Kamis, Agustus 05, 2010

Bioetanol, Solusi Ditengah Ledakan Gas



Bioetanol, Solusi Ditengah Ledakan Gas

Ditengah bayang-bayang ledakan tabung gas yang banyak terjadi akhir-akhir ini, siswa SMK Muhammadiyah I Bambanglipuro menciptakan kompor bioetanol yang aman, minim resiko, dan murah. Penemuan ini telah mendapat penghargaan sebagai juara dalam Kompetisi Inovasi Ide Kreatif Anak Negeri 'Science Tech Idol' dari Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Siswa yang mewakili sekolah adalah Nevia Subekti, Triono, dan Ahmad.
Pembimbing siswa, Drs Mardianto dan Plt Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah I Bambanglipuro, Drs Maryoto mengatakan total biaya produksi kompor hanya Rp 35.000. "Sementara untuk destilator yang berfungsi membuat bioetanol hanya senilai Rp 150 ribu," terangnya kepada KR, Kamis (5/8). Murahnya biaya ini dikarenakan bahan baku berasal dari kaleng bekas. Dengan alat ini mampu menghasilkan bioetanol sekitar 7 liter perhari.
Mardianto mengatakan, bioetanol yang berasal dari umbi-umbian ini mampu menghasilkan kalori panas hingga 92 persen. "Produksi bioetenaol di SMK mencapai 100 liter perhari," jelasnya.
"Dengan teknologi ini, penggunaan akan semakin hemat karena satu liter dapat menghidup api hingga 6 jam," terangnya. Sementara kebutuhan, minyak tanah untuk rumah tangga, 2 liter perhari. Menurutnya, karena tanpa tekanan, menggunakan mekanisme infus, dan tanpa sumbu, pengeluaran bahan bakar dapat dikontrol.
Proses pembuatan bioetanol sendiri dimulai dari umbi yang telah diparut dan selanjutnya dijadikan bubur. "Kemudian dipanaskan hingga terpisah antara karbohidrat dan gula," jelas Mardianto. Setelah difermentasi selama 3 hari, selnjutnya disuling dan menjadi bioetanol.
Sementara Maryoto menjelaskan bahwa sekolah berencana membangun pabrik bioetanol yang dapat memproduksi hingga 300 liter perhari. "Awal tahun 2011 rencana tersebut akan direalisasikan," terangnya. Sementara Pemkab Bantul, mendukung dengan memberikan bibit umbi sebagai bahan dasar bioetanol. (Dian Ade Permana)