertifikat yang dimiliki Pardinem, Poniyem, dan Ngatini tidak datang secara tiba-tiba. “Sejak tahun 1946 sudah terdaftar bahwa tanah itu milik klien kami,” ungkapnya. Meski begitu, imbuh Irene, sertifikat baru diterbitkan 1992.

Kamis, Mei 21, 2009

Berita : 21 Mei 2009

*Kasus dugaan korupsi Rektor UPN Veteran
Kejati : Masih dalam penyelidikan

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

UMBULHARJO : Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY menyatakan belum memutuskan kesimpulan dari kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Rektor UPN Veteran, Didit Welly Udjianto karena masih dalam penyelidikan.
Kasi Penkum Kejati DIY, Fora Noenoehitoe mengatakan sudah ada tujuh orang saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangan. “Belum ada keputusan, masih mengumpulkan keterangan dari saksi,” ujar Fora, ketika dihubungi, kemarin.
Kejati sendiri terus melakukan pencermatan terhadap keterangan yang diperoleh dari saksi. “Ada prosesnya sebelum dinaikkan menjadi penyidikan atau dihentikan,” jelas Fora. Mungkin saja, kata Fora, dilakukan ekspose sebelum proses peningkatan status kasus ini.
“Saksi ahli dari notaris sudah datang,” ungkapnya. Namun untuk materi pemeriksaan, masih menjadi rahasia. Menurut Fora, keterangan dari saksi ahli tidak serta merta langsung menjadi dasar adanya keputusan apakah laporan dari mantan Sekretaris Badan Pelaksana Harian (BPH) UPN Veteran Yogyakarta Koko Sujatmiko tersebut akan dilanjutkan atau tidak.
Seperti diketahui, saat melantik Didit Welly menjadi Rektor UPN untuk kedua kalinya, Ketua Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP) yang membawahi UPN Veteran Yogyakarta Bambang Pranowo meminta Kejati untuk menghentikan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi tersebut.
Alasan yang dikemukakan, yayasan tidak merasa dirugikan dengan penggunaan uang mahasiswa yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan karyawan. Selain itu, dia meyakini tidak ada uang yayasan yang masuk ke kantong pribadi Didit Welly. “Memang dana kesejahteraan itu dikeluarkan sebelum ijin dari yayasan turun, namun ijinnya sedang diproses dan itu diperbolehkan.. Maka tidak ada masalah, tidak ada persoalan, tidak ada korupsi karena tidak sepeserpun dari dana itu yang masuk ke kantong rektor,” kata Bambang kala itu.

Berita : 20 Mei 2009

*Penerimaan Bintara Polri
Kapolda : Tidak ada joki

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja


DEPOK : Penegasan penerimaan anggota Polri bebas kolusi, korupsi, dan nepotisme dinyatakan oleh Kapolda DIY, Brigjen Pol Sunaryono dihadapan orang tua calon peserta tes di Mapolda DIY, kemarin. Sunaryono mengharapkan agar para peserta dan orangtua bersikap jujur.
“Tantangan Polri ke depan semakin berat, kita hanya mencari yang terbaik untuk menjadi anggota Polri,” ujar Sunaryono. Menurut dia, tidak ada orang yang bisa meloloskan seseorang untuk menjadi anggota Polri jika tidak atas usaha sendiri dan doa.
Sunaryono mengatakan jika ada yang berusaha menjadi joki dalam penerimaan anggota Polri, maka akan berhadapan dengan sanksi hukum. “Jika ada anggota Polri yang menjadi joki, sanksi tegas berupa pemecatan,” tegas dia. Sementara untuk warga sipil jika terbukti menjadi joki, akan dikenai pasal pidana.
Sebagai langkah antisipasi terhadap terjadinya kecurangan dalam proses, telah dibangun suatu sistem penerimaan yang tidak bisa ditembus oleh siapapun. “Tidak ada yang bisa menembus sistem itu, selain berlapis juga ada pengawasan ketat,” ungkap Sunaryono.
“Kami tidak akan memandang asal peserta, selama dia berprestasi dan mampu menunjukkan hasil yang baik, pasti lolos,” tandas Sunaryono. Dengan ketatnya proses yang harus dilalui peserta, maka mereka yang berhasil lolos adalah orang terbaik yang dapat dipertanggungjawabkan kemampuannya.
Oleh karena itu, pesan Sunaryono, orang tua jangan mencoba untuk melakukan penyogokan kepada aparat dengan dalih apapun. “Jangan mau jika dimintai uang, jika sudah memberikan minta kembali, jika tidak mau, laporkan,” kata Kapolda yang baru bertugas di DIY selama tiga bulan tersebut.
Lebih lanjut, modus yang digunakan oleh joki adalah sistem untung-untungan. “Jika tidak lolos uang dikembalikan, jika lolos maka uang yang telah diberikan tidak dikembalikan,” tutur Sunaryono.
Terpisah, Kabid Investigasi Jogja Police Watch (JPW) Bambang Tiong mengatakan penegasan penerimaan Polri tanpa biaya itu agar tidak hanya slogan semata. “Buktikan bahwa proses penerimaan berlangsung bersih,” pungkasnya.

Selasa, Mei 19, 2009

Berita : 19 Maret 2009

*Dugaan korupsi Rektor UPN Veteran
Yayasan minta kasus dihentikan


DEPOK : Ketua Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP) yang membawahi UPN Veteran Yogyakarta, Bambang Pranowo meminta kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY untuk menghentikan kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Didit Welly Udjianto, Rektor UPN.
Pasalnya YKPP merasa tidak dirugikan selama kepemimpinan Didit Welly. Termasuk dalam penggunaan uang yayasan untuk kesejahteraan karyawan. “Tidak ada yang dirugikan, jika ada yang dirugikan maka yayasan sudah bertindak tegas,” ujar Bambang, usai melantik Didit Welly sebagai Rektor UPN Veteran untuk kedua kalinya, kemarin.
“Memang dana kesejahteraan itu dikeluarkan sebelum ijin dari yayasan turun, namun ijinnya sedang diproses dan itu diperbolehkan. Maka tidak ada masalah, tidak ada persoalan, tidak ada korupsi karena tidak sepeserpun dari dana itu yang masuk ke kantong rektor,” kata Bambang. Dia mengatakan perwakilan dari YKPP telah diminati keterangan oleh Kejati terkait kasus ini.
Bambang menjelaskan bahwa pengeluaran dana untuk tunjangan hari raya bagi karyawan yang dilakukan Rektor UPN pada 2006 dan 2007 telah memenuhi aturan. “Kejati telah menerima penjelasan tersebut dan dalam waktu dekat kami akan mengirimkan surat resmi kepada Kejati,” terang Bambang.
Menurut Bangun Suroyo, ketua Badan Pengurus Harian (BPH) UPN Veteran Yogyakarta, kebijakan rektor yang memberikan dana THR bagi karyawan merupakan langkah untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. “Kita selalu mendukung kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dan sesuai dengan prosedur,” kata dia.
Terpisah, Irsyad Thamrin, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta selaku kuasa hukum Koko Sudjatmiko, pelapor kasus dugaan korupsi Didit Welly ke Kejati, mengharapkan semua pihak untuk menghormati proses hukum yang saat ini sedang berlangsung.
“Kita sedang menunggu kinerja dari Kejati untuk mengumpulkan bukti dan saksi-saksi,” ujar Irsyad. Mengenai permintaan untuk pengehentian kasus, imbuh Irsyad, adalah wewenang penuh dari Kejati dan tidak bisa sepihak dari yayasan yang menaungi UPN.
Irsyad menegaskan bahwa Kejati musti bekerja profesional dan jauh dari intervensi. “Kejati harus bisa mengembangkan kasus ini,” pungkasnya.

Jumat, Mei 15, 2009

Berita : 15 Mei 2009

*Kasus perusakan kantor LOS
ORI : Perlu dicek ke Mabes Polri

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

JETIS : Tidak mulusnya penyelesaian kasus perusakan Kantor Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) karena alasan tidak ada izin presiden dalam pemeriksaan Bupati Bantul, Idham Samawi, direspon dengan kedatangan Antonius Sujata, Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) ke kantor ORI perwakilan Jateng-DIY.
Dalam kedatangannya, Antonius mengatakan, jika memang alasan kasus tidak kunjung dilimpahkan adalah izin presiden, maka perlu dicek langsung ke Mabes Polri. “Perlu dicek langsung surat permohonan itu,” ujar Antonius di Kantor ORI, kemarin.
Menurut dia, dengan dilakukan pengecekan langsung dapat diketahui sejauh mana perkembangan kasus. “Dengan demikian tidak saling menunggu, apalagi kasus sudah terlalu lama,” jelasnya. Antonius mengungkapkan, ORI akan melakukan klarifikasi untuk melengkapi kronologis perjalan kasus perusakan kasus perusakan kantor LOS ini, terutama untuk surat izin presiden yang tidak juga turun.
“Tujuannya agar tidak ada lagi mengalami penundaan dan dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi ORI kepada Mabes Polri,” kata Antonius.
Sementara itu, Irsyad Thamrin, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta selaku kuasa hukum Budi Wahyuni, Ketua LOS saat perusakan terjadi menyatakan kasus ini berpotensi terjadi exception of justice karena kasus berlangsung sangat lambat.
“Jika memang ada indikasi menggantung kasus, maka kami akan melapor ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)” jelas Irsyad. Upaya penundaan itu terlihat saat penyidik menggunakan pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan kepada tiga tersangka, Sukardiyono, Kandiawan, dan Sulistyo.
Menurut Irsyad, pembuktian kasus perusakan ini akan lebih mudah jika menggunakan pasal 170 mengenai usaha bersama melakukan perusakan. “Ini sangat psikologis karena menyudutkan pelapor Budi Wahyuni secara individu,” tutur Irsyad.
Terpisah, Kasat Reskrim Poltabes Yogyakarta, Kompol. Syaiful Anwar mengatakan terus berusaha untuk melengkapi petunjuk dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta. “Petunjuk untuk mendatangkan saksi ahli dari luar UGM telah dipenuhi,” ungkapnya tanpa merinci identitas saksi yang telah dipanggil.
Untuk surat izin presiden sendiri, imbuh Syaiful, Poltabes akan melakukan komunikasi dengan Kejari Yogyakarta. “Ada kesepakatan antara Bareskrim Mabes Polri dengan Kejagung, bahwa untuk memeriksa Bupati Bantul tidak memerlukan surat izin,” ungkapnya. Namun, dia mengaku sedang menyusun konsep tersebut untuk memenuhi petunjuk dari Kejari.

Kamis, Mei 14, 2009

Berita : 14 Mei 2009

*Kasus mantan Kades Sinduadi
Kejati mulai panggil saksi

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

UMBULHARJO : Setelah menetapkan Kusumastono, mantan Kepala Desa Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan tanah kas desa, Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) langsung memanggil saksi-saksi untuk mengumpulkan informasi.
Kemarin giliran Damanhuri, Kepala Desa Sinduadi, yang mendatangi Kejati DIY. Menurut Asisten Pidana Khusus Kejati DIY, Yusrin Nicoriawan, status Damanhuri adalah sebagai saksi. “Dia hanya dimintai keterangan mengenai kewenangan kepala desa,” ujar Yusrin, diruang kerjanya, kemarin.
“Selain itu, juga memberi informasi mengenai aset dan kekayaan Desa Sinduadi,” jelas Yusrin. Dia menambahkan, kejaksaan juga bertanya mengenai 'warisan' persoalan yang dimulai sejak dari pemerintahan Kusumastono.
Menurut Yusrin, langkah ini adalah untuk mengurasi persoalan yang terjadi. “Ketika terjadi pergantian pimpinan, apa saja masalah yang belum selesai atau perjanjian apa yang terjadi antara desa dengan pihak ketiga,” tandas Yusrin.
Sementara itu, Kasi Penyidikan Pidana Khusus Kajati DIY, Dadang Darussalam mengatakan, pemanggilan kepada saksi dilakukan bertahap. “Pemanggilan saksi dimulai minggu ini,” ujar Dadang. Saksi yang telah dipanggil adalah Sugandhi, Kasubag Pendapatan dan Kekayaan Desa serta Agus Sudarmana sebagai Bendahara Desa Sinduadi.
“Untuk semua yang telah dipanggil, materi pemeriksaan adalah seputar proses perjanjian yang terjadi dan aliran dana dari perjanjian yang terjadi,” ungkap Dadang. Kusumastono sendiri, imbuh Dadang, akan dipanggil setelah Kejati mendapatkan keterangan dari para saksi yang telah dipanggil sebelumnya.
Seperti diketahui, Kususmastana menjadi tersangka karena melakukan perjanjian dengan pihak ketiga tanpa bukti-bukti yang memiliki kekuatan hukum. Modus yang digunakannya adalah dengan menyuruh orang untuk menyewa tanah kas desa.
Setelah ada pengusaha yang menyewa tanah, uang hasil persewaan tidak dimasukkan kedalam kas desa. Perjanjian sewa tanah kas desa Sinduadi yang dilakukan oleh Kusumastono dengan pengusaha dilaksanakan dalam jangka waktu 20 tahun.

Rabu, Mei 13, 2009

Berita : 13 Mei 2009


Dipukul Sat Pol PP, anjal mengadu ke LBH

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

JOGJA : Puluhan anak jalanan yang biasa mangkal di Perempatan Jombor mendatangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, kemarin. Mereka mengadukan Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Kabupaten Sleman yang menganiaya dua orang diantaranya kala menjalankan razia pada Jumat (8/5) lalu.
Menurut Santoso, salah seorang korban pemukulan, pada saat razia ada sembilan orang dari komunitas Jombor yang terjaring. “Didalam truk sudah ada puluhan orang lain, sekitar 40an,” ujarnya di kantor LBH Yogyakarta, kemarin.
Setelah dimasukkan kedalam truk, puluhan anak yang terjaring razia itu dibawa ke kantor Sat Pol PP Kabupaten Sleman. “Semua dipisahkan, yang laki-laki dan perempuan, serta anak-anak kecil,” kata Santoso.
Dia beserta rekannya, Dwi Purwanto dimasukkan dalam ruangan kecil yang gelap. “Kami dipukuli, dada saya ditendang hingga ada tulang yang mlengse,” tandas Santoso. Dia juga mengaku dimaki serta mendapat hantaman dengan kayu.
Sementara Dwi Purwanto dipukul berulangkali dengan tangan kosong. “Wajah saya lebam-lebam dan pelipis berdarah,” terangnya sambil menunjukkan baju biru yang terdapat bekas darah kering. Karena kesakitan, Dwi pun terpaksa berobat di RSU PKU Muhammadiyah.
Setelah dipukul, semua yang terjaring razia diharuskan untuk berjalan jongkok dan push up. “Kami diancam untuk tidak melapor ke polisi,” tegas Dwi. Menurut Dwi, mereka dianggap oleh Sat Pol PP sebagai pemimpin anjal di Jombor. Karena paling tua, maka anak-anak dibawah umur diminta untuk menyetorkan uang hasil mengamen. Ini adalah kali ketiga mereka terkena razia. Namun, karena disertai penganaiyaan, maka mengadu ke LBH.
“Kami bekerja sendiri-sendiri, tidak ada setoran,” jelas Dwi. Dia mengatakan, tidak masalah Sat Pol melakukan razia selam untuk pembinaan. Tapi karena disertai kekerasan, anak jalanan tidak terima.
Syamsudin Nurseha, Ketua Divisi Ekosob LBH Yogyakarta mengatakan akan mengirim surat protes keras kepada Pemerintah Kabupaten Sleman dan Sat Pol PP Kabupaten Sleman. “Surat protes akan kami kirimkan, karena langkah Sat Pol PP sungguh diluar batas,” terangnya.
“Setiap warga negara punya hak untuk bekerja, ini mesti dilindungi dan dibina, bukan malah dipukuli,” kata Syamsudin. Selain mengirim protes keras, LBH akan mendampingi anak jalanan melaporkan perbuatan anggota Sat Pol PP Kabupaten Sleman ke Polda DIY.
Terpisah, Kasi Operasional Sat Pol PP Kabupaten Sleman, Yohanes Parningotan Marbun membantah ada anggotanya yang melakukan penganiayaan. “Tidak ada pemukulan, cuma disuruh push up dan jalan bebek,” kata Marbun.
“Bisa saja mereka terjatuh karena situasinya gelap,” jelas Marbun. Dia mengatakan akan melakukan koordinasi dengan LBH Yogyakarta dalam penanganan anak jalanan ini.

Selasa, Mei 12, 2009

Berita : 12 Mei 2009


Buruh CV. Magetan Putra menangi gugatan

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja


JETIS : Perjuangan buruh CV. Magetan Putra (MP), Kabupaten Bantul untuk mendapatkan haknya membuahkan hasil. Dalam persidangan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), kemarin, pengusaha CV. MP diharuskan membayarkan gaji dan pesangon untuk ke-20 buruh.
Dalam persidangan dengan majelis hakim Subur, Hono Sejati, dan Muslimin terungkap bahwa upaya mediasi antara kedua belah pihak menemui jalan buntu. Meski tidak dihadiri oleh tergugat, hakim tetap membacakan putusannya.
“CV. Magetan Putra diharuskan membayarkan uang gaji buruh mulai Oktober 2008 hingga April 2009,” ujar Subur, di Kantor PHI. Besaran gaji untuk 20 buruh tersebut bervariasi antara Rp5 juta hingga Rp10 juta, tergantung masa kerja dan bagian penempatan buruh.
Sementara untuk uang pesangon, besar uang yang diterima antara Rp2 juta hingga Rp40 juta.Setelah dipastikan menerima uang pesangon, buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Independen Magetan Putra (SPI MP) tersebut resmi di-PHK mulai 12 Mei 2009.
Menurut hakim, CV. MP tidak dalam posisi pailit, seperti alasan saat merumahkan buruh. “Perusahaan tetap beroperasi meski dengan jumlah pegawai yang sedikit, ini efisiensi,” tandas Subur.
Sementara itu, Halimah Ginting, penasehat buruh CV. MP dari Lembaga Advokasi HAM dan Bantuan Hukum (LABH) mengaku senang dengan keputusan hakim. “Hakim mengambil keputusan sesuai dengan fakta-fakta dan memeprtimbangkan hak buruh yang memang harus dipenuhi,” ungkapnya.
Menurut Halimah, dirinya menanti langkah dari CV. Magetan Putra. “Kita lihat saja nanti, namun kami minta secepatnya hak buruh dibayarkan,” tandasnya.
Herry Darmayanto, Humas SPI MP mengatakan, buruh mensyukuri keputusan hakim. “Buruh bukan kaum lemah yang bisa ditindas, selama bersatu, maka kekuatan buruh bisa menandingi pengusaha yang sewenang-wenang,” tegasnya.
“Kami juga sudah mengajukan sita jaminan aset Magetan Putra, karena ketika diajak berdiskusi pimpinan [Magetan Putra] tidak pernah mau ketemu,” ujar pria yang telah mengabdi selama 14 tahun ini.
Tak ayal, keputusan ini disambut buruh dengan gegap gempita. Untuk merayakan kemenangan, mereka melakukan longmarch ke Kantor Pos Besar dengan mengusung berbagai poster dan spanduk.

Sabtu, Mei 09, 2009

Berita : 9 Mei 2009


*Sri Bintang Pamungkas sempat ditahan
Dibubarkan, Kongres Golput jalan terus


Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

JOGJA : Meski Kongres Golput yang digelar Jumat (8/5) di Hotel Satya Graha dibubarkan oleh aparat Poltabes Yogyakarta, tapi Sri Bintang Pamungkas selaku pemrakarsa tetap bersikukuh mengadakannya kembali.
“Tadi [kemarin] pagi kita mengadakan dengan nuansa lesehan, tapi juga dibubarkan, nanti kita bikin di Jakarta,” ujar Sri Bintang, di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, kemarin. Menurutnya, pembubaran kongres ini tidak menjadikannya takut akan aksi pembungkaman yang dilakukan oleh kepolisian.
Bintang mengatakan, setelah kongres dibubarkan dan 20 orang peserta kongres dibawa ke Mapoltabes Yogyakarta, dirinya diinterogasi empat pertanyaan. “Mengenai kondisi kesehatan, kesediaan diperiksa, konsep Indonesi Baru, dan Pemilu Alternatif,” ungkapnya. Tapi, dari keempat pertanyaan itu, hanya pertanyaan mengenai kondisi kesehatan yang dijawabnya.
Dia menilai tindakan kepolisian adalah langkah menteror kebebasan berpendapat. “Polisi Jogja merupakan kolonialis feodal,” sengitnya. Karena selain membubarkan kongres, kamar hotel tempat menginap peserta juga digeledah dengan menggunakan kunci master.
“Kegiatan ini tidak perlu surat izin, namun hanya pemberitahuan, dan itu sudah kami dapatkan dari Mabes Polri, itu juga saya tunjukkan kepada Poltabes, namun tetap dibawa ke Poltabes,” papar Bintang. Dia mengatakan, diperiksa oleh anggota Poltabes hingga pukul 23.00 WIB. Setelah, dilepaskan, dengan peserta yang tersisa, kongres dilaksanakan disalah satu kamar hotel.
“Ini [pembubaran paksa] kembali ke zaman Soeharto, lihat saja, nanti waktu Pilpres, golput akan naik menjadi 60%,” tandas Bintang. Untuk menunjukkan ketidakgentarannya, Bintang menyatakan akan bertahan hingga Minggu (10/5) sesuai jadwal kongres.
Sementara itu, Direktur LBH Yogyakarta, Irsyad Thamrin mengecam keras aksi pembubaran paksa Kongres Golput tersebut. “LBH akan mengirim surat protes keras kepada Kapoltabes Yogyakarta, Kapolda DIY dan Kapolri,” ungkapnya.
“Data-data awal yang kami kumpulkan akan segera dikirim ke Komnas HAM dan Kompolnas untuk bahan investigasi karena telah terjadi pembungkaman terhadap hak kebebasan berpendapa,” tutur Irsyad.
Terpisah, Kombes. Pol. Agus Sukamso, Kapoltabes Yogyakarta mengatakan, bahwa kongres dibubarkan karena tidak memiliki izin. “Sri Bintang telah dilepaskan [Jumat] 23.00 WIB setelah dimintai keterangan,” ujarnya.
“Dia tidak ditahan, hanya dimintai keterangan,” jelas Agus. Menurutnya, Sri Bintang hanya diminta menjelaskan mengenai kegiatan yang dilakukan oleh Persaudaraan Golput Indonesia di Hotel Setya Graha.

Jumat (8/5)
1.Sehabis Shalat Jumat, peserta Kongres Golput mulai berdatangan dan mengisi daftar hadir
2.Kongres dimulai
3.16.00 WIB, Sri Bintang menyampaikan sambutan, aparat kepolisian masuk ke ruangan dan minta peserta membubarkan diri
4.Sri Bintang dan peserta kongres diangkut ke truk polisi
5.Sri Bintang diperiksa, 23.00 WIB dilepaskan
Sabtu (9/5)
6.Kembali ke hotel Asri Graha, tempat menginap, kongres dilanjutkan dengan peserta tersisa hingga 03.00 WIB
7.07.00 WIB, melanjutkan kongres di aula Asri Graha dicegah oleh kepolisian
8.13.00 WIB jumpa press di LBH Yogyakarta

Kamis, Mei 07, 2009

Berita : 7 Mei 2009

*Kasus perusakan Kantor LOS
ORI : Kejari berlebihan

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

JETIS : Rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) untuk Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) dalam mengawasi kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta untuk penanganan kasus perusakan kantor Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) telah keluar.
Menurut Asisten ORI Wilayah Jateng dan DIY, Muhajirin, Kejari telah melaksanakan tugasnya. “Namun karena substansi yang disangkakan kepada tiga tersangka adalah perbuatan tidak menyenangkan, bukan perusakan, maka permintaan kejaksaan berlebihan,” ujar Muhajirin, dikantornya, kemarin.
Dia mengatakan, prasyarat yang mengharuskan adanya pemeriksaan Bupati Bantul, Idham Samawi berpotensi menyebabkan penundaan berlarut. Meski demikian, karena Bupati Bantul telah diperiksa maka tetap harus dimasukkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
Untuk petunjuk terbaru yang meminta surat izin presiden sebagai syarat sah pemeriksaan kepada daerah, menurut Muhajirin tetap harus dipenuhi oleh kepolisian. “Petunjuk dalam P19 kan tidak mungkin dicabut, kami berharap dipenuhi Poltabes Yogyakarta untuk waktu yang tidak terlalu lam,” kata Muhajirin.
“ORI memberi rekomendasi kepada Kajati DIY untuk melakukan penelitian dan pengawasan secara sungguh-sungguh terhadap perkara ini,” tandas Muhajirin. Kasus perusakan Kantor LOS telah menjadi perhatian publik, jika tidak segera dituntaskan, dia khawatir akan mempengeruhi kepercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum. Bagi Muhajirin, penyelesaian perkara ini terlalu lama karena masih ada petunjuk dari kejaksaan yang belum dipenuhi penyidik.
Terpisah, Kasi Penkum Kajati DIY, Fora Noenoehitoe mengatakan akan mempelajari rekomendasi dari ORI. “Kita akan mempelajari dan mengkaji rekomendasi tersebut,” kata Fora. Setelah ada pengkajian mendalam, langkah Kejati adalah akan memanggil jaksa yang menangani kasus perusakan Kantor LOS.
“Nanti kita minta ekspose dan meminta keterangan dari jaksa tersebut,” jelas Fora. Dalam ekspose tersebut, akan melibatkan beberapa orang jaksa yang berkompeten guna mengurasi permasalahan yang terjadi. Untuk waktu mengundang jaksa yang menangani kasus LOS, Fora belum bisa memastikan karena masih menunggu pengkajian terhadap rekomendasi yang diturunkan ORI.

Selasa, Mei 05, 2009

Berita : 5 Mei 2009

Rendak Ibnu molor

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

UMBULHARJO : Penyusunan rencana dakwaan (rendak) Bupati Sleman, Ibnu Subiyanto yang terjerat kasus dugaan korupsi buku ajar, molor dari yang direncanakan semula. Kala menerima pelimpahan berkas Ibnu pada 14 April 2009, Yusrin Nicoriawan, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DIY, mentargetkan dalam waktu tiga minggu telah selesai.
Namun hingga kini rendak belum juga selesai. Menurut Kasi Penyidikan Pidana Khusus Kejati DIY, Dadang Darussalam, penyusunan rendak tidak molor. “Kemarin itu kan waktu yang ditargetkan, jika memang masih ada kekurangan, tidak bisa dipaksakan untuk diajukan ke pengadilan,” ujar Dadang di kantornya, kemarin.
Menurut Dadang, kejaksaan berusaha untuk menyempurnakan rendak untuk Ibnu Subiyanto. “Kita terus mengerjakan rendak, minggu-minggu ini kita harapkan selesai,” tandasnya. Koordinasi antara Kejaksaan Negeri Sleman dan Kejati DIY, imbuh Dadang, terus dilakukan untuk menyelesaikan rendak.
“Kita akan ekspose lagi dalam waktu dekat, yang pasti kejaksaan tidak menunda kasus ini,” jelas Dadang. Dengan belum selesainya rendak, dia tidak bisa memperkirakan sidang perdana yang akan digelar untuk Ibnu Subiyanto.
Dihubungi terpisah, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Muchtar mengatakan, jika memang perbaikan rendak masih diperlukan untuk penyempurnaan, maka itu merupakan alasan yang dapat diterima.
“Namun, tiga minggu adalah waktu yang terlalu lama, apalagi ini sudah melewati target,” ungkapnya. Menurut Zainal, dalam perbaikan itu penyempurnaan rendak harus optimal, karena memakan waktu yang cukup lama untuk penyusunannya.
Dia menambahkan, kasus buku telah memiliki tersangka lain yang telah diproses hingga pengadilan dan divonis. “Jaksa seharusnya sudah bisa mulai melakukan penyusunan dakwaan setelah berkas perkara dari penyidik dinyatakan lengkap atau P 21,” pungkasnya.

Senin, Mei 04, 2009

Berita : 4 Mei 2009

*Kasus perusakan Kantor LOS
ORI : Kejaksaan menghambat penyelesaian kasus


Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja


JETIS : Kepala Perwakilan Ombusdman Republik Indonesia Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (ORI Jateng DIY), Sukarjono menganggap Kejaksaan Negeri Yogyakarta menghambat penyelesaian kasus perusakan kantor Lembaga Ombusdman Swasta karena petunjuk untuk Poltabes Yogyakarta sudah melebar dari substansi permasalahan.
Sukarjono mengatakan, pasal yang didakwakan untuk ketiga tersangka adalah 335 KUHP mengenai perbuatan tidak menyenangkan. “Tidak ada korelasi yang signifikan antara pemanggilan Bupati Bantul dengan pasal untuk tersangka,” ujarnya, di Kantor ORI, kemarin.
“Izin dari presiden pasti akan lama dan sangat birokratis, kenapa itu harus dipaksakan ketika Bupati sudah datang atas inisiatif sendiri,” heran Sukarjono. Mustinya, imbuh mantan hakim ini, kejaksaan fokus dengan pasal yang didakwakan, bukan malah melebarkan permasalahan.
Mengenai petunjuk yang kedua, mengenai saksi ahli selain dari Universitas Gajah Mada (UGM), menurut Sukarjono, tidak ada jaminan saksi ahli yang didatangkan oleh Poltabes Yogyakarta dari luar UGM akan independen.
“Alasan untuk memanggil dari luar UGM karena saksi korban [Budi Wahyuni-mantan Ketua LOS] adalah dosen UGM,” jelas Sukarjono. Padahal, saksi ahli didatangkan untuk menambah keyakinan dari bukti yang telah terkumpul. Selain itu, dalam memberikan keterangan sesuai dengan kapasitas keilmuan yang dimiliki.
Ditegaskannya, rekomendasi dari ORI untuk kejaksaan akan turun minggu ini. “Satu dua hari kedepan akan ada rekomendasi atas kinerja kejaksaan,” jelas Sukarjono.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta, Tri Wahyu KH, mengaku kecewa dengan berlarutnya kasus ini. “Kejaksaan tidak konsisten, pada petunjuk yang pertama tidak ada mengenai saksi ahli, kenapa sekarang dimunculkan,” tanya Tri Wahyu. Bagi dia, upaya penundaan akan terus dilakukan dengan menambah petunjuk-petunjuk yang tidak masuk akal.
“Ini menguatkan unsur politis bermain dalam penyelesaian kasus ini,” tandas Tri Wahyu. Makaryo sendiri akan menunggu hasil rekomendasim ORI untuk kejaksaan.
Seperti diketahui, Kejari Yogyakarta mengembalikan berkas Berita Acara Pemeriksaan kasus LOS ke Poltabes Yogyakarta karena dianggap belum lengkap. Petunjuk dari kejaksaan adalah belum adanya surat izin presiden untuk memeriksa Bupati Bantul, Idham Samawi dan meminta didatangkan saksi ahli selain dari UGM.

Berita : 3 Mei 2009

*Kasus perusakan Kantor LOS
Tidak perlu surat Presiden

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

JOGJA : Menanggapi petunjuk dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta mengenai kekuranglengkapan berkas dalam kasus perusakan Kantor Lembaga Ombusdman Swasta, Kapoltabes Yogyakarta, Kombes. Pol. Agus Sukamso mengatakan telah berkomunikasi dengan Mabes Polri.
Komunikasi dilakukan karena dalam petunjuk tersebut dikatakan masih belum dilengkapi dengan surat izin dari presiden untuk pemanggilan Bupati Bantul, Idham Samawi. “Kita sudah menghubungi Mabes Polri untuk menanyakan surat izin presiden untuk memeriksa Bupati Bantul,” terang Agus, dikantornya, pekan lalu.
“Dari hasil pembicaraan antara Mabes Polri dengan Sekretaris Negara, dikatakan surat izin tidak diperlukan,” tegas Agus Sukamso. Karena sudah mendapat jawaban bahwa surat izin presideng tidak diperlukan, langkah Poltabes selanjutnya adalah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Yogyakarta mengenai hal ini.
Agus mengakui bahwa kendala kepolisian dalam merampungkan kasus ini adalah tidak turunnya izin dari presiden. “Namun kita telah mendapat paparan bahwa izin sudah didrop, jadi tidak diperlukan,” ungkapnya.
Untuk petunjuk yang kedua, mengenai perlu didatangkannya saksi ahli yang bukan dari Universitas Gajah Mada, Agus menyatakan kesiapannya. “Akan kita undang secepatnya, nanti kita panggil,” ungkapnya.
Terpisah, Loeke Larasati, Kepala Kejaksaan Negeri Yogyakarta mengatakan bahwa surat izin dari presiden untuk memeriksa dan meminta keterangan dari kepala daerah adalah mutlak. “Itu sesuai undang-undang,” jelasnya.
“Didalam ketentuan tidak disebutkan status [kepala daerah] sebagai apa, jadi harus ada surat izin, itu pemahaman kami,” tegas Loeke. Selain surat izin presiden, imbuhnya, ada beberapa sisi formil dan materiil yang belum dipenuhi sebagai syarat lengkap sebuah berkas sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
Disinggung mengenai permintaan untuk memanggil saksi ahli yang tidak berasal dari UGM, menurut Loeke, adalah sebagai pembanding. “Itu hanya sebagai pembanding untuk lebih menguatkan argumentasi,” pungkasnya

Jumat, Mei 01, 2009

Berita : 1 Mei 2009


*Sewakan tanah kas desa tanpa perjanjian
Mantan Lurah Sinduadi jadi tersangka

Oleh Dian Ade Permana
HarianJogja

UMBULHARJO : Kusumastono, Kepala Desa Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman periode 1996 hingga 2004 resmi ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta karena menyewakan tanah kas desa tanpa perjanjian jelas.
Kasi Penyidikan Pidana Khusus Kejati DIY, Dadang Darussalam mengatakan, Kusumastono didiuga kuat terlibat dalam penyimpangan atas hasil kekayaan kas desa. “Modusnya dengan cara menyuruh orang untuk menyewa tanah kas desa,” ujar Dadang, diruang kerjanya, kemarin.
Setelah bekerjasama dengan pengusaha yang menyewa tanah, uang hasil persewaan tidak dimasukkan kedalam kas desa, namun ke rekening pribadi. “Padahal dalam pernjanjian tersebut, sewa tanah dilaksanakan untuk jangka waktu 20 tahun,” tandas Dadang.
“Perjanjian yang dilakukan tidak ada kejelasan dan bukti hitam diatas putih maupun yang memiliki kekuatan hukum,” jelas Dadang. Karena tidak ada perjanjian yang sah menurut hukum, maka Kusmastono diindikasikan menguntungkan diri sendiri dengan memanfaatkan kekuasaannya.
Menurut Dadang, jumlah kerugian yang ditanggung oleh Desa Sinduadi belum bisa dihitung secara pasti. “Jumlah kerugian yang pasti sedang dihitung, kita masih menunggu hasil audit,” tuturnya.
Langkah Kejati sendiri dalam waktu dekat akan memanggil saksi-saksi yang diperlukan guna memperoleh informasi mengenai kasus ini. “Minggu depan kita akan memanggil saksi untuk dimintai keterangan,” paparnya.
Terpisah, Syarifudin M. Kasim, Kabid Investigasi Jogja Corruption Watch (JCW) mendukung penuh kejaksaan yang “turun” hingga ke desa-desa untuk mengungkap kasus korupsi. “Korupsi dilakukan ketika ada kesempatan berkuasa,” ujarnya.
“Namun selama ini yang terjadi adalah setelah kasus diumumkan, malah mengendap tidak jelas dan tanpa penyelesaian kasus,” tegas Syarifudin. Lebih lanjut, selain penyalahgunaan tanah kas desa, aparatur desa juga sering “bermain-main” dengan anggaran. Dia berharap, dengan adanya Kajati baru di DIY dapat memberi semangat dalam pemberantasan korupsi