*Penolakan tambang pasir besi Kulonprogo
PPLP kirim surat ke Menteri Lingkugan Hidup
Oleh Dian Ade Permana
Harian Jogja
JOGJA : Usaha para petani Kulonprogo yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) untuk menolak penambangan pasir besi terus berlanjut. Sutar, wakil ketua PPLP menegaskan, perjuangan petani pesisir pantai selatan ini tidak akan berhenti sebelum ada jaminan bahwa proyek yang melibatkan PT. Jogja Magasa Iron ini berhenti.
Dikatakan oleh Sutar, petani telah mengirim surat penolakan yang ditujukan pada Kementerian Lingkungan Hidup. “Isi surat berisi data-data menyangkut penduduk,” ujarnya, di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, kemarin.
Warga berharap, dengan adanya surat tersebut dapat menjadi pertimbangan dan pengawasan dari kementerian dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). “Warga tidak menolak AMDAL dari pemerintah, namun berharap isinya tidak meloloskan penambangan di Kulonprogo,” tandas Sutar.
“Selain data penduduk, surat juga berisi paparan dampak negatif jika tambang pasir besi beroperasi,” jelasnya. Dampak tersebut antara lain abrasi semakin parah, penghilangan fungsi gumuk pasir, mengganggu keseimbangan ekonomi warga, dan penggusuran serta alih fungsi lahan berskala besar.
Menurut Sutar, hal yang disebutkannya itu hanyalah gambaran kecil jika penambangan pasir besi dipaksakan di Kulonprogo. “Dalam sebulan, petani bisa memperoleh penghasilan sebesar Rp4 juta untuk lahan seluas 2000 meter persegi,” jelasnya. Petani khawatir jika tambang berdiri, kehilangan mata pencaharian yang berakibat menyengsarakan kehidupan.
Widodo, seorang warga lain menegaskan, warga yang terkena dampak langsung dari pendirian penambangan pasir besi selalu ditinggalkan dalam proses diskusi. “Terakhir, kemarin di Hotel Saphire, pada saat sosialisasi warga tidak diundang dan tidak diperbolehkan masuk ketika datang,” papar pria berambut gondrong ini.
Sementara itu, Syamsudin Nurseha dari LBH Yogyakarta selaku kuasa hukum PPLP mengatakan, segala bentuk penambangan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. “Oleh karenanya, dalam penyusunan AMDAL harus objektif,” harapnya.
Untuk penambangan pasir besi Kulonprogo sendiri, dikatakan oleh Syamsudin, saat ini telah terbentuk Komisi AMDAL yang terdiri dari Bapedal, tiga perguruan tinggi (UGM, UPN, dan UNY) ,dan perusahaan swasta.
“Penyusunan AMDAL harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, jangan hanya menjadi legitimasi formil untuk melegalkan kegiatan penambangan,” pungkasnya.
Selasa, Maret 24, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar