Senin, Agustus 22, 2011

Tetenger Erupsi Merapi, Mobil APV Berkarat




Mobil Suzuki APV tersebut telah berkarat. Penyebabnya, sejak erupsi Gunung Merapi 26 Oktober 2010, mobil milik Agus Wiyarto tersebut tidak lagi bisa digunakan. Saat digunakan untuk mengangkut warga, mobil berplat nomor AB 1053 DB turut menjadi korban keganasan awan panas. Turut menjadi korban pengemudi mobil Tutur Priyanto, relawan PMI Bantul dan Yuniawan Wahyu Nugroho, wartawan Vivanews.
Minggu (21/8) mobil tersebut dikembalikan ke tempat semula saat erupsi berlangsung. Yakni di halaman rumah Mbah Maridjan. Pemindahan dilakukan dengan derek manual oleh relawan Jogja Magelang Elektronik (JME). Bagian depan mobil disorongkan ke truk dan selanjutnya ditarik ke Kinahrejo. Selama ini, mobil digeletakkan begitu saja di salahsatu rumah yang ada di Dusun Pangukrejo Desa Umbulharjo Cangkringan. “Mobil dipindahkan pada 29 Oktober 2010, kala itu bertujuan untuk memudahkan evakusi korban lain yang masih dalam pencarian,” kata Agus Wiyarto.
Dengan pemindahan ke lokasi awal mobil ini ditemukan, diharapkan bisa menjadi tetenger bagi erupsi tahun 2010. Kinahrejo sendiri, lanjutnya, saat ini telah menjadi tempat tujuan wisata. Agus menyatakan selama di Dusun Pangukrejo, mobil tersebut sangat tidak terawat karena tidak ada perhatian dari pemerintah. Padahal, lanjutnya, mobil APV warna biru telur tersebut termasuk yang pertama melakukan evakusi terhadap warga Kinahrejo.
Juru Kunci Merapi, Mas Lurah Surakosihono yang turut memantau pemindahan tersebut menegaskan, mobil APV itu berjasa untuk mengabarkan pada masyarakat kondisi riil saat-saat terakhir jelang erupsi. Pada 26 Oktober 2010 petang, masyarakat Kinahrejo masih bersantai dan menganggapi tidak ada apa-apa. “Kami baru tahu keadaan genting saat Pak Agus, Tutur dan Wawan mengajak seluruh warga agar segera turun,” ucapnya.
Pada kesempatan pertama evakuasi, mobil diisi 14 orang dan ditempatkan di Balai Desa Umbulharjo. Setelahnya, Tutur dan Wawan kembali naik untuk mengajak Mbah Maridjan ke barak pengungsian. Namun ternyata, mobil tidak pernah kembali karena terkena awan panas. Asih, panggilan Mas Lurah Surakosihono, menyatakan telah berkirim surat kepada Presiden RI dan Gubernur DIY agar ada penghargaan terhadap mobil Suzuki APV tersebut. Namun hingga saat ini belum ada respon.
Kepala Desa Umbulharjo Bejo Mulyo menganggap semestinya ada perhatian dari pemerintah terhadap Suzuki APV milik Agus Wiyarto tersebut. Dia menilai karena jasa mobil tersebut, jumlah korban karena eupsi dapat diminimalisir dan warga segera diungsikan ke barak pengungsian di Balai Desa Umbularjo. (Dian Ade Permana)

Jumat, Juli 08, 2011

Tuk Si Bedhug, Simbol Kerukunan Beragama





Air bukan sekedar sumber kehidupan. Di Desa Margodadi, Seyegan, Kabupaten Sleman air menjadi simbol kerukunan beragam. Dalam kirab budaya Tuk Si Bedhug, masyarakat dari berbagai latar belakang bersatu turut memeriahkan acara yang diselenggarakan untuk memperingati keluarnya sumber air yang berasal dari tongkat Sunan Kalijaga, tokoh penyebar Islam di tanah Jawa.
Menurut Ketua Panitia Peringatan Tuk Si Bedhug 2011, Tugino peserta kirab yang berasal dari berbagai bergodho tersebut ada yang beragama Kristen dan Katolik. Namun, karena semangat untuk terus melestarikan budaya tersebut, perbedaan agama bukanlah halangan.
“Kirab ini digelar setiap Jumat Pahing di bulan Juli,” kata Tugino, Jumat (8/7). Kirab dimulai saat tokoh pemeran Sunan Kalijogo berjalan keliling desa dengan diikuti masyarakat yang membawa ubo rampe. Selain itu, dibawa pula gunungan hasil bumi dan cethil, yang merupakan makanan khas daerah setempat. Setelah berkumpul di lapangan desa, arak-arakan menuju Tuk Si Bedhug dan melakukan doa bersama.
Tugino mengungkapkan tuk atau mata air ini berasal dari tongkat Sunan Kalijaga yang ditancapkan ke tanah. Hal ini dilakukan karena saat tiba shalat dluhur, Sunan tidak menemukan adanya sumber air. Sekarang, sumber air ini dibagi dalam dua bagian, yakni kolam suci dan kolam umum.
Juru Kunci Tuk Si Bedhug, Ngadimin mengatakan air di kolam suci diyakini masyarakat, terutama penganut kejawen memiliki tuah, karena tidak pernah kering. “Air ini hanya sarana, namun yang utama adalah izin dari Gusti Allah,” jelasnya. Mereka yang berharap berkah dari air ini, tidak hanya berasal dari Sleman, namun juga dari Bantul, Magelang dan wilayah lain.
Kirab budaya ini dinilai oleh Camat Seyegan, Anggoro Aji Sunaryono sebagai saran pemersatu warga karena melibatkan masyarakat dari semua dusun. Selain itu, berpotensi menjadi objek wisata budaya yang dapat mendorong perekonomian. “Warga juga bergotongroyong demi suksesnya kirab sekligus menumbuhkan kebanggan terhadap budaya di kalangan generasi muda,” pungkasnya. (Dian Ade Permana)

Kamis, Juli 07, 2011

Sultan Kecewa Nasdem Berpartai

PUTUSKAN MUNDUR
Sultan Kecewa Nasdem Berpartai


Ketua Dewan Pembina Nasional Demokrat (Nasdem) Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan keluar dari organisasi masyarakat tersebut karena berubah menjadi partai politik. Menurut Sultan, sedari awal tidak ada kesepakatan Nasdem akan menjadi partai politik. Karena kecewa dengan perubahan tersebut dan kesulitan memberi penjelasan kepada pengurus di daerah, Sultan pun memilih mengundurkan diri.
Sultan mengungkapkan saat bergabung dengan Nasdem komitmen awalnya adalah membangun ormas tersebut hingga menjadi kekuatan politik tanpa menjadi partai politik. “75 persen pengurus Nasdem itu PNS, tentu mereka tidak bisa menjadi anggota partai,” terang Sultan di selter Gondang I, Wukirsari, Cangkringan, Kamis (7/7). Dengan kondisi ini, diakuinya akan sangat sulit memberi penjelasan secara proporsional kepada anggota.
Mengenai pemakaian kop Kraton Ngayogyokarto dalam pengiriman surat pengunduran diri tersebut, Sultan menegaskan bahwa itu sikap pribadinya, karena dia yang menandatangani sekaligus ada identitas dirinya. “Itu kesadaran saya sendiri, dalam surat itu sudah jelas,” tegasnya. Pengunduran itu pun tidak ada kaitannya dengan polemik status keistimewaan DIY yang sedang digodok di DPR RI.
“Pikiran saya, Nasdem itu adalah ormas, kenapa ada partai yang mirip, dimulai dari logo hingga nama,” ucapnya. Dia pun merasa heran kenapa partai tersebut tidak mencari nama dan logo lain yang berbeda. Dengan ketidakjelasan tersebut, Sultan memilih mundur dan tidak akan bergabung dengan partai apapun.
Disinggung mengenai kemungkinan bergabung dengan partai atau ormas lain, Sultan menyatakan belum menentukan pilihan. “Belum tahu kedepannya, yang pasti saya kecewa dengan partai,” jelas Sultan. Mengenai tanggapan dari Surya Paloh maupun kelanjutan Nasdem DIY yang dipimpin GKR Pembayun, Sultan menyatakan tidak akan ambil pusing dan mempersilahkan mengambil sikap sendiri-sendiri.
Menurut Sultan dengan berbentuk ormas, maka Nasdem akan mengabdi tanpa kepentingan pada kekuasaan, sementara partai berorientasi pada kekekuasaan semata. “Kami ingin mengabdi dengan tulus, bukan sekedar politik,” jelasnya. Orang di partai jika masuk ormas Nasdem, maka akan mundur dari partai tersebut.
Dia menilai bahwa tanpa menjadi anggota partai politik pun, masyarakat masih bisa menyalurkan aspirasi politiknya. Saat disinggung akankan memilih Partai Nasdem dalam pemilu mendatang, Sultan menyatakan belum tentu, karena Partai Nasdem tersebut belum lolos verifikasi. (Dian Ade Permana)

Selasa, Juni 14, 2011

Bukit Kalitengah, Tujuan Wisata Baru




Pasca erupsi Gunung Merapi, banyak daerah yang didatangi wisatawan karena penasaran dengan kondisi yang terjadi. Salah satu wilayah yang menjadi primadona adalah Desa Glagaharjo, yang memiliki dusun paling dekat dengan puncak Merapi, yakni Dusun Kalitengah Lor. Setiap harinya, setidaknya ada 50 orang yang berkunjung.
Menurut relawan Edelweis, Jolodoro salah satu daya tarik wilayah Bukit Kalitengah tersebut adanya gardu pandang bantuan dari Rotary Club yang telah diresmikan pada Minggu (5/6). Dari gardu pandang setingga 6,5 meter tersebut, pengunjung bisa mengamati hampir seluruh kawasan Merapi, termasuk melihat Kota Yogya. “Ini adalah gardu pandang dengan posisi paling tinggi,” ucapnya, Minggu (12/6).
Kawasan ini bisa dikembangkan menjadi kawasan wisata, karena pihak desa telah menyediakan setidaknya 1,5 hektar lahan disekitar gardu pandang. Diantaranya untuk kawasan perkemahan dan outbond. Jolodoro menyampaikan bahwa pihak Rotary bersedia untuk membantu pengembangan kawasan ini, asal berdasar keinginan warga dan dikelola secara mandiri. Jika kondisi ini tercipta, dia menyakini perekonomian warga akan terangkat.
Saat ini saja, imbuhnya, sudah ada beberapa warung milik warga yang berdiri. Kondisi ini secara tidak langsung telah membuat perekonomian warga meningkat. Meski begitu, belum ada penarikan retribusi untuk setiap pengunjung. Alasannya, belum semua fasilitas penunjang terpenuhi. Meski sudah ada kamar mandi, namun ketersediaan air masih minim. Selain itu, diharapkan ada alat pemantau seperti teropong.
Jolodoro mengatakan dengan adanya teropong maka ada dua keuntungan sekaligus, yakni sebagai alat pemantau kondisi Merapi dan bencana lahar dingin serta mengundang wisatawan datang karena bisa melihat kondisi detail dari gunung. “Kondisi ketinggian gardu pandang ini sudah sangat ideal dan bisa menampung sekitar 20 orang,” tegasnya.
Andri, salah seorang pengunjung dari Klaten mengatakan pemandangan dari Bukit Kalitengah sangat indah, karena menampilkan kekontrasan. Yakni ada lahan yang gersang karena lahar dingin dan awan panas, namun disatu sisi tanaman penghijauan mulai tumbuh. “Jika memang menjadi lokasi wisata, pasti digemari karena sangat indah,” paparnya. Soal kondisi jalan yang belum baik, menurutnya itu menjadi bagian dari pengalaman untuk merasakan sensasi Merapi. (Dian Ade Permana)

Selasa, Juni 07, 2011

Awas, Celeng Widoyo Mengepung




Celeng-celeng nan serakah masih mengepung negara ini. Mereka tak peduli dan abai dengan lingkungan. Tujuan mengeruk keuntungan pribadi adalah kekuatan. Sialnya, mereka hanya menatap sang Budha tanpa niatan untuk bertobat. Ajakan untuk meninggalkan nafsu duniawi tenggelam atas nama kekuasaan. Dasar celeng.
Gambaran bernas tentang perilaku celeng terlihat jelas dalam karya-karya Widoyo. Celeng menjadi tema besarnya. Salah satunya berjudul Insaf. Karya tersebut dipamerkan dalam Suara Daun, Suara Hati, bersama Suitbertus Sarwoko di Bentara Budaya Yogyakarta, mulai 3 hingga 12 Juni 2011.
Bagi Widoyo, celeng adalah binatang menjijikan yang selalu memikirkan diri sendiri. Dia akan makan apa saja hingga perutnya kenyang. Sayangnya, celeng-celeng ini adalah penguasa, mereka memimpin negara tanpa batas. Tak ada kekuatan yang bisa menghentikannya. Bahkan terus beranak pinak. Upaya pembantaian celeng, mulai dari menggantung hingga memanggil orang suci untuk melakukan penyadaran, mental. Celeng tetap saja bertahta.
“Pemimpin yang tak peduli dengan rakyatnya adalah celeng,” geram Widoyo. Realitas perilaku pemimpin yang dipilih lewat jalur demokrasi, semakin membuatnya kesal. Pemimpin itu, tak lagi peduli dengan rakyatnya. Menumpuk harta dengan cara-cara tidak sah. Hukum adalah persoalan negosiasi karena tidak ada lagi wibawa.
Widoyo menyatakan bahwa dirinya bebas dari pengaruh sang maestro celeng, Djoko Pekik, meski mengidolakannya. Penggambaran celeng dalam karya, murni jeritan hati yang tak tahan lagi dengan perilaku penguasa.
Menilik karya Sarwoko, yang men-daun-kan segala sesuatu pun cukup menarik. Rangkaian daun-daun menampakan wujud yang berbeda dalam baluran warna-warna yang kontras. Baginya, daun adalah sumber kehidupan. Karena daun yang kering dan jatuh, pasti terganti daun baru yang lebih muda. Dalam proses ini, pohon akan tetap hidup.
Pohon dan daun, bagi Sarwoko adalah inspirasi. Baginya, ada saja pelajaran yang diperoleh dari pohon, mulai dari tak pernah tumbuh tergesa-gesa, banyak berguna bagi makhluk lain, hingga kemampuan adaptasi. Kesederhaan karya Sarwoko yang realis menampilkan lukisan yang sarat pesan, utamanya dalam kehidupan. (Dian Ade Permana)

Jumat, Maret 11, 2011

Kualat, Melawan Keistimewaan DIY

Kualat, Melawan Keistimewaan DIY

BANTUL - Anggota DPD asal Maluku, John Pieren mengatakan semua yang melawan keistimewaan DIY akan kualat dan menanggung dosa tak terampuni. Menurutnya, dari hasil kunjungan ke DIY, hampir seluruh rakyat DIY menyatakan dukungannya untuk keistimewaan yang ditandai dengan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
John menegaskan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. “Karenanya, jika ada yang berani sama Tuhan, tentu akan kualat,” ujarnya di hadapan ratusan warga Bantul dalam Kunjungan Kerja Komisi II DPR RI dan DPD Panja RUUK DIY, di Pendopo Parasamya, Jumat (11/3). Dia menyampaikan bahwa hubungan komunikasi antara rakyat dengan Raja, seharusnya tidak dirusak oleh kepentingan dari pelawan Tuhan.
Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ganjar Pranowo menyampaikan agenda pembahasan RUUK akan selesai pada Juli 2011 mendatang. “Itu dengan catatan komunikasi yang terjalin sangat bagus,” ujar politisi PDIP ini. Dia menyampaikan, hingga saat ini ada 2 fraksi yang belum menentukan sikap yakni Fraksi Hanura dan Fraksi Gerindra. Sementara Fraksi Demokrat, mendukung pemilihan. Untuk fraksi lain, mendukung penetapan Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Sri Paduka Pakualam IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
“Setelah itu, musuh pendukung penetapan tinggal pemerintah,” urainya. Meski begitu, Ganjar mengatakan bahwa kedatangan anggota DPR RI untuk mencari masukan dari rakyat secara langsung. Dengan demikian, proses pembahasan dan polemik seputar RUUK DIY menjadi transparan.
Persoalan yang mungkin menghambat pembahasan RUUK DIY adalah mekanisme mengenai penetapan termasuk didalamnya proses dan batasan, penempatan posisi Raja dan Gubernur. “Dan juga pengaturan masalah tanah milik Kraton,” ucapnya. Ganjar berharap agar pembahasan mengenai RUUK DIY dapat rampung sesuai jadwal, agar tidak ada perpanjangan masa jabatan Gubernur kembali.
Bupati Bantul, Hj Sri Suryawidati menegaskan bahwa sikap rakyat Bantul adalah mendukung penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. “Sikap tersebut juga sudah diputuskan dalam rapat paripurna DPRD, sehingga memiliki kekuatan hukum,” tegasnya.
Perwakilan masyarakat, Bibit Rustamto menyampaikan bahwa perjuangan yang sedang dilakoni rakyat DIY saat ini adalah mempertahankan keistimewaan DIY. “Kami berjuang dan mempertahankan, bukan meminta seperti daerah lain,” tegasnya. (Dian Ade Permana)

Senin, Februari 07, 2011

Semua Pemimpin Bisa Jatuh

Semua pemimpin yang tidak mendengarkan rakyatnya akan jatuh dan terguling dari kekuasaannya. Syafii Maarif mencontohkan bahwa Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto,yang termasuk pemimpin hebat, terjatuh dari kekuasaannya. Penyebab utama kejatuhan tersebut adalah keotoriteran.
Mantan Ketua PP Muhammadiyah tersebut enggan membandingkan Indonesia dengan Mesir yang saat ini krisis kepemimpinan. Namun adanya gerakan tokoh lintas agama dan Forum Rektor Indonesia (FRI), menurut Syafii harus disikapi. “Tujuan kami hanya membuat pemimpin menjadi lebih sadar,” ucapnya usai menghadiri Milad Ke 30 UMY, Sabtu (5/2).
Buya, panggilan Syafii, menegaskan bahwa tokoh lintas agama tidak akan ditunggangi oleh kepentingan politik. Menurutnya, penunggangan hanya akan bisa dilakukan jika ada yang ‘membungkuk.’ Padahal selama ini, tokoh lintas agama tetap berdiri tegak. “Kami tidak memiliki tujuan politis, kami hanya ingin perbaikan,” ungkapnya.
Strategi yang akan digunakan adalah dengan memakai pendekatan budaya. Karena mengandalkan kebudayaan tersebut, maka tidak ada target batas waktu untuk perbaikan. “Tokoh dari lintas agama tidak akan terpaku waktu, standar kebudayaan itu sangat luas,” jelasnya.
Buya juga meminta agar pernyataan dari tokoh lintas agama mengenai kebohongan pemerintah, harus disikapi dengan bijaksana. “Lihat subtansinya, jangan asal respon,” pinta Buya. Masyarakat harus mampu melhat kondisi riil Indonesia dan mengambil sikap terhadap perkembangan yang terjadi.
Disinggung mengenai pertemuan dengan FRI, Buya mengatakan bahwa belum ada poin krusial. Dia meminta kepada semua pihak agar tidak melebih-melebihkan dan membandingkan dengan kondisi Mesir. (Dian Ade Permana)

Pendidikan Kunci Peradaban



Pendidikan Kunci Peradaban

(BANTUL) - Peradaban adalah karya manusia yang terbesar. Untuk mencapainya, perlu ada sumber daya manusia terbarukan yang mumpuni. Di Indonesia, yang oleh mantan Presiden RI, Prof Dr Ir BJ Habibie Dipl Eng disebut sebagai rantai permata hijau, memiliki kemampuan untuk membangun peradaban tersendiri. Modalnya, budaya plural yang sangat kental.
Habibie mengatakan bahwa peradaban adalah hasil dari sinergitas antara elemen budaya, elemen agama, dan ilmu pengetahuan serta teknologi. “Elemen budaya adalah yang paling tua, dan peradaban harus dibangun oleh manusia,” terangnya dalam orasi budaya bertajuk ‘Strategi Pengembangan SDM Dalam Rangka Mengatasi Kemiskinan dan Persaingan Global’ di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY),Sabtu (5/2). Kegiatan ini diselenggarakan untuk memerahkan milad UMY ke 30.
Dengan peradaban yang baik, manusia harus bisa meningkatkan kualitas iman dan takwa. “Namun untuk mendapatkan semua itu, manusia harus memiliki proses pendidikan,” tegas Habibie. Pendidikan, imbuhnya, menciptakan manusia unggul. Dia memandang bahwa organisasi Muhammadiyah, masuk dalam garda terdepan dalam mendukung manusia yang berpendidikan dan pembudayaan.
Selama tidak ada pertentangan SARA, kata Habibie, manusia akan bertindak bebas dan merdeka. Yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah ketentraman yang berimplikasi pada penataan masa depan. Dalam konteks ini, peran seorang ibu sangat besar dalam membentuk pondasi anak.
Habibie menyarankan gerakan Muhammadiyah harus konsisten dalam pendidikan dan budaya untu menciptakan kader yang unggul. Dia menilai, bahwa kader yang dihasilkan oleh Muhmmadiyah memiliki nilai kritis dan mampu bersaing dalam dunia global. “Tapi yang tak kalah penting, kader tersebut harus bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat,” tegasnya. Nilai kritis bukanlah untuk dimusuhi, namun harus dipilah untuk kebaikan
Dia juga menyoroti, semakin berkurangnya ahli dirgantara di Indonesia. Dari sekitar 16 ribu ahli, saat ini hanya tinggal 3000 orang. “Jika hal ini tidak diperhatikan, maka akan terus menyusut dan tinggal nol,” sesal Habibie. Banyak ahli yang lari ke negara lain karena tidak diperhatikan. Dia pun meminta kepada pemerintah, tidak hanya berpikir saat ini namun harus bisa memprediksi jangka panjang. (Dian Ade Permana)