Selasa, Juni 07, 2011

Awas, Celeng Widoyo Mengepung




Celeng-celeng nan serakah masih mengepung negara ini. Mereka tak peduli dan abai dengan lingkungan. Tujuan mengeruk keuntungan pribadi adalah kekuatan. Sialnya, mereka hanya menatap sang Budha tanpa niatan untuk bertobat. Ajakan untuk meninggalkan nafsu duniawi tenggelam atas nama kekuasaan. Dasar celeng.
Gambaran bernas tentang perilaku celeng terlihat jelas dalam karya-karya Widoyo. Celeng menjadi tema besarnya. Salah satunya berjudul Insaf. Karya tersebut dipamerkan dalam Suara Daun, Suara Hati, bersama Suitbertus Sarwoko di Bentara Budaya Yogyakarta, mulai 3 hingga 12 Juni 2011.
Bagi Widoyo, celeng adalah binatang menjijikan yang selalu memikirkan diri sendiri. Dia akan makan apa saja hingga perutnya kenyang. Sayangnya, celeng-celeng ini adalah penguasa, mereka memimpin negara tanpa batas. Tak ada kekuatan yang bisa menghentikannya. Bahkan terus beranak pinak. Upaya pembantaian celeng, mulai dari menggantung hingga memanggil orang suci untuk melakukan penyadaran, mental. Celeng tetap saja bertahta.
“Pemimpin yang tak peduli dengan rakyatnya adalah celeng,” geram Widoyo. Realitas perilaku pemimpin yang dipilih lewat jalur demokrasi, semakin membuatnya kesal. Pemimpin itu, tak lagi peduli dengan rakyatnya. Menumpuk harta dengan cara-cara tidak sah. Hukum adalah persoalan negosiasi karena tidak ada lagi wibawa.
Widoyo menyatakan bahwa dirinya bebas dari pengaruh sang maestro celeng, Djoko Pekik, meski mengidolakannya. Penggambaran celeng dalam karya, murni jeritan hati yang tak tahan lagi dengan perilaku penguasa.
Menilik karya Sarwoko, yang men-daun-kan segala sesuatu pun cukup menarik. Rangkaian daun-daun menampakan wujud yang berbeda dalam baluran warna-warna yang kontras. Baginya, daun adalah sumber kehidupan. Karena daun yang kering dan jatuh, pasti terganti daun baru yang lebih muda. Dalam proses ini, pohon akan tetap hidup.
Pohon dan daun, bagi Sarwoko adalah inspirasi. Baginya, ada saja pelajaran yang diperoleh dari pohon, mulai dari tak pernah tumbuh tergesa-gesa, banyak berguna bagi makhluk lain, hingga kemampuan adaptasi. Kesederhaan karya Sarwoko yang realis menampilkan lukisan yang sarat pesan, utamanya dalam kehidupan. (Dian Ade Permana)

Tidak ada komentar: