Minggu, Maret 21, 2010

adopt!adapt!


YOGYA (KR)

- Hukum seharusnya berlaku tegas. Hukum bukanlah permainan yang bisa dipermainkan dan dinegosiasikan. Segala tafsir atas hukum, semestinya bermuara untuk keadilan. Namun di Negara ini, hukum adalah alat untuk menyenangkan dan memuaskan kepentingan segelintir pihak.
Menurut perupa Sinik, dalam karyanya Negosiasu yang dipamerkan di Tujuh Bintang Art Space dalam pagelaran adopt!adapt! mulai 17 hingga 27 Maret 2010, ada keprihatinan atas penegakan hukum di Indonesia.
Sinik melukiskan, ada seorang pria dalam kondisi terbogol sembari memegang telepon genggam. Anehnya, borgol yang seharusnya kuat dan paten, malah menjadi lentur karena tersambung dengan kabel telepon. Pria itu juga memegan cangkir layaknya tempat minum orang kaya. Tak nampak kemurungan dalam kondisi terpenjara. Malah tersungging senyum, seperti mengejek keadaan.
”Dalam penjara tapi tak terpenjara,” kata Sinik. Meski tubuh terkurung, seorang mafia masih bisa mengendalikan bisnisnya, baik haram maupun halal, dengan bantuan sarana telekomunikasi. Negosiasi dan suap, juga dimulai dari percakapan melalui telepon. Ada yang salah dengan telepon jika berada ditangan yang salah. Disini, hukum tidak mampu menyelesaikan persoalan.
Kurator pameran, Kuss Indarto mengatakan yang menarik dari pameran ini adalah upaya seniman untuk memaknai proses mengadaptasi gejala kemajuan teknologi dan gejala visual yang melampaui problem lokalitas. Ikon visual yang berangkat dari kebudayaan lokal bisa lebih jauh digali dan dikembangkan untuk kemudian dirangkai sebagai lintas lokal, lintas geografis, dan lintas etnik. (*-7)

Tidak ada komentar: