Senin, Juni 07, 2010

Penambang Berharap Fasilitas Pariwisata

ALIH PROFESI PENAMBANG PASIR


Penambang Berharap Fasilitas Pariwisata

SRANDAKAN - Kegiatan penambangan pasir di Dusun Bendo, Trimurti, Srandakan semakin mengkhawatirkan. Meski sudah ada peraturan yang melarang penambangan, warga tetap mengambil pasir dan batu dari Sungai Progo. Hal ini karena tidak ada pekerjaan lain yang dapat menghidupi keluarga.

Menurut Kepala Dusun Bendo, Partono, hampir 80 persen dari sekitar 600 warga, menggantungkan hidupnya dari material Sungai Progo. ”Warga dan pamong menyadari kegiatan tersebut merusak lingkungan,” ujarnya kepada KR, Rabu (2/6). Bahkan dibeberapa titik, lubang galian terus membesar, sempat longsor ketika hujan, dan terparah terjadi abrasi dengan panjang sekitar satu kilometer.

Partono mengungkapkan telah ada upaya agar penambang beralih profesi dari penambang pasir. Selain program transmigrasi dari pemerintah kabupaten, ada bantuan kambing. ”Tapi itu belum maksimal karena tidak sesuai dengan aspirasi penambang,” ungkapnya. Penambang menginginkan usaha perikanan dan pariwisata air di Bendung Sapon.

Untuk perikanan, diharapkan ada sudetan dari Sungai Progo ke arah lubang-lubang bekas penambangan. Sementara pariwisata, mengandalkan perahu dan pemancingan. Jika pembangunan berjalan, warga menginginkan ada panggung khusus untuk menggelar pertunjukan.

”Kami terkendala dana, meski pernah menghadap Dinas Pariwisata namun tidak mendapat respon,” kata Partono. Dia menyatakan bahwa pengunjung Bendung Sapon pada hari Minggu dan sore hari cenderung ramai, berkisar antara 200 orang. Tapi karena tidak ada fasilitas penunjang, pengunjung pun berkurang. Bahkan, imbuhnya, beralih ke taman wisata yang masuk dalam wilayah Kulonprogo.

Koordinator penambang pasir Bendung Sapon, Sutamtomo mengaku setuju jika penambang pasir berkerja dibidang perikanan atau pariwisata. ”Terus terang, sebagai penambang banyak resikonya,” ungkapnya. Selain itu, penambang juga merasa was-was karena bekerja melanggar peraturan dan seringkali dirazia oleh Sat Pol PP.

Sekretaris Komisi B DPRD Bantul, Ahmad Badawi mengungkapkan penambang memang seharusnya berpikir untuk beralih profesi yang tidak melanggar peraturan dan tidak merusak lingkungan. Namun untuk sektor pariwisata, selain faktor penunjang juga harus dipersiapkan mental yang baik. (Dian Ade Permana)

Pemkab Bantul Desak Dokumen Sebagai Dasar

SENGKETA BLOK SANTAN

Pemkab Bantul Desak Dokumen Sebagai Dasar



BANTUL - Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Sekretaris Daerah Drs Gendut Sudarto Kd BSc MMA meminta pemerintah pusat menggunakan dasar-dasar dokumen sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam sengketa blok Santan. Jika hanya berdasar keterangan warga dan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka keputusan tidak akan fair.

Gendut menyatakan, sengketa lahan tersebut mulanya diserahkan kepada propinsi, namun karena rumit dinaikkan ke Menteri Dalam Negeri. Setelah tim dari pusat datang, mereka menginventaris data dengan melakukan tanya jawab dengan warga dan BPN. Jika menurut warga, tentu akan memilih Sleman karena selama ini warga berhubungan dengan Pemerintah Kabupaten Sleman.

”Sementara untuk BPN, mereka seharusnya hanya mencatat kepemilikan sertifikat, bukan mengenai wilayah,” tegas Gendut kepada KR, Kamis (4/6). Dengan demikian, BPN dapat melampaui kewenangannya dalam menjalankan tugas. Dia meminta dasar dari BPN dianulir karena tidak relevan.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi A DPRD Bantul, Agus Effendi menyatakan bahwa budaya dan kebiasaan masyarakat tidak bisa dijadikan dasar untuk penentuan wilayah. ”Tentu bisa saja berbeda, karena itu hanya soal kebiasaan,” ungkapnya. Dia menilai persoalan kultur tidak dapat mempengaruhi administrasi. Dari dokumen lama, Blok Santan berada di wilayah Bantul,.

Gus Eff, panggilan Agus Effendi, mengungkapkan bahwa jika persoalan sengketa Blok Santan ini tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, maka Pemkab Bantul harus menempuh jalur hukum. Dia mengaku kecewa karena persoalan tapal batas ini telah berlarut-larut dan tidak diuji dengan menggunakan dokumen, hanya berdasar dasar di lapangan.

”Saat ini data dokumen masih ada, kenapa itu diabaikan,” tegasnya. Meski meminta Pemkab Bantul untuk menyiapkan langkah hukum, namun Gus Eff mengharapkan untuk menanti keputusan final dari Menteri Dalam Negeri sebelum bertindak lebih lanjut. (Dian Ade Permana)

Cita-cita Proklamasi Semakin Menjau

Cita-cita Proklamasi Semakin Menjauh


BANTUL - Bupati Bantul yang juga Ketua DPD PDIP DIY, Drs HM Idham Samawi menyatakan bahwa cita-cita proklamasi semakin jauh dari tujuan bangsa. Pasalnya, kondisi riil saat ini sangat berbeda dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Jika tidak ada perubahan kongkrit dan bersifat revolusioner, maka Bangsa Indonesia akan semakin terpuruk.
Idham mengungkapkan bahwa tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah melindungi rakyat dan segenap tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan berbangsa, dan turut menciptakan kemerdekaan dunia. “Namun yang terjadi, banyak pemimpin yang tidak peduli dengan nasib rakyatnya,” tegasnya dalam acara Transfer Ideologi Pancasila di Jomegatan, Nitiprayan, Sabtu (5/6).
Sebagai contoh, lanjutnya, rakyat tidak bisa meminjam uang di bank jika tidak memiliki jaminan. “Berapa banyak rakyat yang memiliki aset, jika terus begini, maka perekonomian rakyat tidak akan membaik karena tidak memiliki modal,” kata Idham. Kebijakan lain, adanya ketentuan pengelolaan dan penyewaan tanah hingga 90 tahun. Dia menilai bahwa pola ini akan semakin menyengsarakan rakyat.
Idham menegaskan bahwa untuk keluar dari belenggu tersebut, maka perlu diupayakan kedaulatan dan kebebasan dalam menentukan pilihan politik, berdikari secara ekonomi, dan berkebudayaan. “Kita harus kembali bekerja keras untuk membela rakyat dan mengangkat Negara,” pinta Idham. Khusus untuk jajaran PDIP, harus kembali merapatkan barisan dan melakukan konsolidasi.
“Saat ini PDIP sedang menginventaris peraturan yang tidak berpihak pada rakyat,” buka Idham. Sebagai bentuk evaluasi, akan melibatkan tiga pilar yang terdiri dari pengurus struktural partai, anggota legislatif di DPR, dan eksekutif sebagai kepala daerah. Dia mengungkapkan, dengan sinergi yang kuat, maka akan melahirkan kepemimpinan dan pemerintahan yang berdaulat. Sebagai wujud keberhasilan tersebut, PDIP mampu memenangkan hampir 70 persen dari pemilukada yang diikuti.(Dian Ade Permana)

SEKOLAH SWASTA TERANCAM KEKURANGAN SISWA

SEKOLAH SWASTA TERANCAM KEKURANGAN SISWA

BMPS Minta Solusi DPRD


BANTUL - Sekolah swasta terancam kekurangan murid jika sekolah negeri berencana untuk menambah kelas. Pasalnya, orang tua cenderung memasukkan anak ke sekolah negeri. Jika penambahan kelas di sekolah negeri jadi diwujudkan, maka akan mengancam keberlangsungan sekolah swasta. Menurut Koordinator Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Agus Rahayudi, selain persoalan kuota siswa, waktu pendaftaran juga harus diperhatikan dengan seksama.

Agus menyatakan waktu pendaftaran yang dialokasikan saat ini, hanya berjarak satu hari dari pendaftaran di sekolah negeri, menjadikan penerimaan siswa tidak maksimal. “Waktunya sudah sangat mepet sehingga sekolah swasta kesulitan mendapatkan siswa baru,” terang Agus di Gedung DPRD Bantul, Senin (7/6).

Selain persoalan siswa baru, BMPS juga mengutarakan persoalan mengenai guru wiyata bhakti yang telah diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Agus mengatakan bahwa setelah jadi PNS, harusnya guru tersebut dikembalikan kepada sekolah asal, bukan diminta mengajar di sekolah negeri. “Penempatan harus diatur, ini demi keberlangsungan pendidikan di sekolah swasta,” tegas Agus. Selain itu, untuk honor GTT/PTT juga harus mendapat perhatian karena menyangkut kesejahteraan pegawai.

Menanggapi BMPS, Ketua Komisi D DPRD Bantul, Fachrudin mengatakan akan segera memfasilitasi pertemuan antara BMPS dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Bantul, baik Dasar maupun Menengah dan Non Formal. “Tujuan pertemuan untuk membahas petunjuk teknis pendaftaran yang akan dimulai pada 30 Juni mendatang,” terangnya. Dengan adanya peraturan yang berdasar kesepakataan tersebut maka diharapkan akan tercipta out put yang akomodatif.

Untuk honor GTT/PTT, pola pemberian intensif tetap menggunakan cara lama. ”Sementara untuk yang 2011, akan ada perubahan, namun saat ini masih dalam pembahasan,” terang Fachrudin. Namun yang pasti, imbuhnya, DPRD bersama Dinas Pendidikan sepakat untuk mengawal Peraturan Gubernur DIY agar tidak ada keputusan yang merugikan sekolah di Bantul. (Dian Ade Permana)