Kamis, Juli 09, 2009

Putro Wayang


*Putro Wayang
Pertahankan semangat bertahan

Oleh Dian Ade Permana
WARTAWAN HARIAN JOGJA

Tak bisa dipungkiri, wayang saat ini terpinggirkan oleh budaya pop. Peminatnya semakin menipis. Minat masyarakat untuk menonton wayang kulit terus menurun. Jika pun ramai, didominasi oleh orang-orang yang tak lagi muda. Jika tidak segera diselamatkan, maka wayang akan semakin tergerus.
Salah seorang yang tetap bertahan mempertahankan wayang adalah Danang Sulistyo, pemilik Putro Wayang yang terletak di Jalan Patehan Lor, Jogja. Bagi Danang, menghidupkan wayang kulit agar tetap lestari adalah kemutlakan.
Ditemui di show room Putro Wayang, Danang mengatakan keahlian membuat wayang berasal dari orang tuanya. “Bapak saya, Nahrowi, adalah orang yang pertama kali mengenalkan wayang, ujar Danang. Dia mengakui, awalnya tidak tertarik dengan dunia perwayangan. Bahkan ketika sekolah, Danang memilih di STM jurusan Mesin.
Namun kesadaran untuk mempertahankan wayang kulit akhirnya datang juga. “Sejak tujuh tahun lalu saya mengelola Putro Wayang agar lebih tertata,” kata Danang. Dizaman orang tuanya, pemesan wayang terbatas hanya diwilayah DIY.
“Setelah Putro Wayang berdiri, kami pernah bekerja sama dengan konsumen dari Perancis,” bangga Danang. Namun karena keterbatasan bahan baku, sementara pesanan terus berdatangan, kerjasama itu terpaksa diakhiri.
Dia menambahkan meski terasa berat, tapi semangat untuk mempertahankan wayang terus dipupuknya. “Nanti anak saya juga akan saya beri pelajaran mengenai wayang,” tandas Danang. Menurut pria lajang ini, filosofi yang terkandung dalam wayang membuatnya terus bersemangat untuk mempertahankan kelestarian wayang.
Danang mencontohkan bahwa wayang kulit itu hanya keluar dari kotak jika dimainkan oleh dalang. “Selesai main, masuk lagi dalam kotak, sama seperti saat kita meninggal,” ungkapnya. Selain itu, setiap lakon yang dimainkan, pasti bersinggungan dengan jalan kehidupan manusia. Pelajaran-pelajaran tersebut termuat dalam jalinan cerita.
Karena kerumitan yang terkandung dalam cerita dan pembuatan, wayang kurang memperoleh apresiasi dari anak negeri yang mendewakan pragmatisme. “Konsumen saya 80% dari luar negeri,” kata Danang. Karena pakem yang begitu kuat, detil pembuatan ukiran dalam tubuh wayang pun tidak boleh melenceng dari aslinya.
Untuk bahan terbaik Danang mendatangkan kulit kerbau dari Jakarta dan Toraja. “Kalau yang dari Jawa, kerbau dibuat membajak sawah, jadi kulitnya rusak,” terang Danang. Pesanan kulit datang tidak menentu, tergantung order pembuatan wayang kulit.
Proses pembuatan wayang kulit kualitas terbaik membutuhkan waktu sekitar tiga minggu. “Jika satuan, harga mulai Rp200 ribu hingga jutaan, tergantung ukuran dan kualitas kulit yang digunakan,” tandas Danang. Harga satu kotak dengan karakter lengkap mencapai Rp150 juta hingga Rp300 juta.
Semangat untuk terus bertahan digenggam oleh Danang. Optimisme membuncah menemani langkahnya melestarikan wayang agar tidak punah. Bagaimana dengan anda?

Tidak ada komentar: