Kamis, Agustus 26, 2010

SATU BULAN JADI BUPATI

SATU BULAN JADI BUPATI

Berharap PNS Lebih Giat Berzakat


Hari ini, Jumat (27/8), Hj Sri Suryawidati genap satu bulan menjadi Bupati Bantul. Dia merasa, masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk dapat menggapai cita-cita tercipta emphatic goverment yang masuk dalam program 100 hari kepemimpinannya. Diantaranya adalah tingkat kedisiplinan PNS dan kepedulian kepada sesama.
Bupati yang akrab dipanggil Ida ini mengemukakan bahwa dirinya berharap agar kedisiplinan PNS terus ditingkatkan. Saat awal menjabat, pukul 07.30 sampai kantor, dia mengaku suasana masih sepi. "Mobil-mobil belum banyak yang datang," terangnya. Selan dua minggu, ritme kerja pagi, mulai bisa diadaptasi dan saat ini, sudah terasa ramai.
"Dengan disiplin, maka pelayanan dapat optimal," tegasnya. Ida sendiri menyatakan akan terus melakukan sidak-sidak ke kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melihat langsung kinerja PNS. Menurutnya, pola kerja yang diterapkan sudah mulai bisa diadaptasi dan mulai berjalan baik. Soal polemik 5 hari kerja, menurut Ida tetap akan diujicobakan hingga Desember mendatang. Setelah ada evaluasi, baru akan dimabil keputusan.
Untuk kepedulian kepada sesama, Ida meminta agar PNS rela membayar zakat. "Semua yang kita terima, sisihkan untuk anak yatim," pinta istri Drs HM Idham Samawi ini. Menurutnya, menyisihkan harta tidak akan mengurangi, namun malah menambah karena Allah akan memberikan jalan yang lebih baik.
Saat ini, imbuh Ida, ada investor yang akan menanamkan modalnya di Bantul. Untuk yang pabrik konveksi, akan merekrut 1500 tenaga kerja. "Itu lebih bersifat perluasan, nanti total pekerja ada 300 orang," terangnya. Investor lain adalah pabrik rokok.
Hal menarik lain adalah dinding-dinding di lantai 2 Gedung Induk Parasamya, tempat kerja Bupati Bantul, dipasang puluhan lukisan karya pelukis Bantul, termasuk karya Basuki Abdullah. "Itu koleksi pribadi, biar lebih cantik dan tidak gersang," ucap Ida. Bahkan dalam waktu dekat, ia mengaku akan segera merubah ruang kerja sekaligus menghiasi dengan tanaman. (Dian Ade Permana)

Rabu, Agustus 25, 2010

Ucup Membaca Indonesia


Ucup Membaca Indonesia


Menyimak kiprah Muhammad Yusuf alias Ucup dalam dunia seni rupa, tentu tak bisa dilepaskan dari Taring Padi (TP), komunitas yang digelutinya. Ucup dan TP, seolah saling mempengaruhi dalam penciptaan karya. Melihat pameran tunggal yang bertajuk 'Aku dan You' di Tembi Contemporeri, yang dihelat mulai 24 Agustus hingga 14 September ini, keterkaitannya sangat kentara.
Kritik sosial, masalah lingkungan, dan problematika keluarga, coba ditampilkan Ucup yang mengaku sangat cinta Indonesia ini. "Aku" kata Ucup, ada bentuk pengalaman personalnya dalam menjalani kehidupan. Berdasar pengetahuannya, dia mencoba mengarungi Indonesia yang kaya namun tak ramah ini. Sementara 'You' adalah kekuatan luar yang menghubungkannya dengan dunia hingga mampu bertahan.
Ucup menyatakan bahwa dirinya telah berdamai dengan keadaan Indonesia yang masih jauh dari idealisasinya, juga idealisme TP. "Meski begitu, kami tetap akan berjuang dan kritis," tegasnya.
Dalam karya Kamar 3 X 3, Ucup menggambarkan kondisi keluarga Indonesia yang jauh dari sempurna. Sebuah keluarga yang memiliki 4 anak, namun berumah sempit. Tak ayal, kondisi ini memaksa sang ayah tidur dilantai. Merelakan 'nafsu-nya' yang terenggut keadaan. Sembari memegang kepala, yang bertanda kefrustasian, tapi tak bisa berbuat apa pun. Kepala keluarga itu hanya menyerah tanpa perlawanan. Karena keadaan ekonomi yang tak memungkinkan.
Sementara di Antara Aku, Pabrik-pabrik, dan Sawah Terakhir, Ucup melukiskan kondisi penyusutan lahan pertanian yang tergusur pabrik penghasil produk instan yang merusak alam. "Petani hanya mampu membawa cangkul, namun lahan mereka terus terenggut," cetusnya. Dia menilai, kondisi ini sangat ironis ditengah kekayaan alam Indonesia. (*-7)

KR-DIAN ADE PERMANA

Lukisan Ucup berjudul Kamar 3 X 3

Sabtu, Agustus 14, 2010

Jam Bancet, Penunjuk Waktu Sholat Nan Akurat


Jam Bancet, Penunjuk Waktu Sholat Nan Akurat

Jauh sebelum jam digital digunakan sebagai penunjuk waktu, jam bancet, atau jam yang menggunakan matahari sebagai patokan, telah digunakan untuk menandai waktu sholat. Salah satu masjid yang tetap menggunakan teknologi kuno itu adalah Masjid Mirojul Muttaqinalloh di Jejeran, Kecamatan Pleret.
Menurut Takmir Masjid Mirojul Muttaqinalloh, Aslam Ridhlo, masjid yang didirikan pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono III ini termasuk dalam Masjid Kagungan Dalem. “Jam bancet itu sudah ada sejak masjid berdiri,” terangnya.
Dia mengatakan bahwa jam tersebut menunjukkan waktu untuk sholat Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. “Orang yang bisa membaca jam bancet hanya mereka yang memiliki Ilmu Falaq,’ ungkapnya. Dia meyakini bahwa jam yang menggunakan tenaga matahari ini sangat akurat, karena bersinggungan langsung dengan alam. Sementara jam digital, imbuhnya, sangat bergantung kepada ‘setelan’ dari manusia, dan dimungkinkan terjadi kesalahan.
Saat masuk waktu sholat, adzan akan dikumandangkan oleh 5 orang dan dilakukan 2 kali untuk setiap akan sholat. Aslam menyatakan bahwa adzan yang dikumandangan oleh 5 orang bertujuan untuk memperkuat ‘seruan’ agar umat Muslim segera melakukan sholat. Sementara adzan, dilakukan ketika sudah memasuki waktu sholat dan usai khatib berkhotbah.
Mimbar dimasjid ini juga unik. Dibuat tahun 1331 Hijriyah, tahun ini genap satu abad, mimbar dibuat bertingkat. ”Dengan bertingkat, maka pengkhotbah bisa melihat jamaah hingga yang paling belakang,” kata Aslam. Pengakuan atas sejarah masjid ini dibuktikan dengan dimasukkannya menjadi salah satu benda cagar budaya (BCB).
”Semua benda yang ada didalam masjid, masih seperti pertama ketika dibangun,” jelasnya. Meski saat ini masih dalam tahap renovasi, namun arsitektur pertama masjid tetap dipertahankan. Aslam mengatakan, renovasi diperlukan karena saat gempa bumi melanda Bantul 27 Mei 2006, masjid ini rusak dibeberapa bagian. (Dian Ade Permana)

Kamis, Agustus 05, 2010

Bioetanol, Solusi Ditengah Ledakan Gas



Bioetanol, Solusi Ditengah Ledakan Gas

Ditengah bayang-bayang ledakan tabung gas yang banyak terjadi akhir-akhir ini, siswa SMK Muhammadiyah I Bambanglipuro menciptakan kompor bioetanol yang aman, minim resiko, dan murah. Penemuan ini telah mendapat penghargaan sebagai juara dalam Kompetisi Inovasi Ide Kreatif Anak Negeri 'Science Tech Idol' dari Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Siswa yang mewakili sekolah adalah Nevia Subekti, Triono, dan Ahmad.
Pembimbing siswa, Drs Mardianto dan Plt Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah I Bambanglipuro, Drs Maryoto mengatakan total biaya produksi kompor hanya Rp 35.000. "Sementara untuk destilator yang berfungsi membuat bioetanol hanya senilai Rp 150 ribu," terangnya kepada KR, Kamis (5/8). Murahnya biaya ini dikarenakan bahan baku berasal dari kaleng bekas. Dengan alat ini mampu menghasilkan bioetanol sekitar 7 liter perhari.
Mardianto mengatakan, bioetanol yang berasal dari umbi-umbian ini mampu menghasilkan kalori panas hingga 92 persen. "Produksi bioetenaol di SMK mencapai 100 liter perhari," jelasnya.
"Dengan teknologi ini, penggunaan akan semakin hemat karena satu liter dapat menghidup api hingga 6 jam," terangnya. Sementara kebutuhan, minyak tanah untuk rumah tangga, 2 liter perhari. Menurutnya, karena tanpa tekanan, menggunakan mekanisme infus, dan tanpa sumbu, pengeluaran bahan bakar dapat dikontrol.
Proses pembuatan bioetanol sendiri dimulai dari umbi yang telah diparut dan selanjutnya dijadikan bubur. "Kemudian dipanaskan hingga terpisah antara karbohidrat dan gula," jelas Mardianto. Setelah difermentasi selama 3 hari, selnjutnya disuling dan menjadi bioetanol.
Sementara Maryoto menjelaskan bahwa sekolah berencana membangun pabrik bioetanol yang dapat memproduksi hingga 300 liter perhari. "Awal tahun 2011 rencana tersebut akan direalisasikan," terangnya. Sementara Pemkab Bantul, mendukung dengan memberikan bibit umbi sebagai bahan dasar bioetanol. (Dian Ade Permana)