Selasa, Maret 10, 2009

Berita : 10 Maret 2009


*Pengamanan Pemilu 2009
Polisi siapkan sniper

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

JOGJA : Setiap orang yang berniat mengganggu tahapan pemilu, tampaknya harus berpikir ulang. Pasalnya, aparat Polda DIY telah menyiapkan pasukan penembak jitu. Hal tersebut terlihat dalam latihan pengamanan pemilu yang digelar di pelataran parkir Stadion Mandala Krida, kemarin.
Dalam situasi yang rusuh, ketika kekuatan dari Samapta dan Dalmas serta anjing-anjing tidak mampu meredam emosi massa, water canon pun ditembakkan. Ketika konsetrasi massa terpecah, pasukan penembak jitu menuju titik penembakan. Tiga kali tembakan peringatan tidak diindahkan, maka senapan pun diarahkan ke massa.
Persiapan pasukan penembak jitu juga terlihat pada adegan lain. Ketika mobil yang membawa sembako dijarah massa, pasukan buru sergap yang berada di atas sepeda motor, memberondong penjarah dengan tembakan.
Menurut Kombes. Pol. Anwaruddin, Waka Polda DIY, disiapkannya para penembak tersebut adalah salah satu langkah antisipasi pengamanan pemilu. “Jika memang ada upaya anarkhisme, maka pelaku kita lumpuhkan dengan menggunakan peluru kareta,” ujar Anwaruddin.
Meski begitu, penembakan adalah upaya terakhir pengendalian massa. “Setelah upaya negosiasi dan preventif laiinya tidak mampu, maka penembakan adalah cara meredam kerusuhan,” ungkap Anwaruddin.
“Untuk daerah rawan, adalah daerah yang memiliki sejarah perselisihan,” terangnya. Meski begitu, dia enggan mengungkap daerah yang masuk kategori rawan tersebut. Perhatian lain adalah sistem suara terbanyak dalam pemilu yang bisa memancing persaingan tidak sehat antar caleg. Karena, masyarakat sebagai pendukung caleg seringkali dijadikan alat penekan dengan jumlah massa yang banyak.
Sementara itu, AKBP. Laksana, Kasat Brimob Polda DIY menekankan, Brimob adalah kekuatan terakhir dari kepolisian. “Kita back up setiap satuan wilayah,” ujarnya. Menurutnya, jika memang aparat di jajaran Polres mampu meredam massa, maka tidak perlu hingga menurunkan kekuatan Brimob.
Dia mengatakan, bahwa pola pengamanan kepolisian harus dalam standar prosedur tetap (protap). “Itu dimulai dari penanganan aksi demo hingga pengawalan,” pungkasnya.

Jumlah personel pengamanan Pemilu

Polda DIY : 1188
Poltabes : 1052
Polres Sleman : 1132
Polres bantul : 800
Polres Kulonprogro : 554
Polres Gunungkidul : 554

TNI : 420

TPS Aman : 7525
TPS Rawan : 629
Sumber : Polda DIY

Berita : 10 Maret 2009

*Kasus ijazah ilegal STKIP CS
Polisi akan gandeng BPKP

Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja

JOGJA : Meski Polda DIY telah membuka pengaduan soal kasus ijazah palsu Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Catur Sakti, Bantul, namun hingga kini belum ada laporan masyarakat yang masuk. AKBP. Napoleon Bonaparte, Direskrim Polda DIY mengatakan, untuk sementara penyelidikan kasus tersebut difokuskan pada dugaan korupsi.
“Kita masih mencermati adanya dugaan korupsi yang terjadi,” ujar Napoleon, disela-sela acara pelatihan pengamanan Pemilu, di Stadion Mandala Krida, kemarin. Dia mengatakan, pihaknya tidak mau berandai-andai karena hingga saat ini, materi penyelidikan masih dikumpulkan oleh kepolisian.
Dikatakannya, karena materi belum lengkap, maka Polda belum akan membuka orang-orang yang disangka terlibat dalam kasus ini. “Jangan sampai malah merugikan orang-orang yang diduga terlibat,” jelas Napoleon.
Napoleon menegaskan, bahwa Polda DIY akan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penyelidikan. “Selain dengan BPKP, kita juga terus berkomunikasi dengan Kopertis,” tegas Napoleon. Koordinasi dengan BPKP bertujuan untuk menginvestigasi dan mengungkap aliran dana STKIP Catur Sakti.
Dia menyatakan, bahwa penyelidikan sebuah kasus tidak bisa ditarget dalam jangka waktu tertentu. “Kita harus berungkali melakukan cross check dan fokus,” ungkapnya. Menyinggung fokus penyelidikan saat ini, Napoleon menambahkan, kepolisian sedang berkonsentrasi terhadap buku-buku STKIP Catur Sakti yang tidak berizin.
“Kita sedang dalam proses pengecekan buku-buku, mulai dari penerbitan hingga peredarannya, sesuai prosedur atau tidak,” papar Napoleon. Dijelaskannya, penyidik terus berupaya membuka semua elemen yang diduga terlibat dalam kasus ini.
Sementara itu, meski penyelidikan terus dilakukan oleh kepolisian, namun pihak STKIP Catur Sakti ternyata belum pernah dimintai keterangan. “Kita masih berkoordinasi dengan Kopertis,” kata Napoleon.
Dihubungi terpisah, Unang Shio Peking, Koordinator Forum Rakyat Jogja Anti Korupsi menegaskan, yang terpenting dalam sebuah penyidikan adalah proses monitoring dari para pimpinan. “Pemantauan pengawasan itu perlu dilakuakan, agar kasus tidak jalan ditempat,” ujar Unang.
“Kasus ini bisa mencederai kepercayaan publik kepada dunia pendidikan jika tidak dituntaskan,” pungkas Unang.